Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laut Arafuru dan Mutiara dari Aru

Kompas.com - 19/10/2013, 18:58 WIB
TIMIKA, KOMPAS —  Setelah semalaman bergoyang dilamun ombak, Kapal Navigasi Bima Sakti Utama yang kami tumpangi tiba di Pelabuhan Pomako, Kabupaten Mimika, Papua, Jumat (18/10/2013) siang. Hujan lebat, bintang, dan sinar bulan hampir purnama mengiring Tim Ekspedisi Sabang-Merauke Kompas mengarungi Laut Arafuru selama 22 jam dari Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku.

Cuaca cukup cerah saat kami meninggalkan Dobo, Kamis (17/10/2013) pukul 14.00 WIT. Di tengah perjalanan, hujan lebat mengguyur kami di lautan selama satu jam.

Kami singgah di Pelabuhan Dobo, Kamis pagi. Berburu mutiara berkualitas tinggi dengan harga miring menjadi agenda utama kami selain berkeliling kota Dobo. Maklum, kami sudah mendengar kisah keindahan mutiara Kepulauan Aru sejak singgah di Larat, Maluku Tenggara Barat, tiga hari sebelumnya.

Kami menyewa angkutan kota yang disopiri Alo Jamlean (27), pemain sepak bola profesional yang kini bergabung di Kabupaten Kaimana, Papua Barat. Alo mengantar kami melihat Bandar Udara Gwamar, kompleks perkantoran pemerintahan Kepulauan Aru, gedung DPRD Kepulauan Aru yang meniru kubah gedung MPR/DPR/DPD di Senayan.

Perjalanan mengelilingi Dobo membawa kami ke kampung pelajar, tempat anak dari luar Dobo tinggal selama menuntut ilmu, di Desa Wangel, Kecamatan Pulau-pulau Aru. Lokasinya tak jauh dari Pantai Kora Evar yang menawarkan keindahan empat batu karang dan ”dipagari” pohon kelapa.

Seusai menikmati kelapa muda, kami kembali memburu mutiara. Kepulauan Aru identik dengan mutiara sehingga gugusan kepulauan di Laut Arafuru ini dijuluki ”Nusa Mutiara”.

Rupanya itu tinggal cerita. Pemilik perusahaan mutiara UD Gensus Pearl di Dobo, Benni Retanubun (48), mengatakan, semua mutiara kini merupakan hasil budidaya.

Tokoh pemuda Aru, Karel Labok, mengatakan, sebelum tahun 1990-an warga biasa menyelam ke dasar laut mencari mutiara. Demam mutiara membuat investor masuk ke Aru dan mendirikan puluhan perusahaan budidaya mutiara.

Namun, kata Benni, wabah menyerang pada 1992 sehingga sebagian besar kerang mutiara mati. Kini tersisa tujuh perusahaan kecil dan satu perusahaan besar PT Nusantara Pearl.

Mutiara Aru tetap berkilau meski kini terancam mutiara air tawar asal China yang dijual sepersepuluh dari harga mutiara Aru. (mhf/ham/otw)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com