Tahun 2013, Provinsi Bali mencatatkan angka kemiskinan 3,95 persen atau sekitar 162.500 orang dari total penduduk yang mendekati 4 juta jiwa itu. Angka ini memang menurun dalam lima tahun terakhir (5,13 persen atau 181.700 orang pada tahun 2009). Ini merupakan provinsi dengan angka kemiskinan terendah setelah DKI Jakarta.
Namun, bagi Gubernur Bali Made Mangku Pastika, angka itu merupakan aib. Ia pun memajang foto salah satu keluarga termiskin di Bali dan membingkainya besar-besar di salah satu dinding ruang kerjanya.
”Miris rasanya. Bali adalah ’Pulau Surga’. Surga yang mana? Surga, kok, masih banyak warga miskinnya, masih ada yang tidak makan sehari tiga kali, masih ada yang tidak bisa sekolah, masih ada yang sakit-sakitan tak bisa membayar ongkos rumah sakit, masih ada yang rumahnya gubuk reyot. Karena itu, kami masih mengedepankan dan mencari model pemberantasan kemiskinan yang pas dan sesuai dengan masyarakat Bali, agar cepat tercapai kesejahteraannya melalui program Bali Mandara,” tutur Pastika, akhir Februari.
Menurut Pastika, dirinya berharap kabupaten di bagian selatan (Badung, Denpasar, Gianyar) bisa mengontrol gemerlapnya pembangunan yang alasannya mendukung pariwisata. Ia percaya banyak lembaga dan badan yang mengurus pariwisata Bali. Itu sebabnya, ia memilih fokus pada pemberantasan kemiskinan terlebih dahulu karena persoalan Bali masih banyak, seperti alih fungsi lahan dampak pertambahan penduduk.
Bali Mandara merupakan program Bali menuju aman, damai, dan sejahtera yang dekat dengan memberantas kemiskinan, membuka peluang kerja, memperkuat pertanian, hingga meningkatkan pendapatan masyarakat. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mencatat rata-rata pendapatan masyarakat Bali sekitar Rp 20 juta per tahun. Pastika mengatakan, angka ini semu karena masih ada warga yang berpendapatan kurang dari Rp 10 juta per tahun.
”Kami membutuhkan banyak pembangunan. Tidak gampang mempertahankan keindahan yang disebut-sebut ’Pulau Surga’ ini di Bali. Kami mengandalkan pariwisata dan pertanian. Kami kira, kami masih layak untuk meminta agar pemerintah pusat menambah porsi pengembalian dari sumber devisa yang disetorkan sekitar Rp 41 triliun itu. Paling tidak, kami mendapatkan sedikitnya 10 persen atau sekitar Rp 5 triliun,” tutur Pastika.
Mengenai infrastruktur, Bali bisa dikatakan lumayan baik. Apalagi, menjelang perhelatan Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) akhir tahun 2013, pusat begitu mendukung pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol di atas perairan serta jalan underpass.
Pariwisata, lanjutnya, untuk sekarang ini memerlukan usaha kreatif dan ini penting sebagai alternatif bagi wisatawan. Menurut dia, Bali masih memerlukan pemikiran-pemikiran kreatif demi keberlanjutan pariwisata Bali yang memasuki masa jenuh. Beberapa wisatawan menilai obyek yang disajikan Bali masih kurang berwarna.
Karena itu, ia mendukung jika pemerintah pusat mampu membantu pembinaan desa-desa wisata, seperti yang tengah diprogramkan melalui Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. ”Hanya saja, pusat juga harus tetap berkonsultasi dengan pemerintah daerah serta tokoh-tokoh di Bali,” ujar Sendra.
Pastika berharap pemimpin nasional mendatang turut memperhatikan ketimpangan pembangunan di Bali. Ia juga berharap pemerintah pusat membantu pemerintah daerah menuntaskan persoalan ketidakmerataan pembangunan. ”Agar Bali benar-benar menjadi surganya Indonesia dan dunia yang tak hanya semu,” kata Pastika. (Ayu Sulistyowati/Cokorda Yudistira)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.