Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahakam Hulu Hilir Rasa Kutai

Kompas.com - 30/11/2013, 06:47 WIB
MENU serba ikan sudah pasti bukan sebuah pengingkaran di tepian Mahakam. Sungai yang berkelok bagai naga besar dari hulu ke hilir ini menyembunyikan banyak misteri para penghuninya. Puluhan jenis ikan bisa dihidangkan sekaligus di restoran-restoran di sepanjang tepiannya.

Jenis-jenis ikan itu mungkin cuma sebagian kecil dari kekayaan sesungguhnya yang bisa digali dari sungai yang bermuara di kota Samarinda ini. Kita urut dari hulu. Sebuah rumah makan sederhana bernama RM Anggrek, berlokasi di kota Melak, sebuah kota kecamatan, kira-kira 15 kilometer dari Sendawar, ibu kota Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur.

Restoran ini lebih mirip sebuah warung. Kalau tidak ingin menunggu lama, sebaiknya memesan menu lewat telepon terlebih dahulu. Masalahnya, kami buta menu apa yang dihidangkan di restoran ini. Yuyun Diah Setiorini, seorang teman di Kubar, cuma memberi rekomendasi, kalau mau masakan yang segar, harus datang ke RM Anggrek.

Sekitar pukul 19.30 Wita, Anggrek tampak sepi. Ia tidak mirip restoran, cuma rumah biasa yang ruang tengahnya diberi meja dan kursi makan. Mungkin cukup untuk 50 orang. Senin (4/11/2013) malam itulah pertama kalinya kami mencicipi menu khas Kutai. Kami memesan sayur asam udang, sayur asam kepala patin, lais goreng, dan udang sambal goreng. Menu pelengkap lainnya lalapan ditambah tahu dan sayur bening. Sungguh tidak mungkin memesan jelawat bakar, yang sebenarnya menjadi andalan restoran ini.

”Kami sebenarnya sudah mau tutup. Jam segini sudah sepi di Melak,” kata Raudah Tuljanah (39), pemilik, pengelola, dan chef RM Anggrek. Kami diberi kesempatan mengikuti proses memasak di dapur Raudah. Ia mengerjakan seluruh menu yang kami pesan ”cuma” ditemani seorang juru masak lainnya. Bahkan, nasi putih pun baru dimasak, berbarengan dengan meramu menu yang kami pesan.

Setelah hampir dua jam, udang galah berukuran jumbo yang ”diambil” dari Mahakam terhidang. Segera aroma gurih udang berpadu dengan embusan kuah asam. Udara yang sudah menggugah selera makan kami itu harus dilengkapi tatapan mata yang tak lepas dari ikan lais goreng yang renyah.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Hidangan khas Rumah Makan Anggrek di Melak Hulu, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Sayur asam udang cuma diracik dari bumbu kunyit, cabai besar, garam, gula pasir, jeruk nipis, dan tomat. Bumbu serupa juga dipakai untuk meramu kepala patin. Udang sambal goreng pun menggunakan bumbu yang hampir sama, cuma bedanya digoreng atau direbus, berkuah atau kering. Bayangkan, di malam yang mulai pekat lantaran penerangan sangat minim di kota, ini kami duduk di sebuah ruangan yang dipenuhi aroma yang menguar dari masakan khas Kutai. Barangkali setan mencolek dari belakang pun kami tak peduli.

”Bumbunya sederhana, tetapi kelezatan masakan ini keluar dari ikan dan udangnya yang segar. Tiada tanding…,” komentar Rahung Nasution, ”Si Koki Gadungan”, yang menyertai perjalanan kami selama di Kubar.

Kuah dan sungai

Beberapa hari berselang, kami menemukan menu serupa di RM Tepian Pandan di kota Tenggarong dan RM Ramonah di kota kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Kedua rumah makan ini terletak tepat di tepi Sungai Mahakam. Keduanya bahkan membuat semacam dermaga kecil di sisi sungai sebagai tempat bersantap.

Bisa dibayangkan betapa indahnya bersantap di atas sungai sambil memandang lalu-lalang feri dan perahu-perahu tradisional menyeberangi Mahakam yang luas. Aliran air sungai yang deras tentu saja memengaruhi selera kami menyantap menu bernama bertus. Bertus berupa ikan gabus bakar polos lalu ditaburi racikan sambal tomat, cabai, kemiri, bawang merah, bawang putih, dan garam.

Lagi-lagi kami diberi pilihan menu sayur asam udang galah atau sayur asam kepala patin di dua restoran terakhir. Mansursyah, pemilik merangkap juru masak RM Ramonah, menuturkan, ciri khas restoran dengan menu Kutai adalah selalu menggunakan ikan segar dari sungai dan kuah yang terasa asam manis. ”Sayur asam itu tak boleh absen. Asamnya bisa gunakan jeruk nipis, tomat, atau blimbing wuluh,” katanya.

Bahkan, Mansursyah bisa menganggap kuah yang mendominasi menu-menu khas Kutai ibarat air Sungai Mahakam, habitat puluhan jenis ikan yang disantap rakyat setiap hari. ”Seperti dalam mangkuk, ada udang atau ikan, lalu ada kuah. Mungkin begitulah Mahakam memberi kehidupan dan kelezatan. Itu setiap hari…,” katanya.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Suasana Restoran Tepian Pandan yang terletak di tepian Sungai Mahakam.
Pengandaian Mansursyah seperti dibenarkan oleh Arbani, koordinator penyiapan masakan di RM Tepian Pandan Tenggarong. Sebagian besar menu di restoran itu berupa masakan berkuah. ”Selain tentu saja ada yang bakar dan goreng, tetapi kami selalu menyajikan sayur labu atau singkong dipesan atau tidak,” katanya.

Mahakam bagi warga Kutai tak hanya dipandang sebagai jalur transportasi menuju hulu atau hilir. Sungai ini telah memberi denyut kehidupan, setidaknya sejak sejarah mencatat terdapat kerajaan Hindu pertama bernama Kutai (Mulawarman), yang telah mengenal huruf.

Tak berhenti di situ, Mahakam juga larut dalam deretan menu berkuah asam, yang dikonsumsi sehari-hari oleh warga setempat. Menyantap menu-menu berkuah itu, kita seperti melayari Mahakam dengan segala misteri yang terpendam di kedalamannya. (Putu Fajar Arcana dan Lukas Adi Prasetya)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com