Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Sunyi dari Salalah ke Nimr

Kompas.com - 14/02/2014, 15:51 WIB
LEWAT tengah malam. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam 30 menit dari Muskat, ibu kota Oman, pesawat kami mendarat di Bandara Udara Salalah. Hawa dingin menyergap begitu menginjakkan kaki di titik persinggahan, Salalah, kota di wilayah Dhofar, di bagian selatan Kesultanan Oman.

Keasrian kota taman dengan deretan pohon-pohon palem itu meruntuhkan gambaran tentang kawasan Timur Tengah yang panas dan gersang. Salalah merupakan surga bagi pencinta alam bebas dan rumah bagi beragam jenis mamalia dan burung langka. Kota ini dikelilingi pegunungan dan tebing di tepi Laut Arab, dengan hamparan pantai berpasir putih dan gelombang laut yang menari pada musim semi abadi kota itu.

Sejarah dan budaya berperan penting dalam menggambarkan kota Salalah. Menurut situs resmi Pemerintah Oman, di kota itu ditemukan sejumlah artefak yang menandai peralihan peradaban yang telah bangkit dan jatuh di tanah itu, termasuk peradaban Al Bilayd antara abad ke-12 dan ke-16. Salah satu kota terbesar kesultanan Oman itu juga memiliki sejumlah situs budaya dan tempat ziarah seperti makam Nabi Ayub dan Nabi Imron.

Sayang kami tak punya banyak waktu untuk menjelajahi seluruh penjuru kota berdaya magis itu, dengan aroma kemenyan di sejumlah tempat. Dari Salalah, kami melanjutkan perjalanan ke Nimr, daerah di dalam wilayah kerja minyak bumi Petroleum Development Oman, perusahaan migas dengan saham mayoritas dimiliki Pemerintah Oman. Nimr berlokasi sekitar 750 kilometer dari Muskat dengan waktu tempuh sekitar 9 jam jika lewat darat.

Menjelang pagi, perjalanan dari Salalah menuju Nimr sepanjang 322 kilometer terasa senyap. Hanya terlihat satu atau dua kendaraan menembus pekat malam. Jalanan yang kami lalui seolah tak berujung. Begitu keluar dari pusat kota, dari kedua sisi jalan terhampar padang gurun yang tandus, hening, dan temaram.

Di tengah perjalanan, kami melintasi pos penjagaan. Beberapa tentara bersenjata senapan laras panjang memeriksa kendaraan yang melintas dan mengecek paspor atau kartu identitas lain para pengendara. "Ini pemeriksaan rutin di area perbatasan. Di sini aman," tutur Mohamed Said Qaitoon, anggota staf Medco berkewarganegaraan Oman.

KOMPAS/EVY RACHMAWATI Makam Nabi Imron.
Memasuki daerah Marmul, sekitar 22 kilometer dari Nimr, kabut tebal menyelimuti jalan. Jarak pandang kurang dari 10 meter. Beberapa truk tronton berhenti di tepi jalan. Kendaraan yang kami tumpangi melaju perlahan. ”Kalau ada badai pasir, harus berhenti dulu karena rawan kecelakaan,” kata Qaitoon sambil mengemudikan mobil.

Kawasan lelaki

Setelah menempuh perjalanan sekitar 4 jam, kami tiba di Nimr, area migas PDO yang berlokasi di kawasan gurun. Debu mengepul ketika sejumlah kendaraan melaju di atas jalan tanah. Nimr dikenal sebagai daerah operasi migas di daratan, dengan cuaca kadang dingin, dan terkadang sangat panas dengan suhu udara mencapai 50 derajat celsius.

Berada di Nimr seolah terdampar di sebuah dunia para lelaki. Daerah tersebut dihuni sekitar 2.000 pria dari sejumlah negara, mereka bekerja di perusahaan-perusahaan kontraktor migas, subkontraktor, serta penyedia makanan dan barang logistik lain. Mereka tinggal di sejumlah permukiman yang dilengkapi fasilitas seperti kolam renang dan lapangan olahraga.

Aneka makanan gratis tersedia bagi para pekerja di permukiman. Jika ingin mencicipi makanan di luar penginapan, beberapa restoran menyediakan makanan ala Oman dan masakan ikan laut. Ketika malam menjelang, para pria tampak memadati tempat makan di daerah itu sambil melepas lelah seusai seharian bekerja.

Saat berkeliling daerah Nimr, ratusan pompa angguk tampak beroperasi di gurun. Di Blok Karim yang dikelola Medco Oman, anak perusahaan PT MedcoEnergi Internasional, sejumlah pekerja mengangkut dan memasang pipa di menara pengeboran (rig). ”Di gurun, orang mudah tersesat. Pernah ada pekerja pengantar makanan tersesat berhari-hari,” tutur Masoud, pekerja asal Oman.

Keindahan di jalan lain

Perjalanan antara Nimr dan Salalah bisa ditempuh lewat jalur lain. Berbeda dengan rute dari Salalah menuju Nimr via Marmul yang didominasi suasana gurun yang muram, rute berbeda melintasi area pegunungan batu, gurun, dan pantai yang indah. Kami pun menjajal rute itu saat perjalanan pulang ke Salalah meski butuh waktu lebih lama dibandingkan dengan rute keberangkatan.

Dari Nimr, mobil yang kami tumpangi melaju ke daerah perbukitan batu cadas di Sowemia. Angin berembus kencang. Kedua sisi jalan diapit tebing batu ketinggian sekitar 15 meter. Sepanjang jalan, hanya ada gurun, perbukitan batu cadas, dan hamparan batu berkelok-kelok di lereng bukit menyerupai aliran sungai. Siang itu pegunungan bermandikan cahaya matahari.

Jalur ini relatif sepi, hanya satu-dua kendaraan melintas dan sejumlah pekerja yang sedang mengerjakan konstruksi jalan. Ketika memasuki daerah Hashik, terdapat permukiman dan beberapa toko dengan arsitektur khas Oman, yakni menyerupai benteng. Di jalur itu juga terdapat warung tenda yang menjual daging kambing yang dibakar di atas bebatuan.

KOMPAS/EVY RACHMAWATI Suasana permukiman di jalur Nimr, Salalah, Oman.
Selain pegunungan batu, jalur itu juga menawarkan keindahan pemandangan laut biru yang tenang dan hamparan pasir putih. Sekawanan unta tampak duduk di atas butiran pasir di pantai, beberapa ekor unta lainnya berjalan bergerombol di jalan aspal sehingga laju kendaraan harus diperlambat. Sejumlah wisatawan memarkir mobil mereka di tepi jalan dan menikmati udara pantai.

Setelah menempuh perjalanan hampir enam jam, pemandangan gurun, gunung batu, dan pantai berganti dengan deretan pohon palem dan taman bunga aneka warna di sepanjang tepi jalan saat memasuki kota Salalah. Berwisata di Oman tak lengkap rasanya jika tidak mencicipi daging unta yang dibakar di atas bebatuan, makanan tradisional negeri itu dihidangkan di atas nampan dan disantap bersama dengan memakai tangan sambil lesehan.

Dengan keragaman pemandangan alam dan nuansa budaya lokal yang unik, negeri kesultanan yang berlokasi di pesisir tenggara Jazirah Arab itu dikenal sebagai ”permata Laut Arab”, dan jadi tujuan wisata masyarakat dari negara-negara tetangga, seperti Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Yaman. Perjalanan antara Salalah dan Nimr membuktikan hal itu. (EVY RACHMAWATI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com