Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benteng Kuto Besak Bakal Direvitalisasi

Kompas.com - 29/01/2014, 15:02 WIB
PALEMBANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan bakal merevitalisasi Benteng Kuto Besak yang merupakan bangunan bersejarah peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam. Benteng yang dibangun pada abad ke-18 itu selanjutnya akan difungsikan sebagai Pusat Kebudayaan Palembang.

”Desain detailnya sudah jadi, tetapi kami terbuka pada masukan dari berbagai pihak,” kata anggota Tim Persiapan Revitalisasi Benteng Kuto Besak Toni Panggarbesi, Selasa (28/1/2014), di Palembang.

Benteng Kuto Besak yang terletak di tepi Sungai Musi, Palembang, dibangun tahun 1780 pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I. Bangunan itu awalnya difungsikan sebagai keraton Kesultanan Palembang Darussalam. Namun, pada 1821, satu-satunya benteng di Indonesia yang dibangun oleh kaum pribumi itu dikuasai tentara kolonial Hindia Belanda.

Kini, Benteng Kuto Besak dikelola oleh Komando Daerah Militer (Kodam) II/Sriwijaya. Bangunan tersebut dipakai sebagai Kantor Kesehatan Kodam Sriwijaya sekaligus rumah sakit milik lembaga itu. Akibatnya, masyarakat Palembang dan wisatawan tak leluasa menikmati kemegahan benteng itu.

Toni mengatakan, revitalisasi dilakukan secara bertahap dan selesai tiga tahun ke depan. Selain merevitalisasi bangunan lama benteng, pihaknya akan mendirikan bangunan baru di sekitar benteng. Kompleks benteng itu akan menjadi pusat studi budaya Palembang yang dilengkapi dengan museum, galeri seni rupa, dan ruang pertunjukan.

Revitalisasi juga mencakup pengembalian Benteng Kuto Besak sebagai ruang publik. Oleh karenanya, kantor dan rumah sakit milik Kodam Sriwijaya akan direlokasi.

Andy Siswanto, arsitek yang ikut merancang revitaliasi Benteng Kuto Besak, mengatakan, bangunan baru yang didirikan di sekitar benteng akan menyesuaikan dengan arsitektur bangunan lama. ”Karena benteng ini melintasi tiga zaman, bangunan baru yang akan didirikan juga mewakili tiap zaman, yakni masa Kerajaan Palembang, Hindia Belanda, dan setelah kemerdekaan,” katanya. (HRS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com