Perjalanan menuju danau melewati jurang, di mana batu terbelah, hingga ngarai mengalir, warna jade seolah meleleh menjadi air biru bagaikan permata di antara dua batu raksasa. Mobil kami tak putus berhenti dan menepi. Menyaksikan dengan rasa takjub, namun waswas, karena antara tepian dan jurang, seolah tak ada batas, kaki tergelincir, putuslah sudah kehidupan.
Bulu kuduk saya merinding. Setiap kali menyaksikan keindahan alam, memang rasa magic selalu hadir. Bagi saya, ini adalah cara Tuhan memperlihatkan kekuasaannya dengan rasa seni yang tak seorang pun dapat melakukannya. Kemewahan yang dihadirkan bagi umatnya, secara gratis, kapan saja disajikan bagi yang ingin mengunjunginya. Kecantikan panorama, yang hanya diminta oleh Tuhan, dengan memeliharanya.
Setelah puas menikmati Gorges du Verdon dari ketinggian, waktunya bagi kami menyentuh secara langsung air biru susu tersebut. Kami pun mulai menuju danau, di mana tempat wisata yang menyediakan berbagai fasilitas bagi pengunjung seperti canoe, sepeda perahu, perahu bermesin bisa digunakan.
Sungguh saya kagum dengan kebersihan yang sangat terjaga di tempat wisata ini. Saat tadi mobil kami parkir, tak ada sampah satu pun. Tempat sampah juga dengan mudah ditemukan. Tak ada pedagang kaki lima yang jualan merupakan sudah tak aneh karena memang bukan budaya di sini. Sehingga kebiasaan para pengunjung untuk berpiknik tersedia di sini seperti tempat kecil untuk menikmati liburan, bangku dan meja kayu buat bersantai juga ada.
Saya agak miris kalau melihat keadaan seperti ini, langsung teringat suasana di Tanah Air. Karena moto bersih adalah bagian dari iman, atau moto lainnya selalu terlihat di mana-mana. Sayangnya kesadaran menjaga kebersihan mungkin yang belum terpatri.
Sementara di tempat ini, tak ada satu pun tulisan atau peringatan tentang membuang sampah atau menjaga kebersihan wisata terpampang. Namun kenyamanan, ketertiban dan kebersihan, saya acungkan jempol. Pengunjung merasa ikut memelihara kebersihan dengan tidak membuang sampah sembarangan,
Hari itu, bagi kami yang belum pengalaman menggunakan canoe, dan mengingat usia Bazile, si bungsu yang baru 6 tahun, kami pilih cara paling aman. Sepeda perahu yang kami pilih untuk berempat. Si sulung, Adam, dan suami yang akan menggenjot perahu, saya dan si kecil duduk santai...
Sulit bagi saya menggambarkan secara tulisan warna biru yang saya lihat. Bukan azur tepatnya bukan pula jade. Biru yang tak pernah saya lihat sebelumnya. Seolah warna biru buatan, olahan dari seniman raksasa.
Kami bebas menepi bila melihat pinggiran jurang dengan batu yang unik. Matahari mulai menghilang tertutup oleh awan abu-abu. Saat kami akan menaiki sepeda perahu, petugas sudah mengingatkan jika kemungkinan akan turun hujan dalam waktu kurang dari 1 jam. Petugas meminta kami agar tak terlalu terlena hanyut keasyikan tergoda dengan keindahan Verdon.