Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sambal, Hajat Hidup Banyak Lidah...

Kompas.com - 10/11/2014, 13:44 WIB
BUKAN hanya bumi, air, dan udara yang menguasai hajat hidup orang banyak. Sambal pun kini menguasai hajat hidup banyak lidah. Sambal menjadi bagian hidup orang Indonesia. Tanpa sambal, santap rasanya kurang lengkap.

Gurami kipas, tumis genjer, oncom, dan ayam bumbu tersaji di meja kayu besar di Rumah Makan (RM) Cibiuk Soekarno-Hatta, Bandung, Jawa Barat. Masih ada yang belum datang, dan paling ditunggu Albertus Satrio (33) yang duduk menghadapi hidangan tersebut adalah sambal.

Yang ditunggu pun akhirnya tiba jua: sambal hijau, sambal merah, dan sambal ceurik. Disebut ceurik karena sambal itu bisa membuat mata ceurik alias menangis. Maka, tangan Satrio pun langsung mencomot daging ikan gurami goreng garing dan mencocolkannya pada sambal merah. Ia meringis, tetapi puas.

Belum puas rupanya. Ia pun mencicipi sambal hijau. Kali ini, paduan tomat hijau dan cabai rawit domba di sambal kehijauan itu justru membuatnya tersenyum. ”Pedasnya bikin penasaran,” katanya.

Satrio bukan kali ini saja menikmati sambal cibiuk. Dia juga sudah merasakan sambal cibiuk di daerah asalnya di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Satrio dan istrinya, Ina Rosalina (33), adalah penggila sambal. ”Sambal ampuh menghubungkan beragam makanan dalam satu hidangan. Sambal selalu berhasil menyelamatkan selera makan kami,” kata Ina.

Di RM Cibiuk, selain kepala dapur, juga ada satu orang yang khusus ditugasi mengurus sambal. Pembuatan sambal cukup ”sakral” sehingga tidak bisa ditangani sembarang orang. Hal ini berlaku di seluruh jaringan RM Cibiuk. ”Setidaknya dia sudah setahun belajar membuat sambal dengan pendampingan kepala dapur,” kata Pudin (27), Kepala Dapur RM Cibiuk, Tebet, Jakarta Selatan.

Bukan kebetulan jika pembuat sambal selama ini adalah orang- orang asli dari Cibiuk atau sekitarnya di Garut, asal rumah makan ini. Di sana, sambal asli cibiuk yang dikenal sebagai sambal tomat menjadi santapan yang akrab dengan warga setempat dan kini menjadi buruan para penggila pedas, seperti Satrio dan Ina.

Penelaah sejarah JJ Rizal mengungkapkan, sambal sebenarnya merupakan bahan dasar kegiatan memasak. Membuat sambal sebenarnya tidak ubahnya meramu aneka bumbu. Kepandaian seseorang memasak bisa diukur dari seberapa pintar orang itu membuat sambal.

KOMPAS/PRIYOMBODO Aneka sambal dan lalapan di warung Cibiuk, Garut, Juni 2013.
Menurut Rizal, sambal akrab dengan lidah orang Indonesia. Hampir semua jenis masakan Indonesia diiringi sambal. Misalnya, soto dan rendang biasanya disertai dengan rasa pedas sambal. Di Nusantara pun dikenal berbagai macam sambal yang dipengaruhi bahan-bahan lokal yang khas.

”Sambal itu memperkaya rasa, seperti bumbu. Zaman dulu, kan, orang makan nasi banyak. Hanya dengan sambal sudah cukup (enak). Sambal itu pemberi cita rasa makanan, menjadi identitas makanan,” kata Rizal.

Pembangkit selera

Penikmat sambal yang lain, Melissa Yanur (34), wiraswasta yang tujuh tahun tinggal di Australia, juga mengonsumsi sambal hampir setiap hari. Rupanya sang suami juga penikmat sambal alias pencinta sambal. Setiap kali makan, sambal wajib ada di depan lidah.

Pada masa awal tinggal di Perth, Australia, mereka masih susah mencari sambal yang sudah jadi. ”Akhirnya harus bikin sendiri. Jadi, sambal ala kadarnya,” tutur Melissa.

Bagi mereka, bersantap dengan sambal saat musim dingin enaknya luar biasa. Melissa menyukai sambal dabu-dabu khas Manado, sambal padang, dan sambal terasi atau bajak. Empat sampai lima hari dalam seminggu, mereka pasti makan memakai sambal, terlebih untuk makan malam.

Kebutuhan Melissa akan sambal kini bisa dipenuhi di toko-toko Asia di kota Australia barat itu. Sesekali dia juga mendapat kiriman sambal dari teman yang kebetulan datang ke Perth membawa sambal khas Indonesia dalam kemasan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com