Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perarakan Cheng Ho Bermakna Toleransi

Kompas.com - 12/08/2013, 11:13 WIB
WARGA Kota Semarang dan sekitarnya, Selasa (6/8/2013) sekitar pukul 06.00, memadati tepi Jalan Pamularsih Raya, Kota Semarang, Jawa Tengah. Mereka menyaksikan kirab perayaan Hari Kedatangan Cheng Ho atau Kongco Sam Poo Tay Djien ke Kelenteng Agung Sam Poo Kong. Tahun ini merupakan perayaan ke-608 (1405-2013) sejak Laksamana Cheng Ho (Zheng He) dikisahkan mendarat dan singgah di kawasan Gedong Batu (Simongan), Semarang.

Cheng Ho, laksamana ternama pada masa Dinasti Ming, dipercaya sebagai seorang Muslim asal Yunnan. Kala itu, ia dipercaya memimpin armada laut China mengarungi penjuru dunia sejak 1400 serta memimpin pelayaran armada yang terdiri atas 200 kapal besar dan kecil melintasi Asia dan Afrika selama 28 tahun.

Sebagai penghormatan atas pendaratan di Semarang, diadakanlah kirab yang diawali dari Kelenteng Tay Kak Sie di Gang Lombok. Rute kirab dipilih jalan protokol yang paling dekat, mulai Jalan Pemuda, depan Balaikota Semarang, Jalan Mgr Soegijopranoto, lalu ke Jalan Pamularsih menuju Kelenteng Sam Poo Kong di Simongan.

Kirab berlangsung meriah. Perayaan di Kelenteng Tay Kak Sie dan Kelenteng Sam Poo Kong berlangsung megah pada 5-8 Agustus 2013. Untuk pertama kali, panggung besar di Sam Poo Kong dipergunakan sebagai arena pentas kesenian barongsai, wushu, serta seni dan budaya Tionghoa. Kawasan kelenteng dihiasi dengan patung Cheng Ho setinggi 12,7 meter. Di atas replika kapal Cheng Ho di Gang Lombok juga berlangsung pertunjukan seni.

Kirab adalah puncak perayaan saat umat Tri Dharma mengarak kim sien (patung) duplikat Cheng Ho dari Kelenteng Tay Kak Sie. Arak-arakan dengan berjalan kaki membawa tandu patung Cheng Ho. Peserta lain memanggul patung dua pengawal Cheng Ho. Tandu patung Cheng Ho cukup besar sehingga harus digotong delapan orang. Kirab berlangsung selama hampir dua jam.

Di barisan depan terdapat pembawa bendera Tay Kak Sie dan bendera kebesaran Cheng Ho. Ada pula barisan bhe kun, yaitu mereka yang bernazar. Mereka memakai kostum beraneka macam dengan wajah dirias mirip tokoh Tionghoa masa silam.

Satu-satunya di Indonesia

Warga antusias menyaksikan kirab Cheng Ho karena sangat menarik dan menghibur. Kirab juga diwarnai dengan tarian liong dan barongsai. Perayaan kedatangan Cheng Ho, menurut warga Semarang, Taripin, yang rutin menyaksikan arak-arakan itu, adalah satu satunya di Indonesia. ”Laksamana Cheng Ho seorang pemeluk Islam. Saya juga Muslim. Pada masa Ramadhan ini ingin mendapatkan berkah,” ujar warga Simongan itu.

Sepanjang jalan, banyak warga mendekat ke patung Cheng Ho, menghormat, dan memegang tandu dengan keyakinan mendapatkan berkah. Menurut Ketua Yayasan Kelenteng Tay Kak Sie, Aris Pramadi, yang diharapkan adalah berkah kebaikan dan hidup damai. Perayaan berlangsung setiap tahun pada bulan keenam hari ke-29 Imlek.

Ketua Yayasan Kelenteng Agung Sam Poo Kong, Mulyadi Setiakusuma menambahkan, perayaan kedatangan Cheng Ho diharapkan bisa membanggakan. Selain itu, juga memperkaya khazanah budaya Semarang, sekaligus menjadi tujuan wisata. Perayaan itu bisa menarik wisatawan dari Asia.

Pada malam kesenian menjelang kirab, Kelenteng Sam Poo Kong bernuansa layaknya pertunjukkan opera Shanghai, China. Panggung besar dengan tata cahaya dan puluhan sinar laser memerah-birukan kawasan itu. Pertunjukan barongsai, liong, serta budaya dan penyanyi Tionghoa tidak henti menghibur pengunjung hingga malam.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Warga keturunan Tionghoa mengikuti tradisi peringatan kedatangan Kongco Sam Poo Tay Djien atau dikenal sebagai Cheng Ho di kawasan pecinan Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (6/8/2013). Diperkirakan pada abad XV Laksamana Cheng Ho dengan armada baharinya mengarungi samudra untuk mengunjungi Asia dan Afrika.
Pengamat budaya Tionghoa, Jongkie Tio, menjelaskan, ada makna damai dalam perayaan Cheng Ho. Simbolnya penyalaan lilin setinggi 6,08 meter di Kelenteng Kay Tak Sie yang bisa menyala setahun. Nyala api lilin itu terus menerangi warga Kota Semarang agar tetap damai, sejahtera, dan hidup rukun.

Harapan yang sama dilontarkan Gubernur Jateng terpilih Ganjar Pranowo saat memberikan sambutan pada malam perarakan patung Cheng Ho di Kelenteng Kay Tak Sie. Ia menilai, misi Laksamana ini membawa kedamaian dalam muhibahnya ke negara lain. Misi itu tidak ada pemaksaan, apalagi peperangan, mengartikan bahwa di mana pun kedamaian selalu membawa kebahagiaan hidup.

Jongkie menilai, kirab ke Kelenteng Sam Poo Kong itu juga berarti prosesi pembebasan kesewenangan. Konon ketika itu, Simongan dalam kekuasaan seorang kaya keturunan Yahudi yang menarik biaya tinggi bagi peziarah. Praktik ini menyulitkan warga Tionghoa untuk datang bersembahyang.

”Untuk mengatasinya, dibuatlah duplikat patung Cheng Ho yang ditaruh di Kelenteng Tay Kak Sie. Supaya dapat berkahnya, duplikat patung itu setiap tahun dibawa ke Sam Poo Kong, terus balik lagi ke Tay Kak Sie,” kata Jongkie.

Tahun 1879, tanah Simongan dibeli saudagar Oei Tjie Sien. Warga leluasa mendatangi Kelenteng Sam Poo Kong. (WHO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com