Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warung Minang "Tambuah Ciek"

Kompas.com - 03/09/2013, 16:05 WIB
DARI pelosok kampung di Sumatera Barat, warung minang menyebar bagai organisme makhluk hidup. Warung-warung itu berbiak di mana saja, mulai dari Jakarta sampai mancanegara. Setiap saat, "tambuah ciek lai" alias tambah satu lagi.

Tanah Minang seolah pindah ke jalur pantura, Jawa Barat. Begitulah kesan yang kami tangkap ketika menyusuri jalur itu awal Agustus lalu. Betapa tidak, mulai dari perempatan Tol Cikampek-Cikopo hingga Indramayu, lebih dari seratus warung minang berdiri di sisi kiri dan kanan jalur tersebut.

Warung-warung itu sebagian tampil amat dominan. Papan-papan namanya besar-besar seolah hendak menenggelamkan warung jawa, sunda, atau cirebon yang jumlahnya dari tahun ke tahun kian sedikit. Ukuran warungnya pun tergolong raksasa. Tengoklah RM Taman Selera di Losarang, Indramayu, milik Rusdi Safry (48) yang luasnya 4 hektar.

Empat hektar? Ya, 4 hektar! Rusdi bahkan berencana membuat satu lagi warung padang di dekat Pintu Tol Palimanan seluas 7 hektar. Alamak! Warung minang tambuah ciek.

Dengan luas 4 hektar, Taman Selera mirip Terminal Bus Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Kamis malam pukul 23.00, awal musim mudik Lebaran, puluhan bus Sinar Jaya masuk-keluar area parkir rumah makan itu. Setiap mampir, bus-bus memuntahkan puluhan penumpang.

Rusdi mengatakan, setiap malam ada 400-an bus Sinar Jaya yang singgah di warungnya. Pada musim mudik Lebaran, Agustus lalu, setiap bus terisi penuh 60 penumpang. Dengan begitu, Rusdi melayani sekitar 24.000 penumpang sehari semalam. Setengah dari mereka atau 12.000 orang hampir pasti makan besar.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Sajian warung khas Kapau di Pasar Pabukoan, Nagari Kapau, Agam, Sumatera Barat, Rabu (10/7/2013). Nagari Kapau menjadi asal muasal warga pengusaha Warung Kapau yang tersebar luas di pelosok Indonesia.
Satu porsi nasi dan lauk di Taman Selera dibanderol rata-rata Rp 20.000. Jadi, uang yang masuk dari penjualan nasi sebanyak 12.000 porsi setidaknya Rp 240 juta sehari. Belum lagi pemasukan dari penjualan minuman, mi instan, makanan ringan, rokok, hingga pemakaian toilet yang dibanderol Rp 2.000 untuk sekali buang air kecil.

Rusdi adalah generasi kedua pengusaha warung minang asal Nagari Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar, yang menggarap jalur pantura. Pelopornya bernama almarhum Edy Johniwar yang membuka RM Citra Rasa di Indramayu awal tahun 1980-an ketika warung minang di kawasan itu masih bisa dihitung jari. Ketika sukses, Edy membawa sejumlah warga Sumpur untuk bergabung. Salah seorang di antaranya adalah Rusdi yang masih terhitung keponakan Edy.

Rusdi bekerja sekitar tiga tahun di Citra Rasa. Setelah itu, ia memberanikan diri membuka warung minang sendiri tahun 1988. Ketika warung itu sukses, ia membuka pintu lebar-lebar bagi warga sekampung yang ingin bekerja di warungnya. ”Asal mau kerja silakan datang,” katanya.

Saat ini ada 15-20 orang Sumpur yang bekerja di rumah makannya. Sisanya sebanyak 180-an orang berasal dari Indramayu. Dulu, kata Rusdi, ada banyak anak muda Sumpur yang bekerja di RM miliknya. Beberapa di antara mereka memisahkan diri dan menjelma jadi juragan warung minang baru. Salah seorang di antaranya adalah Nedy (42), yang kini berkibar di pantura dengan Singgalang Jaya dan Alam Wisata.

Rusdi mengatakan, sekarang ada 12 warung minang di jalur pantura yang pemiliknya dari Nagari Sumpur, antara lain Rancak Minang, Minang Permai, Sabana Minang, Sinar Minang A dan B, Pesona Minang, dan Permata Minang. ”Kami tak bersaing, justru saling menguatkan. Saya percaya setiap orang punya rezeki sendiri,” ujar Rusdi.

Begitulah, satu warung menetaskan sekian warung atau cabang baru. Jangan kaget jika di pantura ada RM Mitra 1, 2, 3, 4; Siang Malam 1, 2; dan Bagadang 1, 2, 3.

Warung-warung nasi kapau di kawasan Pasar Senen, Jakarta, berbiak dengan cara serupa. Andau, warga Nagari Kapau, Kota Bukittinggi, menceritakan, pada tahun 1977, adiknya, Erni, membuka warung kapau di pasar itu. Setelah usaha itu maju, Andau diajak bergabung. Tahun 1981, satu petak warung Erni berbiak menjadi 14 petak. Beberapa di antaranya dikelola Andau.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Sajian warung khas Kapau di Pasar Pabukoan, Nagari Kapau, Agam, Sumatera Barat, Rabu (10/7). Nagari Kapau menjadi asal muasal warga pengusaha Warung Kapau yang tersebar luas di pelosok Indonesia.
Beberapa tahun belakangan, muncul belasan warung nasi kapau lain di Pasar Senen dan Kramat Raya. ”Tapi, warung kapau Kramat Raya yang dimiliki orang asli Kapau cuma dua. Sisanya milik orang Jawa atau orang Minang dari nagari lain yang pernah bekerja di warung nasi kapau,” kata Andau, yang turun-temurun berdagang nasi mulai dari ayah, mertua, istri, ipar, kakak, adik, anak, hingga menantunya.

Sistem bagi hasil

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com