Dulu, gulali tampil begitu sederhana. Warnanya tak menyolok, cokelat bening karena terbuat dari gula cair seperti karamel. Di Malang, pedagang gulali berseliweran. Tak heran, sebab dulunya pertanian tebu mendominasi di daerah ini.
Saat ini, bisa dibilang jarang menemukan pedagang gulali. Ada beberapa pedagang gulali yang menjajakan dagangan dengan naik sepeda. Dulunya, gulali dibawa dengan cara dipikul. Cara pembuatannya masih tradisional, yaitu dengan memasak gula pasir dengan wajan hingga menjadi karamel.
Salah satu pedagang adalah Munir (65). Memang, sebagian besar pedagang gulali yang tersisa di Malang adalah orang tua. Munir biasa berjualan berkeliling Kota Malang dengan naik sepeda. Gerobakan sepeda miliknya dilengkapi kompor untuk memanaskan gula.
"Ada yang dibentuk sendiri, tapi juga ada yang pakai cetakan," tutur Munir.
Selain itu, gulali yang dijualnya juga berwarna, tak sekadar berwarna cokelat. Gulali menjadi mirip lolipop dengan aneka warna cerah seperti hijau dan merah. Pewarna yang dipakai merupakan pewarna makanan.
Ada salah satu bentuk yang unik yaitu bentuk burung. Jika ditiup di bagian ekor, maka akan berbunyi layaknya peluit. Harga gulali juga variatif mulai dari Rp 2.000 tergantung dari ukuran dan kerumitan dalam membuat bentuk gulali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.