Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menggantang Harapan dari Turis China

Kompas.com - 02/12/2013, 15:35 WIB
LAGU ”Rek Ayo Rek” asal Jawa Timur membahana di stan pameran milik Indonesia pada China International Travel Mart (CITM) 2013 di Kunming, Provinsi Yunnan, China. Ia mengiringi tarian kreasi baru yang gemulai dibawakan gadis-gadis peranakan Tionghoa asal Indonesia yang bermukim di China.

Stan pameran Indonesia yang beratapkan rumah adat Toraja tersebut menarik perhatian pengunjung dalam bursa pameran wisata internasional yang diikuti 120 negara pada 24-27 Oktober 2013. Sejumlah tarian tradisional dan kontemporer Tanah Air ditampilkan, di antaranya Tari Jaipong asal Jawa Barat, Tari Rentak Besapih asal Jambi, dan tarian Indang Badindin asal Sumatera Barat.

Panggung Indonesia kian semarak oleh peragaan kostum batik karnaval Solo bertema ”metamorfosis” dan pembuatan tenun batik cual asal Provinsi Bangka Belitung. Pengunjung dari berbagai negara hingga peraga busana adat China tidak melewatkan kesempatan berfoto bersama dengan peraga busana Indonesia dan penari peranakan Tionghoa-Indonesia.

Ketertarikan gadis-gadis peranakan Tionghoa untuk mempelajari ragam tarian Indonesia berangkat dari keinginan untuk mempelajari jejak budaya Tanah Air. Beberapa dari mereka bisa berbahasa Indonesia dan hafal menyanyikan lagu-lagu daerah, seperti lagu Batak ”Sinanggar Tulo” dan lagu Ambon ”Sarinande”.

”Orangtua sering bicara bahwa orang Indonesia itu sopan dan sabar. Makanan Indonesia juga enak, seperti nasi goreng, kari, rendang, dan ikan pepes,” tutur A Fang (22). Ayahnya yang berasal dari Surabaya hijrah ke Guangzhou, China, pada tahun 1960-an.

Kelly (20), gadis peranakan Tionghoa yang masih keturunan Yogyakarta, mengungkapkan hal serupa. ”Bangunan-bangunan Indonesia bagus, banyak rumah tradisional dari kayu, dan pantai yang indah. Hawanya juga enggak dingin,” ujar gadis berkulit sawo matang itu.

Bersama para penari lainnya yang tergabung dalam Sanggar Pelangi, A Fang, Kelly dan kawan-kawan berencana berkunjung ke Indonesia untuk mementaskan beragam tarian Tanah Air pada Desember mendatang di Kota Medan.

Huang Hui Lan (63), perempuan kelahiran Aceh yang merintis Sanggar Pelangi, menuturkan, terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1959 dan persoalan politik ketika itu memaksa keluarganya dan ratusan ribu orang Indonesia keturunan Tionghoa hijrah ke China. Namun, kecintaan terhadap Indonesia tetap melekat sekalipun dirinya bersama keluarganya pindah ke Guangzhou sejak tahun 1966.

Keterikatan batin warga keturunan Tionghoa asal Indonesia juga masih tecermin dari keberadaan Kampung Aceh dan Kampung Jawa di Guangzhou. ”Saya sudah terbiasa ngomong bahasa Jawa. Sebab, di kampung saya masih banyak orang Suroboyo, Solo, Pekalongan, dan Gembong. Kalo ngomong Jowo rosone legi (Kalau bicara bahasa Jawa rasanya manis),” ujar Huang, yang masih fasih berbahasa Indonesia.

Sanggar Pelangi yang dipimpinnya selama hampir 10 tahun merupakan sebuah upaya melestarikan ”rasa Indonesia”. Beragam tarian dan lagu didapat dari kaset-kaset yang beredar di komunitas orang Indonesia di China. Pelatih tari pun didatangkan dari Bogor untuk melatih generasi muda.

”Tarian tidak hanya untuk melestarikan budaya Indonesia, tetapi juga menjadi jembatan kekerabatan Indonesia-Tiongkok,” ungkap Huang yang sudah tujuh kali ”mudik” ke Indonesia.

Terobosan

Munculnya generasi muda keturunan Tionghoa asal Indonesia di China yang memiliki kecintaan dan kedekatan emosional dengan budaya Tanah Air merupakan pintu gerbang pengembangan arus wisata dari China ke Indonesia. Belum lagi, potensi penduduk China dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terus menguat.

Dengan jumlah penduduk China yang kini sebanyak 1,3 miliar orang, arus wisatawan China ke luar negeri terus meningkat setiap tahun, yakni dari 39,22 juta orang pada tahun 2011 menjadi 94 juta orang pada tahun 2012. Namun, dari total wisatawan China yang ke luar negeri, hanya 686.779 orang atau 0,73 persen yang mengunjungi Indonesia pada tahun 2012 dengan kontribusi devisa negara sekitar 715 juta dollar AS atau setara Rp 7,15 triliun.

Saat ini, jumlah wisatawan asal China ke Indonesia menempati peringkat keempat terbesar dari keseluruhan wisatawan mancanegara (wisman), yakni setelah Singapura, Malaysia, dan Australia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com