Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puerto Rico, Liburan Para Selebritis

Kompas.com - 02/11/2014, 16:00 WIB
SEMENTARA kapal perlahan-lahan merapat ke dermaga, terlihat bandara dengan pesawat-pesawat kecil dalam jumlah banyak diparkir berjejer rapi. Gedung-gedung modern, apartemen mewah, dan hotel-hotel bintang lima teratur berdiri seakan ramah menyambut kami.  

Itulah kota San Juan, Puerto Rico, yang masuk dalam naungan wilayah pemerintahan negara Paman Sam. Kota pulau ini terlihat begitu modern dibanding kota-kota lain di Karibia. Begitu pula luasnya paling besar dibanding pulau-pulau lain yang sudah kami singgahi.

Sejak dari pagi saya sudah memandang Puerto Rico dengan perasaan yang bergelora seakan hendak berjumpa dengan seorang sahabat yang telah lama dikenal tapi belum pernah bertemu. Saya pun sudah menunggu di pinggir kapal sementara Puerto Rico masih berupa  daratan tanpa wajah. Maklumlah d iantara semua tempat di Karibia hanya dialah yang paling saya kenal.

Apalagi setelah melihat pesawat-pesawat kecil yang berderet rapi di bandara.  Yah, langsung memori di benak saya kembali ke adegan-adegan di film action lawas "Miami Vice" yang sangat populer di televisi masa lalu. Bukankah dalam memburu gembong narkoba, sang penjahat banyak yang lari dengan pesawat pribadinya ke wilayah Kepulauan Karibia ini?   Tak heran, begitu banyak jet pribadi di sini. Itu ternyata beneran. Tempat ini juga terkenal sebagai tempat liburan para selebritis.

Kami turun dari kapal tanpa tergesa-gesa. Seperti pelabuhan di manapun saja, selalu ada calo yang menawarkan kendaraan dan sebagainya. Pelabuhan kami kali ini persis di tengah  kota, di seberang jalan adalah hotel bintang lima, Sheraton International.  Di sinilah tempat awak kapal duduk-duduk di kafe membuka internet dari wifi gratis, menghubungi dan berkomunikasi dengan keluarga dan kerabat di ujung dunia sana. Maklum biaya internet di kapal sangat mahal yang dihitung berdasarkan menit. Inilah rahasia kecil yang disampaikan awak kapal warga Indonesia.

Bus yang kami naiki disopiri oleh seorang pria kulit putih setengah baya, paling tua di antara sopir-sopir lainnya, tetapi sangat gesit dan energik.  Katanya dia baru pulang ke kampung halamannya Puerto Rico ini setelah bermukim selama 30 tahun di New York.  Ah, memang banyak orang yang berpikir untuk menghabiskan masa tuanya di kampung halaman, apapun kebangsaannya.  

Ellen Eliawaty Benteng San Juan National Historic Site, Puerto Rico.
Ternyata tempat kami berlabuh adalah kota baru dengan bangunan modern. Seperti di manapun, kota tua selalu menjadi destinasi wajib untuk dikunjungi, begitu pula dengan Puerto Rico ini. Dalam perjalanan ke Old Town, kami melewati jalan-jalan kota yang bersih dengan bangunan-bangunan baru, modern, dan juga gaya kolonial yang masih kokoh terawat dan digunakan.  

Tidak ada yang rusak atau bobrok, malah saya merasa, semakin tua bangunan itu semakin dihargai dan dijaga, bagaikan menghormati orang tuanya. Sepanjang jalan utama terlihat berjejer patung Presiden Amerika Serikat sebesar manusia asli berdiri di pinggir jalan, dari yang pertama hingga yang terkini Presiden Obama.

Ah, ternyata di sini terkenal dengan atraksi Sabung Ayam yang legal sama seperti di Bali.  Kami melewati gedung khusus untuk acara sabung ayam ini yang disebut Cockfights.   Kadang saya berpikir kok di Karibia ini banyak hal yang berhubungan dengan Indonesia atau Melayu, contohnya kami tadi melewati jalan Solo dan di St. Marten saya juga melihat tulisan Pesanggrahan alias Guest House. Pasti ada hubungan budaya yang belum saya ketahui, bikin penasaran juga.

Akhirnya sampailah kami di kota tua yang ditandai dengan bangunan benteng yang masih berdiri kokoh di puncak bukit. Dari jauh kelihatan orang naik turun di sana, kelihatan tinggi sekali. Tternyata kemudian saya pun menjadi salah satu dari mereka. Sesuatu yang dikira sulit tetapi sesudah dijalani tidak juga yah. Saya kembali teringat perjalanan naik gunung ke Tiger’s Nest di Bhutan tahun lalu, serasa masih segar di dalam ingatan betapa beratnya perjalanan itu.  Dibandingkan dengan di sana, ini mah tidak ada apa-apanya, sungguh!

San Juan National Historic Site adalah pusaka Puerto Rico yang sudah di bawah perlindungan Unesco World Heritage. Banyak sekali negeri kecil yang sangat sadar pada pusaka milik bangsanya, mereka melestarikannya dengan segala daya upaya dan mendaftarkannya kepada PBB untuk mendapat perlindungan badan dunia tersebut, yang secara tidak langsung menaikkan harkat dari destinasi wisata itu sendiri dari peringkat lokal menjadi peringkat international.

Columbus yang menemukan pulau di timur Karibia ini di tahun 1493 dan diberi nama San Juan Bautista. Pada masa itu Spanyol harus menjaga pulau ini dari Belanda, Inggris, dan Perancis yang juga ngiler ingin mencaplok pulau tersebut. Maka mereka membuat benteng di atas bukit ditepi laut ini untuk mengawasi musuh-musuhnya.

Pada akhirnya yang menaklukan Spanyol bukanlah ketiga negara tadi, tetapi Amerika  yang secara geografis letaknya memang berdekatan. Jadilah Puerto Rico menjadi salah satu bagian Amerika Serikat dengan dipimpin oleh seorang Gubernur. Secara otomatis warga Puerto Rico berwarga negara Amerika Serikat tetapi mereka tidak boleh mengikuti Pemilihan Presiden karena Kongres menolaknya dengan berbagai alasan. Bahasa Inggris menjadi bahasa resmi di samping bahasa Spanyol.

Ellen Eliawaty Old Town (Kota Tua) San Juan, Puerto Rico.
Boleh dibilang Budaya Spanyol masih kental mewarnai kehidupan masyarakat terutama dalam arsitektur bangunannya di kota tua. Pintunya yang beronamen cantik dan berwarna-warni khas  yang unik menjadi ikon Puerto Rico. Uniknya lagi, hampir semua jendela dan pintunya ditambah teralis, tidak kalah dengan Jakarta.

Di tengah kota adalah alun-alun tempat orang berkumpul yang dilengkapi pula dengan lapak penjual kerajinan tangan atau suvenir. Ada atraksi burung Kakatua khas Karibia yang dikerumuni turis dari Amerika.

Sopir bilang kami mesti mampir di kafe depan alun-alun yang kopinya paling enak se-Puerto Rico, kalau tidak pasti menyesal! Karena penasaran dibilang begitu, jadi kami ke sana.   Kafenya berupa bangunan kuno yang dibiarkan apa adanya. Mejanya kecil dari marmer mirip Kopitiam di Singapura yang sekarang menjamur di Jakarta.  Untuk duduk di sini tidaklah mudah, karena selalu penuh.  

Seorang barista muda mengolah kopi dengan telaten dan saya duduk di dekatnya. Jadi  sebelum si kopi sampai di meja tamu, saya sudah kenyang mencium aromanya yang harum tanpa harus meminumnya. Saya mencoba roti croissant yang ternyata enak sekali, lembut dengan keharuman yang pas. Rekan saya mencoba kopinya dan manggut-manggut sesudahnya. Saya pun mengerti bahwa kopinya pasti enak! Sampai kinipun, kalau temannya   menanyakan apa  kesannya tentang Puerto Rico, dia selalu bilang Kopi Puerto Rico paling enak sedunia sambil mengacungkan jempol!

Kami berjalan kaki pulang ke kapal sambil membayangkan kafe tadi yang ternyata mendapat penghargaan Winner 2013 dari Trip Advisor, pantaslah! Tiba-tiba kapal kami yang tambun sudah di depan mata. Perasaan senang di Puerto Rico kini menjadi kenangan yang akan dibawa pulang.

Sore hari kapal bertolak lagi. Kembali saya melayangkan pandangan. Kalau tadi pagi Puerto Rico makin lama makin besar dan jelas, kini dia semakin jauh dan semakin kecil.  Saya memandang sambil bergumam menyebutkan tempat-tempat yang kami kunjungi tadi. Sampai akhirnya hilang dari pandangan. Selamat tinggal pulau kenangan. (Ellen Eliawaty)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com