Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi Tinggi Ancam Pariwisata Lombok

Kompas.com - 15/10/2014, 16:36 WIB
MATARAM, KOMPAS — Perajin barang cendera mata di Lombok, Nusa Tenggara Barat, mengeluhkan tingginya komisi yang diminta oknum pemandu wisata dan sopir angkutan perjalanan wisata, yang mencapai 50 persen dari total harga jual produk kerajinan yang dibeli wisatawan. Hal ini menjadi ancaman serius bagi citra pariwisata Lombok dan Sumbawa.

Sejumlah perajin dan pemilik toko cendera mata mengatakan itu saat ditemui pekan lalu hingga Senin (13/10/2014) di sentra kerajinan tenun Desa Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, dan Desa Sukarara, Kabupaten Lombok Tengah, serta sentra industri gerabah di Desa Banyumulek, Kabupaten Lombok Barat.

Tingginya komisi untuk oknum pemandu wisata (guide) dan sopir, yang membuat mereka memasang harga tinggi, juga menyakitkan perajin. Selembar kain tenun songket yang mestinya dijual Rp 600.000 harus dijual Rp 1,2 juta. Sekitar 35 persen hingga 50 persen dari harga jual itu diambil oknum pemandu wisata dan sopir angkutan perjalanan wisata.

”Sebelum tamu belanja, guide bilang kepada saya, nanti komisinya 50 persen buat dia,” tutur seorang perajin tenun songket dan pemilik toko kerajinan di Pringgasela. Malah guide tidak segan-segan memarahi bahkan mengancam tidak membawa tamu ke toko cendera mata itu.

Para pemilik toko cendera mata di sentra kerajinan Rungkang Jangkuk, Mataram, juga mengatakan, beberapa kali wisatawan asing merasa diperdaya oknum pemandu wisata.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Penenun songket Desa Sukarara di Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Namun, tidak sedikit pemilik toko cendera mata yang menolak memberi komisi tinggi, terutama yang sudah memiliki pelanggan dan mitra usaha. ”Saya hanya kasih 10 persen sampai 20 persen,” tutur pemilik toko cendera mata di sentra kerajinan ketak Dusun Nyiurbaya Gawah, Desa Batu Mekar, Lombok Barat.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan NTB Imam Maliki mengatakan, permintaan komisi tinggi telah berlangsung lama. Dalam waktu dekat, pihaknya akan mengundang sejumlah kalangan guna mencari solusi terbaik masalah itu.

Hal senada dikatakan Agus Mulyadi, Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) NTB, dan Fauzi, anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia NTB. (RUL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com