Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkontemplasi di Gunung Parang

Kompas.com - 18/07/2014, 17:29 WIB
PUJI-pujian dan doa menggema di kaki Gunung Parang, gunung batu andesit yang menjulang tinggi di Daerah Aliran Sungai Citarum, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Malam itu langit di sekitar Danau Jatiluhur yang membendung sungai purba itu sangat bersih, indah ditaburi ribuan bintang seperti menyongsong musim kemarau.

Berbagai instrumen musik tradisional khas ritual ruwatan Sunda terus mengalun, mengiringi doa, seraya membentuk harmoni yang serasi dengan indahnya alam dan perairan. Rajah (doa dalam bahasa Sunda) terasa lebih sakral dan sangat hening. Begitu sakralnya seraya melahirkan nilai kontemplatif, yang sangat khidmat dalam mendekatkan diri pada Sang Maha Pencipta.

Itulah sekilas ritual ruwatan tradisional yang digelar Badega (sesepuh pemelihara) Gunung Parang, Rabu (28/5/2014) malam, di Kampung Cihuni, Desa Sukamulya, Kecamatan Tegalwaru, Purwakarta. Ruwatan dipimpin Kepala Badega Gunung Parang Wawan Lukman Hidayat.

Ritual ruwatan yang digelar setiap tahun itu merupakan bentuk syukur dan kontemplasi terhadap Sang Maha Pencipta, yang mereka sebut Gusti Nu Murbeng Alam. Warga merasa terpanggil untuk bisa memelihara dan menjaga keberadaan Gunung Parang dan sejumlah perbukitan di sekitar Waduk Jatiluhur. Sebab, waduk ini selain menghasilkan listrik juga memproduksi minum dan menghasilkan padi untuk bangsa ini.

Dari renungan yang penuh kebulatan menjaga alam itu, menurut Wawan, banyak hal bisa dipetik. Selain untuk memperkuat komitmen, terutama menjaga alam, juga bisa menjadi bagian dari promosi wisata. ”Selama ini Gunung Parang adalah lokasi favorit para pendaki gunung. Jadi, kelestariannya harus terus kita jaga,” ujarnya.

Ruwatan ritual ini sekaligus merupakan sindiran terhadap para pengusaha pertambangan yang selama ini mengeksploitasi gunung-gunung batu dan kapur di daerah sabuk hijau Waduk Jatiluhur. Selama ini warga sekitar hanya bisa ”menonton” penghancuran gunung-gunung batu dan kapur untuk dijadikan berbagai komoditas ekonomi sesaat, seperti batu belah, batu split, atau pasir.

Padahal, Jatiluhur merupakan penggerak pembangkit listrik tenaga air (PLTA) berkapasitas 187,5 megawatt yang menerangi wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta. Sepanjang tahun, Jatiluhur melayani air irigasi seluas 296.000 hektar di Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, dan Indramayu.

Daerah-daerah itu merupakan lumbung padi di Jawa Barat dan nasional. Selain untuk bahan baku air industri, Jatiluhur juga memasok air minum bagi PDAM DKI Jakarta dan PDAM kabupaten/kota sekitar 600 juta meter kubik per tahun. Sebanyak 10 juta warga DKI dan 15 juta warga Jawa Barat air minumnya tergantung dari Jatiluhur.

Tidak menyejahterakan

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengakui, siapa pun yang berusaha hidup dengan mengeksploitasi gunung, mengais rezeki dari membelah batu, dan menghancurkan gunung tanpa memperhatikan keseimbangan alam, terbukti tidak menyejahterakan masyarakat. Dari eksploitasi alam yang terjadi selama ini malah memunculkan lingkungan yang keras, keributan antarwarga, kekurangan air, dan penyebaran penyakit.

Selain itu, jalan-jalan umum yang dilalui angkutan batu dan pasir itu sering rusak karena melebihi tonase. Untuk itu, pihaknya akan mengambil kebijakan menutup izin lokasi penambangan di Kecamatan Sukatani, Tegalwaru, dan Plered yang selama ini menjadi daerah penambangan batu dan pasir.

Sebagai kompensasi, Pemerintah Kabupaten Purwakarta bersedia mengganti sumber pekerjaan warga dengan membuka lahan industri di daerah Sukatani dan Plered. Sebenarnya, lanjut Bupati, pemerintah kabupaten (pemkab) sudah sejak lama menunggu inventarisasi pihak desa di wilayah Tegalwaru dan Sukatani, terutama di Desa Sukamulya, Pasanggrahan, Cisarua, Panyindangan, Sindanglaya, dan Tajur Sindang, di lingkungan Waduk Jatiluhur.

Setelah didata, ribuan onggokan batu milik warga akan dibeli pemkab dengan dana APBD. ”Kami akan beli batu-batu itu sebagai kekayaan alam dan keseimbangan lingkungan, bukan untuk dieksploitasi,” ujar Dedi.

Ini merupakan tugas masyarakat dan Badega Gunung Parang. Ajarkeun ka anak incu urang, kahirupan jeung kahuripannana, sangkan pibeukeuleun hirup kumbuhna kahareup (ajarkan kepada anak cucu sebuah kehidupan yang berkelanjutan).

Seni dan budaya

Ritual ruwatan malam itu memang lebih semarak dibandingkan ruwatan sebelumnya karena dihadiri rombongan Pemkab Purwakarta yang dipimpin Bupati Dedi Mulyadi. Warga di pelosok gunung ini bisa bertatap muka dengan bupati yang selalu berpakaian tradisional Sunda. Dedi hadir membawa rombongan kesenian Sunda, yakni EMKA 9, serta pelawak Ohang dan Aep Bancet.

Rombongan seni Sunda yang disebut Dangiang Galuh Pakuan itu terdiri atas para pelaku seni yang bertugas melestarikan seni dan budaya Sunda. Rombongan seni budaya ini sering berkeliling ke sejumlah daerah di Jawa Barat, termasuk malam itu ke kaki Gunung Parang. Bupati mengapresiasi ruwatan warga sebagai bentuk syukur masyarakat di Gunung Parang itu. ”Ruwatan ini membangun kontemplatif kita dengan alam dan Tuhan,” tutur Dedi.

Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan, daerahnya sangat kaya akan kekhasan seni dan budaya daerah, antara lain tecermin dari kekayaan ragam seni tradisinya. ”Seni tradisi merupakan warisan dari leluhur terdahulu. Sebagai penerusnya, kita wajib melestarikan dan menjaganya,” ujarnya.

Pada puncak acara, komedian Jawa Barat, Ohang, muncul seraya menghibur masyarakat yang hadir. Ohang banyak menyindir para perusak alam yang biasa menghancurkan gunung batu di wilayah ini. Ditemani duet lawaknya, Aep Bancet, mereka kompak memberikan guyonan yang berisi pesan-pesan tentang kearifan dan pelestarian alam.

Semilir angin malam yang berembus mengitari perbukitan menambah asri suasana alam di pinggir perairan Jatiluhur. Semoga keasrian ini menggugah kesadaran para petambang yang kini terus mengeksploitasi pegunungan di sekitar Jatiluhur. Merusak lingkungan Waduk Jatiluhur secara langsung akan merusak masa depan Indonesia. (Dedi Muhtadi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com