Di dapur toko keripik sanjai Amak Haji, Armadianis (29) menuang irisan tipis ubi kayu yang berwarna sepekat susu putih ke dalam kuali raksasa menggunakan serok sepanjang lebih dari 1 meter. Gelembung panas meriap di permukaan kuali ditingkahi bunyi gemerisik. Harum gorengan mengambang di dapur yang dipadati tungku berkayu bakar dan empat kuali berisi minyak panas.
Begitu singkong tipis berubah kekuningan, Armadianis yang 13 tahun bekerja di dapur itu segera mengangkatnya dengan saringan besi. Saringan besi itu sanggup menampung 5 kg keripik sekaligus. Di sudut lain, beberapa perempuan sibuk memasukkan keripik matang ke dalam plastik-plastik bening yang besarnya dua kali lipat karung beras. Di dapur itu tak ada perlengkapan memasak berukuran normal seperti di dapur rumah umumnya. Semua serba gigantik.
Tangan tak sabar mencomot keripik singkong yang baru selesai ditiriskan minyaknya. Nikmatnya mencicipi sanjai hangat itu. Beberapa kali gigit, keripik yang renyah hancur lebur di mulut dan menyebar kegurihan. Irisan ubi kayu garing, memancing ketagihan.
Keluar dari penggorengan, keripik singkong matangnya merata. Keripik pun tetap sempurna potongannya, tak hancur saat digoreng. ”Itu karena kami pakai ubi kayu daerah Gadut. Jadi, tampilannya bagus,” ujar Roni (25), pengelola toko sanjai itu, menyebut nama sebuah daerah penghasil singkong.
Ubi kayu yang telah dikupas dan dicuci lantas diiris halus dengan beragam bentuk, mulai dari panjang-panjang, kerupuk lidi, bundar, lonjong, hingga kubus. ”Kalau dulu, mengiris singkong pakai pisau dan talenannya, paha kita dialasi kain keras seperti bahan jins supaya tidak terluka. Sekarang sudah pakai mesin pengiris. Bisa diatur ketebalan dan bentuknya,” ujar Armadianis, yang sempat merasakan zaman belum adanya bantuan mesin itu pada akhir tahun 1990-an.
Keripik singkong putih polos itulah yang disebut keripik sanjai. Sebagian keripik ada yang diberi sambal yang terdiri dari campuran cabai, stroberi, gula aren, bawang putih, dan gula putih. Mereka menyebutnya kerupuk cabai. Ada juga yang dilumuri gula saja sebagai keripik manis.
Sanjai Amak Haji nantinya dikirim ke Pasar Bukittinggi. Ada pula pembeli yang mampir langsung ke toko di tepi jalan besar itu. Sebagian pelanggan ialah pengusaha keripik oleh-oleh di kota lain. Mereka membeli dalam bentuk keripik singkong polos untuk kemudian dibumbui sendiri sesuai selera toko oleh-oleh itu. ”Pelanggan saya tidak cuma orang lokal atau dari kota lain, seperti Medan dan Jakarta, tetapi juga banyak orang Malaysia,” ujarnya.
Sementara sanjai berbentuk kubus diborong oleh ibu-ibu rumah tangga atau pengusaha rumah makan sebagai campuran rendang daging. Kerenyahan sanjai membuat santapan rendang yang lembut menjadi ramai di lidah.
Langsung dari kebun
Masih di Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, dapur toko sanjai lain, yakni Toko Uni Yat, tak kalah sibuk. Dapur yang menghadap ke jalan itu mengepulkan aroma keripik hingga ke jalan. Dapur sanjai Uni Yat dalam sehari memasak 500 kg keripik singkong.
Di kios Nurman, belasan karung plastik bening berisi ragam keripik berbahan dasar singkong tertata rapi. Di kios itu, kreasi bumbu bervariasi. Selain dibuat keripik sambal balado, keripik singkong dibuat menarik dengan warna kuning keemasan menggunakan bumbu mengandung kunyit.
Keripik kuning itu, kata Nurman, paling cocok sebagai teman makan bakso atau mi. Untuk penggemar rasa pedas, sanjai dilumuri bumbu cabai, kadang masih berbekas cabai merah kasar sebagai pemancing selera.