Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepenggal Kemolekan Garut

Kompas.com - 25/05/2012, 15:47 WIB

ANTARA Garut dan Bandung, sepenggal rute ini memotong desa-desa permai di Kecamatan Samarang, Paseh, sampai Majalaya. Sarat dengan kemolekan alam Priangan.

Ada saat-saat di mana kita ingin berkunjung ke sebuah kota tanpa terlalu ingin ”terlibat”. Terbebas dari dorongan mengunjungi tempat-tempat berlabel ”tujuan wisata”, dan terhindar dari keriuhan turis. Saat pancaindra sejenak dibiarkan berkelana, tanpa perlu berkejaran dengan waktu.

Kota kecil di tenggara Jawa Barat yang usianya hampir seabad itu (1913) dianugerahi limpahan kecantikan. Dari kuliner, petualangan, sampai kerajinan tangan. Namun, pesona alamnya semakin kental ketika menjauh dari pusat kota.

Perjalanan dimulai pagi hari ketika semburat jingga membias dari ufuk timur, memunculkan bayangan tiga gunung yang berlapis-lapis. Barulah ketika kabut menipis, wujud Gunung Galunggung, Gunung Talaga Bodas, dan Gunung Cikuray pun perlahan tersibak.

Garut memang dibentengi oleh bentangan alam yang tak dimiliki kota lainnya. Sejauh mata menyapu, pandangan akan terbentur pada deretan gunung. Di sebelah barat terbentang siluet sempurna Gunung Guntur, Gunung Haruman, dan Gunung Kamojang. Di antara sisi barat dan timur terselip Gunung Papandayan yang selalu berkabut.

Bayangkan, menikmati pesona pagi sambil mencerup kopi lokal dan sajian serabi... Penganan lokal ini dibuat secara tradisional dengan memakai tungku kecil yang apinya berasal dari kayu bakar. Saat panas menjalar ke dalam cetakan, tuangan adonan berubah bentuk menjadi lingkaran-lingkaran, yang ketika diangkat, sebelah sisinya sedikit menghitam, namun bagian dalamnya tetap empuk dan kenyal.

Serabi bisa ditemui di beberapa tempat di sepanjang perjalanan dari Sampireun, Ciparay, ke arah Paseh. Pagi itu, semilir bau hujan yang turun semalam memasuki jendela mobil yang dibiarkan terbuka. Jalan kecamatan ini berkelok-kelok, naik dan turun, mengikuti punggungan bukit. Sawah, sungai, ladang, gunung, bergantian memanjakan mata. Kadang begitu memesonanya, sampai memaksa kita untuk berhenti dan memandanginya lekat-lekat.

Kawah dan mandi uap

Papan besar berwarna hijau itu menunjuk ke arah Kawah Kamojang, melintasi kompleks pembangkit listrik tenaga panas bumi, Kabupaten Bandung. Pipa-pipa besar panjang terbentang mengikuti kontur jalan, bak penanda yang membawa sampai ke ”telaga lumpur” di tepian jalan yang permukaannya bergolak. Uapnya yang panas melesap dalam terik matahari, membentuk kabut putih yang kontras dengan permukaannya yang kehitaman.

Lebih menanjak lagi, tersebar beberapa ”kawah” yang aman dikunjungi dengan berjalan kaki. Kawah Kereta Api, misalnya, bentuknya tak lebih dari sebuah lubang kecil dengan semburan uap yang demikian kuat sehingga mampu menerbangkan benda-benda yang dilemparkan ke pusat semburan sambil mengeluarkan bunyi yang dianggap mirip dengan lengkingan lokomotif kereta.

Menanjak beberapa ratus meter melewati jalan setapak, bau belerang semakin tajam. Di balik rerimbunan pohon, asap putih menyembul dari sela-sela bebatuan yang dialiri air jernih yang permukaannya meletup-letup. Beberapa orang ”berendam” dan sebagian lagi duduk di atas bebatuan yang diselimuti uap air. Area ini tak ubahnya sauna alamiah.

Konon, air belerang ini berkhasiat untuk menyembuhkan aneka penyakit kulit maupun memperlancar peredaran darah. Tak heran di sepanjang wisata air panas di kawasan Cipanas, Garut, bertebaran penyewaan kamar mandi rendam, dari kelas kolam renang umum sampai hotel berbintang. Biaya sewa rata-rata tak lebih dari Rp 25.000 per 20 menit (batas waktu maksimum yang disarankan).

Dari Paseh menuju Majalaya, turunan dan tanjakan makin curam. Truk dan kendaraan umum tersendat-sendat merayapi punggungan jalan. Wajah kota Majalaya tak beda dengan kota-kota kecamatan di sekitarnya. Padat dan riuh. Jalan raya utama dipenuhi motor dan angkutan umum. Di kiri dan kanan jalan berderet toko, bank, dan minimarket. Sementara di pinggiran kota, hamparan sawah mulai tertutupi bangunan pabrik—kebanyakan tekstil—yang terus merambah sampai ke batas kota. Industri tekstil sampai saat ini masih menjadi penunjang ekonomi Majalaya yang terkenal dengan sarungnya itu.

Jarak dari Majalaya ke Bandung hanya tinggal dua puluhan kilometer. Namun, jika ingin kembali ke pusat kota Garut, ambillah jalur Cijapati yang akan berujung di Kadungora. Seperti juga jalur Garut-Paseh, jalur Cijapati-Kadungora-Garut penuh pemandangan alam nan indah.

Dari kejauhan, rumah-rumah di perkampungan yang atapnya berwarna kemerahan mengelompok di tengah hamparan sawah hijau yang berundak-undak. Ketika matahari mulai miring ke barat, desa-desa yang berada di kaki gunung itu digelayuti kabut tipis. (Myrna Ratna)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com