Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pantai Rua, Galu, dan Sepatu

Kompas.com - 26/05/2012, 10:48 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F

Penulis

KOMPAS.com - Sepoi-sepoi angin laut menerpa wajah. Sementara para nelayan baru saja pulang melaut. Di tangan mereka, boks berisi ikan-ikan segar tangkapan hari itu. Gerimis turun, saat saya bertandang ke Pantai Rua yang terletak sekitar 70 kilometer dari Waikabubak, ibu kota Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur.

Bukan berenang atau berjemur yang asyik dilakukan di Pantai Rua, melainkan makan ikan bakar di tepi pantai. Apalagi beli ikan segar yang baru ditangkap, langsung dari nelayan. Cuci ikan di air laut, lalu olah sendiri.

Olesi cukup dengan garam dan jeruk nipis, atau bisa saja diolesi bumbu kecap yang sudah disiapkan dari rumah. Dibakar tanpa bumbu pun tetap sedap karena ikan segar terasa manis tanpa tambahan bumbu. Jangan lupa bawa alat bakar sendiri dari rumah. Kayu bakar bisa dicari di sekitar pantai.

Kelar makan ikan bakar, barulah berenang di laut. Air yang masih jernih dan pantai yang bersih tanpa sampah. Pasir yang putih pun begitu menggoda, ibarat kasur yang enak untuk tempat berjemur.

Makin sore, anak-anak kecil makin ramai datang untuk bermain bola di tepi pantai. Mereka bermain bola tanpa alas kaki. Seakan menikmati butiran pasir di telapak kaki. Salah satunya adalah Galu, bocah laki-laki berusia 8 tahun itu tampak menendang bola tanpa sandal maupun sepatu.

Tak hanya saat bermain bola, ia memang sudah terbiasa berjalan kaki tanpa alas kaki ke mana-mana. Termasuk saat ke sekolah setiap hari. Bukan karena ia tak doyan pakai sepatu, tetapi karena memang ia tak punya sepatu.

"Tidak pernah punya sepatu sekolah," katanya polos, Kamis (15/3/2012).

Saat ditanya apakah Galu mau memiliki sepatu sekolah, ia hanya mengangguk pelan. Pun ketika ditanya apakah jika ia punya sepatu, ia akan memakainya ke sekolah, Galu kembali hanya mengangguk malu-malu.

Galu tinggal di dekat Pantai Rua. Ia sendiri mengaku bersekolah di sebuah sekolah yang dekat dengan rumahnya. Galu beruntung, jaraknya dekat. Cobalah mampir ke Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggarat Timur, terutama di daerah-daerah di luar Waekabubak, ibu kota Sumba Barat.

Ke Sekolah Tanpa Sepatu

Pemandangan rombongan anak-anak kecil berseragam merah-putih tanpa alas kaki menjadi hal lumrah. Tak seperti Galu, banyak dari mereka terbiasa berjalan kaki sejauh tiga kilometer bertelanjang kaki. Seperti diungkapkan Lado Regi Tera, seorang Rato (pemuka adat) dari Kampung Tarung yang berada di Waikabubak, ibu kota Sumba Barat.

Ia menuturkan kondisi parah misalnya sebuah sekolah di dekat Pantai Lailiang. Ia mengungkapkan anak-anak kecil itu harus berjalan kaki selama satu sampai dua jam tanpa alas kaki. Mereka harus menempuh perjalanan lebih dari enam kilometer.

“Bayangkan mereka masih kecil, kaki mereka kecil, jalan kaki bisa paling cepat dua jam,” katanya.

Pun begitu misalnya di Desa Gaura, Kecamatan Lomboya Barat. Di sana, ungkap Rato, anak-anak sekolah bisa sejauh 10 kilometer. Mereka jalan kaki, karena tidak ada akses kendaraan umum.

“Saya sendiri prihatin. Saya bersyukur tinggal di kota. Tapi saat lihat mereka, saya berpikir seandainya anak saya tinggal dan sekolah di sini apa jadinya,” tutur Rato.

Hal tersebut diakui pula Lunga Beby Wadal, pengawas TK dan SD Kecamatan Kota Waekabubak.  Ia mengungkapkan alasan utama anak-anak tak memakai sepatu adalah status ekonomi yang tidak merata.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com