Yanu, pengelola Wisma Delima di Jalan Jaksa, masih ingat pengalaman beberapa tahun silam. Siang itu, seorang pria berkulit hitam dan berpakaian jas singgah ke hostel Wisma Delima di Jalan Jaksa, Jakarta Pusat. Pria ini menyapa Yanu yang sudah tidak ingat akan pria itu. Rupanya, Yanu dan Wisma Delima merupakan bagian dari memori berkesan bagi pria itu, 25 tahun sebelumnya.
”Wah, saya terkejut. Tidak menyangka dia masih ingat betul saya dan wisma ini. Dia juga ingat kamar tempatnya menginap, perubahan bentuk rumah ini, dan segala detailnya,” kata Yanu, beberapa waktu lalu.
Pria yang tidak diingat namanya itu semula merupakan mahasiswa yang berwisata ala backpacker ke Jakarta. Dia menginap di Wisma Delima. Siapa sangka, tamu itu menjadi pejabat. ”Dia datang dengan pengawalan protokol Kementerian Luar Negeri. Rupanya, pria ini merupakan tamu Wapres Megawati Soekarnoputri,” kata Yanu.
Kunjungan seperti ini menjadi salah satu pengalaman yang dirasakan ”orang lama” di Jalan Jaksa.
Dua kamar
Boy Lawalata, pemilik Wisma Delima, mengatakan, ayahandanya, Nathanael Lawalata, merintis penginapan bagi wisatawan asing tahun 1969. Awalnya, sejumlah tamu asing ingin bermalam di rumah mereka di Jalan Jaksa.
Karena bukan merupakan penginapan profesional, disediakanlah dua kamar untuk tamu asing. Setiap kamar diisi tiga ranjang susun. Tarif awalnya Rp 200 per orang per malam.
”Dulu, Jalan Jaksa belum seperti sekarang. Belum ada aspal. Jalan masih berbatu. Lebarnya hanya cukup untuk satu mobil, belum dua mobil seperti sekarang,” kata Boy.
Wajah berubah
Pada era 1980-an, Jalan Jaksa mencapai kejayaan. Ada sekitar 20 hostel di situ. Sejumlah kafe juga bermunculan. Jalan Jaksa tidak hanya menjadi tempat bagi turis asing, tetapi juga sudah menjadi tempat berkumpul ekspatriat di Jakarta.
Setelah tahun 1998, orang Indonesia mulai melirik Jalan Jaksa sebagai alternatif tempat penginapan. Sebelumnya, lokasi ini tidak dilirik sama sekali oleh pengusaha lokal.
Saat ini, jumlah hostel tersisa 14 saja. Sebagian hostel sudah berpindah tangan ke pemilik modal yang lebih besar. Sejumlah rumah warga dibeli dan dijadikan hotel besar. Sekitar lima tahun terakhir, minimarket yang merangkap restoran mungil mulai beroperasi 24 jam. Akibatnya, kehidupan di Jalan Jaksa ikut berputar 24 jam.
Mulai juga tumbuh tempat laundry kilat untuk melayani kebutuhan turis dengan waktu kunjungan singkat.