Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muliakan Museum

Kompas.com - 25/04/2014, 15:06 WIB
JAKARTA, KOMPAS — Pemangku kepentingan museum-museum di Indonesia memiliki tanggung jawab moral mencari gagasan besar serta formulasi untuk memuliakan museum. Di tengah perubahan gaya hidup masyarakat, misalnya, museum dapat berinteraksi dengan mal hingga bandara.

Ketua Asosiasi Museum Indonesia Supadma Rudana mengatakan, museum merupakan rumah abadi peradaban dan kebudayaan sehingga sepatutnya dijaga dan dimuliakan. Dengan memuliakan museum, kita menghargai kearifan bangsa.

”Pemilik museum itu banyak, pemerintah hingga swadaya masyarakat. Museum swasta lahir secara mandiri karena komitmen pendirinya. Agar bisa satu tujuan, semuanya harus bersama-sama memikirkannya,” kata Supadma, Rabu (23/4/2014). Dia mengatakan, mesti ada gagasan besar menjadikan museum sebagai rumah terakhir warisan seni dan budaya. Pemangku kepentingan museum itu meliputi pemerintah pusat, provinsi, kota atau kabupaten, hingga instansi swasta atau perseorangan.

Pertemuan museum nasional pada Mei tahun ini dianggap menjadi momen yang tepat untuk kembali mendiskusikan gagasan-gagasan pembaruan museum. ”Harus ada formulasi agar tidak ada kesenjangan. Ada museum yang sangat ramai dan ada yang tertinggal,” ujar Supadma.

Berinteraksi dengan mal

Supadma berharap, tahun politik 2014 dapat menjadi tonggak perubahan pandangan mengenai museum. Tahun ini, Indonesia memiliki presiden baru. ”Kami berharap pemimpin bangsa memiliki komitmen yang besar terhadap kebudayaan dan pelestariannya,” paparnya.

KOMPAS.com/NICKY AULIA WIDADIO Museum Thamrin, museum yang menampilkan memorabilia atas pahlawan asal Betawi, Mohammad Husni Thamrin.
Museum sebagai jembatan masa lalu, masa kini, dan masa datang sepatutnya berinteraksi dengan modernitas. Tidak ada salahnya jika museum berinteraksi dengan mal dan bandara. ”Bandara ialah tempat ideal untuk menggaungkan kebudayaan. Di sana, berkumpul banyak orang dari sejumlah daerah dan bangsa. Bagus sekali jika ada cagar budaya di dalamnya,” papar Supadma.

Museum sepertinya sepele, tempat meletakkan benda-benda bersejarah. Namun, di dalamnya terkandung banyak hal mulai filosofi kebudayaan, gagasan besar, kearifan, etika, hingga menyoal fisik seperti arsitektur bangunan. Semua ada di museum. ”Koleksi kita luar biasa banyaknya. Namun, kita lemah dalam manajemen, marketing, dan sumber daya,” ujarnya.

Bagi pengajar Filsafat Universitas Indonesia, Tommy F Awuy, koleksi merupakan modal utama ”Museum yang bagus niscaya karena koleksinya bagus. Kalau museum negara, tergantung dari kepedulian pemerintah untuk mengisinya dengan koleksi-koleksi yang bagus,” katanya. Setelah itu, barulah soal manajemen, perawatan, dan promosi museum.

Pariwisata

Museum menjadi menarik, antara lain, karena koleksinya yang langka, unik, historis, dan melegenda. Untuk itu, perlu kurator dan manajemen promosi yang piawai. ”Museum kita (milik negara) belum memenuhi kriteria. Koleksi dan manajemennya parah. Cerminan minimnya perhatian pemerintah. Koleksi museum tidak bertambah, malah berkurang karena dicuri,” ujar Tommy.

EKA JUNI ARTAWAN Wisatawan asing mendapatkan penjelasan mengenai seluk beluk lontar di Museum Gedong Kirtya, Singaraja, Bali.
Museum juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata. Museum memberikan ruang-ruang kebudayaan untuk berkembang. Untuk itu, museum bisa menjadi pusat kebudayaan. Di sana, dapat dipertunjukkan seni rupa, tari, hingga teater. ”Coba kalau museum bisa seperti Sidney Opera House. Luar biasa. Ini soal komitmen terhadap budaya,” ujar Supadma. (IVV)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com