Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Senja di Kaimana

Kompas.com - 20/03/2014, 09:17 WIB
SELAMAT datang di Kota Senja Indah Kaimana. Seuntai kalimat di baliho raksasa itu menyambut pengunjung di Kabupaten Kaimana, Papua Barat. ”Kota Senja” menyimpan berbagai pesona, mulai dari tebing berhias lukisan purba hingga keragaman hayati bawah laut.

Semburat jingga menghiasi langit biru saat perahu cepat yang membawa Tim Survei Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan menepi di Pantai Kaimana, akhir Februari lalu. Di ufuk barat, mentari meluncur perlahan lalu tenggelam di balik horizon di laut lepas.

Senja indah di Kaimana seperti inilah yang pernah memesona Surni Warkiman sehingga menggubah lagu ”Senja di Kaimana” puluhan tahun silam. Sejak itu, ”Kota Senja” pun disematkan pada kota di pesisir Papua Barat itu.

Lukisan purba

Kaimana terletak di bagian ”leher burung” Pulau Papua. Lokasinya yang berada di sisi barat menghadap Laut Arafuru menyajikan pemandangan senja laut nan elok. Senja Kaimana bisa dinikmati di hampir sepanjang jalan utama kota yang bersisian dengan pantai. Namun, bukan hanya senja yang menjadi pesona Kaimana, menyusuri laut Kaimana dengan pulaunya yang berjumlah 400, pantai molek berpasir putih, hingga peninggalan budaya dari berbagai zaman juga bisa ditemui.

Jajaran bukit karst yang dihiasi puluhan lukisan dinding kuno menyembul dari lautan sekitar Maimai, Teluk Triton, hingga Pulau Namatota. Lukisan berwarna merah itu menggambarkan berbagai bentuk, mulai dari manusia, telapak tangan, ikan, sejenis kadal, bentuk matahari, hingga rahim perempuan. Dinding tebing karst itu ibarat galeri alam yang mengabadikan lukisan dari masa yang telah lama berlalu itu. Sebagian besar lukisan masih dalam kondisi sangat baik dan jelas.

Sulit membayangkan bagaimana lukisan itu dulu ditorehkan. Letaknya berada di tebing terjal, 5-25 meter di atas permukaan laut, yang sulit dijangkau. Beberapa tersembunyi di ceruk berbatu-batu.

Warga setempat tidak mengetahui makna dan asal-usul lukisan itu. Mereka hanya tahu lukisan itu dibuat leluhur ribuan tahun lampau dengan maksud tertentu. Salah satunya lukisan, dua ikan, satu besar dan satu kecil, terletak di perairan yang kerap didatangi paus, lumba-lumba, dan cumi-cumi besar.

Tajudin (26), warga Desa Kayu Merah, yang juga petugas penyuluh lapangan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kaimana, mengatakan, daerah itu adalah jalur migrasi paus byrde dan lumba-lumba. ”Kami hanya meyakini lukisan itu berhubungan dengan makhluk laut, tetapi tidak tahu pasti apa maksudnya,” kata dia.

Meskipun tidak paham maknanya, warga sekitar menghormati torehan itu sebagai peninggalan leluhur mereka. Keyakinan adat melarang mereka berbuat atau bertutur kata tidak sopan di sekitarnya. Keyakinan adat ini turut mengawetkan lukisan itu.

Berdasarkan laporan tim tinjauan lukisan dinding Maimai, lukisan dinding merupakan ciri peradaban zaman epipaleolitik atau zaman batu tua akhir yang berlangsung 12.000-5.000 tahun Sebelum Masehi dan ditemukan di banyak daerah di Asia Tenggara. Selain lukisan kuno, masyarakat di pulau kecil di Kaimana juga menyimpan sejarah kerajaan dari abad ke-18 hingga zaman penjajahan Jepang. Di Pulau Namatota, misalnya, warga merawat kompleks makam dan masjid Raja Namatota. Di Pulau Adi, sekitar tiga jam naik perahu cepat dari Kota Kaimana, terdapat kompleks makam dan masjid Raja Kumisi.

Hingga sekarang, kerajaan itu masih berdiri. Para raja dan raja muda berperan sebagai penjaga adat di tengah masyarakat pesisir Kaimana dan Fakfak.

”Para raja dan raja muda itu berperan mewakili masyarakat terkait hak ulayat, misalnya dengan perusahaan atau pemerintah daerah,” kata Kepala Desa Kayu Merah Mohammad Jen Karafey (38).

Buka sasi

Buka sasi menjadi tradisi masyarakat pesisir Kaimana yang menarik diikuti. Buka sasi artinya membuka laut untuk diambil hasilnya. Peristiwa ini mirip panen raya saat warga berkumpul dan bergembira.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com