Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpikat Gunung Tercantik, Terpana Madakaripura

Kompas.com - 13/10/2013, 10:29 WIB
DINGIN menyergap saat malam mulai datang di Pegunungan Bromo, Probolinggo, Jawa Timur, akhir April lalu. Di penghujung kekuatannya, mentari masih mampu menyapukan sinar keemasannya di padang pasir dan menyorot Kawah Bromo. Sungguh tak sabar ingin merambahnya.

Tanpa persiapan sebelumnya, sekelompok wisatawan bersyukur bisa mendapat tempat menginap malam itu di Desa Ngadisari, desa terakhir yang terdekat dengan obyek wisata di Pegunungan Bromo. Buru-buru mereka mencari informasi sewa mobil untuk berkelana dini hari itu.

Agus Rubiantoro (52) suka cita menyambut rezeki di tengah malam itu. Ia memacu Hartop-nya ke arah hotel dan bertemu calon penyewa. ”Kebetulan pas jatuh giliran saya untuk mengantar wisatawan. Harga sewa sama, Rp 600.000 untuk paket lengkap. Kalau untuk ke Panjakan bisa Rp 350.000 saja,” katanya.

Bisnis sewa Hartop di kawasan wisata Gunung Bromo dikelola dengan baik. Saat ini ada 600 unit Hartop dengan kapasitas angkut sampai delapan orang per mobil yang secara bergiliran melayani tamu. Menurut Agus, pamong desa mengatur agar pelayanan Hartop berdasarkan sistem antrean. Siapa pun mencuri kesempatan melayani wisatawan di luar antrean bisa didenda tiga kali dilewati gilirannya.

”Dengan sistem antrean, rezeki jadi merata. Tidak saingan,” kata Agus.

Agus, yang pekerjaan tetapnya adalah petani, mulai tertarik mendapat penghasilan tambahan dari bisnis wisata alam Bromo sejak tahun 1988. Kala itu, ia selaku pemilik dan penyewa kuda untuk berkeliling Bromo. Tak berapa lama, ia banting stir menjadi juru foto langsung jadi. Setelah terkumpul cukup modal, ia membeli Hartop. Kini, sudah dua unit Hartop dimilikinya dan siap disewakan.

Dengan penghasilan dari bertani dan sewa Hartop, hidup Agus dan keluarganya cukup sejahtera. Apa yang dirasakan Agus juga terjadi pada ratusan petani lain di Ngadisari, serta beberapa desa di sekitarnya.

Profesional

Cerita Agus membuat Bromo makin menarik. Di bawah kepemimpinan Kepala Desa Ngadisari Supoyo Taruno Supoharjo Joyo, kawasan wisata di Kecamatan Sukapura ini memang lebih tertata dan makin maju. Wisatawan merasa nyaman, tidak takut ”dikepruk” harga mahal yang tak standar saat menikmati Bromo.

”Bromo yang dikenal sebagai gunung tercantik di dunia sayang jika harus direcoki masalah pengelolaan wisata yang tidak profesional. Di sini, kami berupaya melatih dan menerapkan pelayanan profesional itu meskipun semua tenaganya adalah petani,” kata Supoyo.

Ucapan Supoyo terbukti. Di lereng Gunung Pananjakan, Hartop-hartop pengangkut wisatawan parkir rapi. Warga setempat ataupun pedagang dari luar langsung menawarkan sewa baju hangat lengkap dengan kupluk dan sarung tangan. Patokan harga sewa sama untuk semua pedagang. Jika berminat membeli, berderet pula toko cenderamata di sepanjang lereng menuju puncak Panjakan.

Di sebuah warung, teh hangat, kopi, minuman jahe, dan sepiring pisang goreng panas atau mi rebus ampuh mengusir dingin. Pengeluaran di warung tersebut untuk delapan orang hanya sekitar Rp 50.000.

Di Puncak Pananjakan, sudah ada ratusan orang berdiri menghadap ke arah Kawah Bromo. Detik-detik penantian akhirnya terbayar saat perlahan cahaya menembus kabut menampilkan kawah yang berkilau. Butuh beberapa saat untuk benar-benar menikmati keindahan matahari terbit yang tak berlangsung lama itu. Saat tersadar, semua orang sibuk memotret dirinya dengan kawah sebagai latar belakang.

Perjalanan dilanjutkan dengan Hartop menuju kaki Kawah Bromo melintasi padang pasir. Fasilitas kamar kecil untuk buang hajat dengan ketersediaan air mencukupi dan bersih tersedia di dekat lahan parkir. Dari lokasi parkir, wisatawan bisa meneruskan perjalanan dengan jalan kaki atau menyewa kuda. Untuk sampai ke bibir kawah tetap harus menaiki tangga yang cukup melelahkan. Namun, lagi-lagi semua jerih payah terbayar saat berhasil mencapai bibir kawah dan menikmati pemandangan dahsyat itu.

KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Sejumlah jeep mengantar wisatawan di kawasan wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur, Sabtu (17/12/2011). Setelah sempat sepi wisatawan selama kurang lebih 6 bulan akibat erupsi Gunung Bromo, Pariwisata di kawasan ini kembali hidup. Untuk menyewa jeep wisatawan harus mengeluarkan biaya Rp 450.000.
Sebagai pelengkap, tur dilanjutkan menuju Bukit Teletubbies, bukit-bukit hijau yang mirip dalam serial televisi anak-anak Teletubbies. Sekitar pukul 09.00, perjalanan berakhir di pelataran hotel. Tur wisata yang dimulai sejak sekitar pukul 04.00 itu benar-benar memuaskan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com