Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejuta Rasa dalam Laksa

Kompas.com - 22/09/2014, 12:54 WIB
KELEZATAN suatu masakan sangat bergantung pada bumbu serta cara mengolah dan menyajikannya. Apa pun makanannya dan di mana saja lokasinya, jika masakan itu memang enak pasti dicari orang. Salah satunya laksa. Makanan tradisional yang kaya bumbu dapur ini sangat lezat disantap pada pagi, siang, sore, dan malam. Mi putih yang terendam kuah kuning dan kemerahan ini dijamin menggoda hasrat goyang lidah. Slurp....

Makanan tradisional paduan Tionghoa-Melayu ini terdiri atas mi putih atau soba berukuran seperti lidi. Mi berbahan baku dari beras khusus untuk nasi goreng ini disiram kuah kental dan gurih.

Kekentalan terasa karena menggunakan kacang hijau rebus dan kelapa parut yang disangrai. Kelapa parut sangrai juga berfungsi untuk memberikan rasa gurih. Kuah makin lengkap dan rasa menendang lidah karena paduan bumbu dapur seperti kunyit, jahe, lengkuas, kemiri, bawang merah, bawang putih, dan cabai. Sebagai pelengkap, kuah diberi potongan kentang.

Saat melahapnya, tidak lengkap jika tanpa suwiran atau sepotong daging ayam, hati, ampela, dan telur. Kelezatannya makin lengkap karena di atas laksa bertabur irisan daun kucai, seledri, dan bawang merah goreng.

Kawasan laksa

Di mana hidangan ini bisa dengan mudah ditemui? Datanglah ke Tangerang dan Bogor. Di dua kawasan ini dengan mudah ditemukan pedagang laksa, mulai dari penjual pikulan hingga yang diakomodasi dalam satu area pedagang laksa di Kawasan Kuliner Laksa Tangerang di ujung Jalan Mohammad Yamin, Kelurahan Babakan, Kecamatan Tangerang. Lokasinya dekat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita Tangerang. Dari arah Patung Adipura, pusat kota, melajulah ke arah Jalan Mohammad Yamin.

Di kawasan ini terdapat satu saung memanjang. Saung bertiang bambu dan beratapkan ijuk ini diisi delapan pedagang laksa. Taman hijau yang tertata rapi dengan trotoar yang baik menyempurnakan keindahan dan kenyamanan kawasan itu.

Mampirlah ke kios laksa Kumis Bewok. ”Sudah empat tahun kami berdagang di sini (kawasan kuliner laksa). Sebelumnya, kami hanya berdagang pikulan di sekitar dan depan Lapas. Setelah ditertibkan, pemerintah kota membangun saung sebagai tempat kami berdagang secara resmi,” kata Atin (45), pedagang laksa.

Atin yang sudah 14 tahun berdagang laksa mengatakan, dalam sehari dia bisa menghabiskan 10 kilogram beras untuk laksanya. Untuk 1 kilogram beras menghasilkan 8-10 laksa yang dijual dengan harga Rp 10.000-Rp 16.000 per porsi, tergantung lauk yang dipilih.

Akulturasi Tionghoa

Penulis kuliner, terutama yang berlidah kurang sensitif, pasti kesulitan ketika membagi pengalaman secara proporsional dan obyektif terhadap makanan dan minuman yang dinikmati. Misalnya yang penulis rasakan saat mencicipi laksa di Bogor. Ada empat tempat yang didatangi seminggu ini dengan harapan mendapatkan pengalaman yang cukup utuh tentang laksa yang di Bogor katanya terpengaruh akulturasi keturunan Tionghoa itu.

Penulis merasa lidah kurang sensitif sehingga sulit menggambarkan kelezatan laksa suatu tempat dibandingkan dengan lainnya. Parameter yang lebih jelas adalah perbedaan harga dan wujud lokasi (warung tenda, pedagang kaki lima, atau rumah makan).

Tujuan pertama adalah Resto Bogaria di Jalan Suryakancana. Di sini penulis mencoba seporsi laksa ayam dan segelas es pala dengan total harga berkisar Rp 20.000-Rp 25.000.

Laksa di sini terdiri dari potongan lontong atau ketupat, telur rebus, tahu rebus, daging ayam masak dan disuwir, bihun, taoge, bawang goreng, daun kemangi, serta kuah santan yang kuning dan kental.

Penulis tidak mendapatkan potongan oncom pada kuah laksa itu. Mungkinkah ada udang rebon sehingga laksa ayam ini lebih cenderung ke gaya Betawi? Oh, ternyata tidak. Ini tetap laksa ayam tanpa oncom. Rasanya? Enak. Karena lidah kurang sensitif, bagi penulis cuma ada dua terminologi, enak dan enak!

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com