Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksplorasi Tak Bertepi Masakan Indonesia

Kompas.com - 18/05/2014, 13:48 WIB
TAK perlu segan mengutak-atik khazanah kuliner Indonesia demi menciptakan ragam masakan yang tak hanya nikmat tapi juga berdaya kejut. Dalam jamuan yang digelar ”Life is Sweet” berbagai kejutan manis itu menyapa kesadaran cita rasa kita.

Red Pyramid, nama gedung mungil di bilangan Senopati, Jakarta Selatan, petang itu tengah ditata cantik untuk persiapan jamuan di malam harinya. Di dapur terbuka, para anggota tim masak yang dikelola William Wongso, pegiat kuliner Indonesia, juga tengah sibuk mempersiapkan sajian.

Herman, salah seorang juru masak, tengah membakar irisan-irisan tebal daging wagyu berbentuk bundar satu per satu. Sesekali irisan daging yang montok segar itu dibolak-balik. Permukaan daging yang semula merah beralih rupa menjadi kecoklatan berkilat-kilat oleh olesan minyak zaitun. Asap tipis pun membubung disertai bunyi khas ”nyess”, suara daging terkena panas landasan pembakaran. Ruangan jamuan pun lantas diharumi oleh aroma yang memancing kelenjar saliva bertingkah.

”Ini nanti jadi steak rendang,” kata Herman.

Keterangan singkat Herman itu membuat hasrat bersantap mulai memanas. Sementara, di sudut dapur lainnya, anggota tim pemasak lainnya, Astrid, asyik membentuk serutan buah-buahan seperti nanas, mangga, lobak merah, zukini, dan pir dengan garpu dalam bentuk gulungan mungil yang cantik. Samar-samar tercium aroma asam-asam segar dari wadah besar berisi serutan buah-buahan. Asinan yang diadaptasi dari asinan Jakarta itu akan disajikan sebagai hidangan pembuka.

Setelah petang berganti malam, ruangan jamuan penuh oleh tamu. Para pendiri ”Life is Sweet” yakni Lita Hamzah, Rubiana Fajar, dan Michael Soetantyo, menyambut tamu-tamu mereka satu per satu. William Wongso pun sibuk meladeni sapaan para tamu di sela-sela keasyikannya memotret. Jamuan pun akhirnya dimulai.

KOMPAS/LASTI KURNIA Deconstructed Asinan Jakarta.
Hidangan pembuka disebut sebagai ”Deconstructed Asinan Jakarta” tampil berupa gulungan serutan buah dan sayur, kepiting goreng mungil dalam balutan serutan wortel, udang goreng, irisan timun yang digulung, irisan scallop Hokkaido, dan kuah asam segar berwarna tangerine. Menu yang berakar pada asinan Jakarta ini didekonstruksi unsur-unsurnya dan dipadupadankan dengan bahan lain yang bisa selaras cita rasanya. Sebagai pembuka, selera kita segera terbangkitkan oleh sapaan asam segar dan gurih dari sajian ini.

Tak berapa lama, hadir menu sup berwarna hijau lembut dalam cangkir espresso yang mungil. Dari namanya, yakni Cream of Kenikir Espresso with Pohpohan and Sambal Tempe Tempura, kita bisa segera mendeteksi bahan dasar yang digunakan. Rasanya tak terbayangkan daun kenikir dan pohpohan bisa selezat ini ketika dijadikan sup.

Kenikir biasanya dijadikan urap-urapan, sementara pohpohan biasanya sekadar dilalap. Kedua sayuran ini direbus dahulu kemudian diblender dan dimasak menjadi sup. Penambahan krim pada sup membuat konsistensi sup lebih lembut dan creamy. Ada kenang rasa khas daun kenikir dan pohpohan yang masih terdeteksi di akhir seruputan. Sup kenikir-pohpohan ini sungguh sukses meninggalkan kesan yang positif.

Steak rendang

Pada menu ketiga, intensitas cita rasa rempah menjadi lebih tinggi dengan kehadiran ”Gulai Kepala Ikan Ravioli”. Pasta ravioli khas Italia dikawinkan dengan kuah gulai adalah imajinasi cukup liar. Ravioli berisi ikan kakap merah yang berserat daging lembut. Hidangan ketiga ini seperti menyiapkan indera pengecapan kita untuk menikmati menu steak rendang sebagai sajian utamanya.

KOMPAS/LASTI KURNIA Rendang Wagyu Steak.
Steak rendang kemudian hadir dengan nasi tumpeng mungil beserta ubo rampe seperti sambal kering kentang. Daging wagyu yang telah direndam dalam bumbu rendang semalaman itu terasa gurih dibandingkan steak ala Barat. Tingkat kematangan medium membuat kita bisa menikmati serat-serat dagingnya yang lembut.

Tanpa nasi tumpeng pun, sebenarnya steak ini sudah memuaskan untuk dinikmati secara mandiri. Beberapa tamu terlihat mulai tampak kekenyangan, tetapi tampak masih penasaran melumat sajian ini hingga tandas. Anggur merah Perancis dari Beaujolais Villages menjadi pendamping steak rendang yang disarankan malam itu.

Di segmen penutup, pencuci mulut garapan Michael Soetantyo mengundang antusiasme tersendiri di antara tamu. Sarikayo crème brulee yang lembut dan harum pandan memang layak digandrungi. Begitu pula dengan ”kolak panna” dengan saus kopi. Puding dengan rasa kolak yang manis ini ditingkahi sentilan pahit dari saus kopi. Menikmatinya berselang-seling dengan sarikayo crème brelee terasa amat menyenangkan. ”Saya mau tambah srikayanya ah,” cetus seorang tamu.

Jamuan Pop Up Dining tersebut menjadi salah satu segmen dari rangkaian kegiatan ”Life is Sweet”, lembaga pembelajaran ilmu memasak yang berkonsentrasi pada eksplorasi masakan Indonesia. Jamuan itu dalam rangka memperlihatkan betapa masakan Indonesia membuka ruang pada eksplorasi dan layak diperlakukan serius. ”Ragam kuliner Indonesia sangat kaya, tetapi sayangnya lama-kelamaan bisa kehilangan otentisitasnya kalau kualitasnya tidak terjaga,” kata Lita Hamzah.

KOMPAS/LASTI KURNIA Tim Masak William Wongso menyiapkan sajian.
Menurut Lita, masyarakat urban kelas menengah-atas saat ini cenderung meninggalkan aktivitas memasak dan menyerahkannya kepada pembantu rumah tangga. Makan di luar pun menjadi gaya hidup yang amat meluas. Padahal dengan kebiasaan memasak sendiri, kualitas masakan Indonesia bisa lebih terjaga dan terwarisi ke generasi berikutnya.

”Indonesia seharusnya bisa menjadi food destination, setidaknya di Asia. Di Thailand misalnya, bidang kuliner digarap sangat serius dan terjaga kualitasnya sehingga mendapat kepopuleran yang luas secara global. Kita harusnya juga bisa,” kata Lita.

Makanan memang bagian dari identitas budaya masyarakat. Ketika kita masih bingung memasak masakan lokal yang paling sederhana saja, boleh jadi pertanyaan siapa kita, perlu diajukan. (Sarie Febriane)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com