Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal Muasal Legenda Rambut Gimbal

Kompas.com - 04/10/2014, 08:45 WIB
ALKISAH, pada zaman dahulu kala seorang putri cantik bernama Sinta Dewi memesona Pangeran Kidang Garungan. Pangeran berniat mempersunting Sinta Dewi. Gayung pun bersambut, Sinta Dewi menerima lamaran Pangeran Kidang. Padahal, Sinta Dewi belum pernah berjumpa dengan pangeran.

Ketika rombongan pangeran tiba di istana Sinta Dewi, terbelalaklah sang putri. Pangeran Kidang bukan pangeran gagah perkasa dan tampan, melainkan seorang pangeran dengan kepala kijang.

Sinta Dewi yang telanjur menerima lamaran itu kecewa. Kalau perempuan zaman modern meminta disediakan rumah dan mobil kepada calon suaminya, Sinta Dewi meminta Pangeran Kidang membuat sebuah sumur. Alasannya, penduduk di kerajaan Sinta Dewi sulit mendapatkan air. Sumur itu harus selesai dalam satu malam saja.

Pangeran Kidang pun menyanggupi permintaan tersebut. Dia lalu menggali sumur. Kidang terus menggali dan menggali. Dari atas bibir sumur, pengawal dan dayang-dayang Sinta Dewi malahan menimbunnya. Pangeran kesal dan marah. Sebelum tewas, dia mengucapkan sumpah bahwa keturunan Sinta Dewi akan berambut gimbal.

Hingga kini masih ditemukan anak-anak berambut gimbal di kawasan Dieng. Rambut gimbal adalah rambut yang tidak dapat disisir sehingga menumpuk tidak terawat.

Umumnya mereka berambut gimbal hingga berusia enam tahun. Uniknya, rambut itu tidak boleh dipotong sebelum si anak menyatakan keinginannya untuk potong rambut.

Seiring dengan keinginan memotong rambut, ada keinginan anak yang unik, misalnya meminta upacara dengan membagikan 2.000 jeruk, atau meminta diambilkan sisa-sisa padi dari sawah tertentu.

Jika orangtua sembarangan memotong rambut gimbal itu tanpa upacara, anak jatuh sakit. Setelah memotong rambut, rambut akan tumbuh normal seperti rambut anak lainnya.

KOMPAS/ANASTASIA JOICE Asap mengepul dari kejauhan.
Setiap bulan Agustus atau bulan Sura dalam kalender Jawa dilakukan upacara pemotongan rambut gimbal massal di pelataran Candi Arjuna. Maklumlah, biaya upacara pemotongan rambut tidak sedikit sehingga biaya akan dihemat dengan memotong rambut beberapa anak sekaligus.

Kawah belerang

Legenda asal muasal rambut gimbal itu menjadi bumbu di tempat wisata kawah Sikidang, Dieng, Jawa Tengah. Kawah Sikidang menjadi salah satu tujuan wisata di Dieng. Waktu berkunjung yang paling nyaman adalah pada pagi hari sebelum matahari meninggi.

Mendekati kawah itu, bau belerang tercium samar-samar. Di tempat parkir sudah ada beberapa anak menawarkan masker dengan harga Rp 1.000. Lumayanlah untuk membantu mengurangi bau belerang tersebut.

Tiket masuk ke kawah Sikidang ini dijual satu paket dengan tempat wisata lain, seperti kompleks Candi Arjuna seharga Rp 10.000 per orang.

Dataran tinggi Dieng terletak di dua kabupaten berbeda, yaitu Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Pengelolaan tempat wisata juga dilakukan oleh dua kabupaten berbeda. Jadi, setelah ke kawah Sikidang, kita tinggal menunjukkan potongan tiket jika ingin masuk ke kawasan Candi Arjuna.

Mulut kawah Sikidang tidak terlalu jauh dari tempat parkir mobil. Jalan setapak yang menghubungkan tempat parkir dengan mulut kawah hanya berupa jalan kecil yang kanan kirinya terdapat lubang kecil dan mengeluarkan asap hangat.

Semakin mendekat ke kawah, bau belerang semakin terasa. Kawah itu tidak terlalu besar, hanya berdiameter sekitar empat meter yang dikelilingi pagar bambu. Air belerang di kawah terus meletup, menguarkan asap tebal.

KOMPAS/ANASTASIA JOICE Beberapa anak muda menghampiri penjual belerang.
Di bibir kawah, ada beberapa orang ibu yang berjualan bongkahan belerang. Satu bongkah belerang dibanderol seharga Rp 10.000. Belerang ini berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit kulit.

Selain berjalan kaki di seputar kawah Sikidang, kita juga dapat menyewa sepeda. Beberapa kios di dekat tempat parkir menyiapkan sepeda mulai dari sepeda anak hingga sepeda dewasa.

Matahari semakin tinggi, kawasan kawah Sikidang terasa semakin panas. Mungkin sepanas dendam Pangeran Kidang Garungan dahulu. (Joice Tauris Santi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com