Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelimutu dalam 4.374 Langkah

Kompas.com - 30/09/2014, 12:53 WIB
PUNCAK Kelimutu adalah titik perenungan. Merenungi ulah sepanjang hidup setelah menempuh sepanjang 4.374 langkah menaiki dan menuruni keindahaannya.

Bagai para pengembara yang penat oleh hiruk-pikuk kota, Kelimutu adalah surga. Memasuki kawasan Taman Nasional Kelimutu, Ende, Nusa Tenggara Timur, kami disambut kicauan burung garugiwa atau bare throat whistler (Pachycephala nudigula). Burung-burung ini bersaut-sautan dari balik hutan di kanan-kiri jalan setapak dan anak tangga yang kami lalui. Burung endemik yang hanya ada di Kelimutu ini sayangnya hanya berani berkicau, tetapi tak cukup punya nyali untuk menampakkan diri. Kami yang penasaran dengan bentuk dan rupanya serta ingin memotretnya hanya dapat menikmati kemerduan suaranya.

Kicauannya mengurangi lelah langkah kami yang harus menapaki ratusan anak tangga di antara jalan setapak menuju puncak Kelimutu. Sinar mentari pagi yang menerobos kabut tipis memunculkan kesan hangat yang menambah suntikan semangat langkah-langkah kecil kami.

Kami telah melangkah sejauh 1,4 kilometer sejak dari lahan parkir. Sekitar 100 meter menjelang puncak Gunung Kelimutu, kami kembali harus menapaki anak tangga. Belasan kera ekor panjang menanti di depan, berharap para pengunjung melempar makanan. Kera-kera ini relatif jinak.

KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ Pelancong menuruni puncak Gunung Kelimutu, Ende, Nusa Tenggara Timur.
Dari puncak Gunung Kelimutu kami dapat dengan jelas melihat warna Danau Ata Mbupu di sisi kiri yang pagi itu berwarna hijau tua. Di sisi kanan, permukaan Danau Nua Muri Koofai yang tenang dan berwarna hijau muda begitu meneduhkan. Di sisi kanan belakang kami tampak danau dengan warna merah kecoklatan.

Warna air danau berubah-ubah sesuai dengan dinamika geo-fisika-kimiawinya. Danau ini terbentuk akibat letusan vulkanik. Letusan terakhir terjadi pada 1968. Diameter setiap danau atau kawah sekitar 580 meter, 520 meter, dan 400 meter.

Cerita rakyat

Markus Raweraja (50), warga yang menjadi pemandu wisata, mengungkapkan, warga sekitar Gunung Kelimutu memegang cerita tentang tiga danau itu. Konon dahulu kala hidup dua orang sakti, yakni Ata Mbupu dan Ata Polo. Ata Mbupu mendalami ilmu putih dan berperilaku bajik kepada sesama. Sebaliknya, Ata Polo adalah penyihir jahat yang kerap memangsa manusia. Namun, keduanya berteman.

KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ Pemandangan dari puncak Gunung Kelimutu.
Suatu hari, datang dua anak bersaudara meminta perlindungan Ata Mbupu karena tak punya lagi ayah-ibu. Ata Polo berniat memangsa kedua anak itu, tetapi dicegah Ata Mbupu. Mereka lantas bertarung. Ketika nyaris kalah, Ata Mbupu mengeluarkan kesaktiannya sehingga menimbulkan gempa. Lalu, ia melesat ke dasar bumi dan hilang. Ata Polo berniat menyusul, tetapi keburu terkubur ke dasar bumi. Begitu juga dengan kedua muda-mudi itu. Di tempat mereka lenyap itu lalu muncul Danau Ata Mbupu, Ata Polo, dan Nuamuri Koofai.

Warga di sekitar Gunung Kelimutu atau Lio Nian Gun percaya bahwa tiga danau yang berada pada ketinggian 1.384 meter di atas permukaan laut itu merupakan tempat para arwah leluhur bersemayam. Bagi orang-orang yang selama hidupnya berbuat kebajikan, arwahnya akan ditempatkan Sang Kuasa di Danau Ata Mbupu, sementara bagi manusia yang meninggal di usia muda akan bersemayam di Danau Nua Muri Koofai. Bagi orang jahat, arwanya berkumpul di Danau Ata Polo.

”Manusia ingin tinggal di Ata Polo, Nua Muri Koofai, atau Ata Mbupu, tergantung dari hidupnya sekarang. Yang jahat berkumpul dengan yang jahat. Yang baik berkumpul dengan yang baik,” kata Sersan Dua Kornelis Bela (42), yang bertugas di Kodim 1602 Ende. Dia juga kerap mengantar tamu menaiki puncak Kelimutu.

KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ Puncak Kelimutu
Kornelis dan Markus percaya arwah yang tinggal di Danau Ata Mbupu atau Nua Muri Koofai dilimpahi kebahagiaan. Adapun arwah-arwah penghuni Ata Polo ditimpa kemalangan sebagai balasan kejahatan sewaktu mereka hidup.

Konservasi

Keelokan alam di sekitar Gunung Kelimutu tak lepas dari kearifan lokal yang terus dipelihara warga hingga kini. Di Taman Nasional Kelimutu terdapat 100 jenis tanaman. Beberapa di antaranya termasuk tanaman langka, seperti jita atau pulai (Alstonia scholaris) dan upe (Timonius timon). Juga terdapat berbagai satwa langka, seperti burung garugiwa tadi. Keunikan burung ini, ia memiliki 22 jenis kicauan. Burung-burung itu bebas hidup dan berkembang biak sebebas babi hutan yang keluar masuk hutan tanpa diganggu warga.

Warga tidak berani mengganggu satwa-satwa itu. Mereka percaya, semua hewan di Taman Nasional Kelimutu merupakan peliharaan Ratu Konde. Dia merupakan pemimpin para nenek moyang Lio yang tinggal di puncak Kelimutu ribuan tahun lalu. Siapa pun yang mengganggu hewan dan tanaman di Kelimutu pasti mendapat balasannya. ”Kalau ada yang berburu, nanti hewan peliharaan di rumah akan mati atau bisa juga keluarganya sakit,” kata Markus.

Mengambil atau menebang pohon berdampak tak kalah serius pada keluarga. Bisa sakit atau meninggal. Kearifan lokal itu sebangun dengan kebijakan pengelola Taman Nasional Kelimutu dalam mengawasi para pengunjung lewat para pemandu wisata yang rata-rata adalah warga lokal. Pengunjung pun dilarang berkemah atau bermalam di kawasan Taman Nasional Kelimutu karena berpotensi merusak alam.

KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ Tangga menuju puncak Gunung Kelimutu.
Kami terbuai dengan keindahan alam Kelimutu dan cerita Markus. Dia lalu menawarkan singkong rebus dan kopi panas seduhan istrinya, Martina Rere (48). ”Ini kopi mantap. Buatan sendiri, tanam sendiri,” kata Martina. Markus dan Martina bahu-membahu berladang. Di sela-sela itu, mereka berjualan makanan dan minuman sembari menjadi pemandu wisata di puncak Kelimutu. Martina tak bohong. Nikmat betul minum kopi panas di puncak Kelimutu yang pagi itu dingin.

Matahari semakin tinggi dan kami memutuskan untuk turun. Meskipun harus menapaki ratusan anak tangga, perjalanan pulang relatif lebih ringan karena menurun. Kami telah melangkah sebanyak 4.374 langkah setara dengan pembakaran 385 kalori. Lumayan. Selain menyehatkan badan, mendaki Gunung Kelimutu juga menyehatkan batin. (Mohammad Hilmi Faiq)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com