Tapi musim gugur kali ini, berbeda sekali. Hujan boleh dibilang menjadi pengisi tetap keseharian. Hujan deras yang kadang hanya memakan waktu 3 jam, namun kualitasnya berbanding dengan hujan selama 3 hari tanpa berhenti. Membuat air melimpah, meluap. Dan banjir pun terjadi di mana-mana.
Banjir? Masa sih, memang ada banjir di Perancis? Itu kata yang dilontarkan beberapa kerabat ketika saya bercerita jika kota kami di Montpellier dan beberapa kota lainnya di Perancis dibuat lumpuh akibat banjir. Bukan hanya lumpuh, hingga memakan korban. Membuat kerabat dan keluarga kami cemas, was-was dengan keadaan kami yang diberitakan dalam situasi siaga.
Para orang tua yang terjebak mobilnya atau tidak memungkinkan menjemput anak mereka, saling kami bantu. Teman-teman Adam, saya antar ke rumah mereka masing-masing, tentu saja itupun dengan rasa deg-degan karena banyak jalan yang sudah tak mungkin dilewati.
Dan baru kali ini, saya merasakan terkena musibah. Karena apartemen kami yang berada di tengah kota dan sedang direnovasi, gudangnya habis terbenam air. Kami tak sempat menyelamatkan barang-barang mebel yang kami simpan di dalamnya. Tapi untungnya, kejadian banjir kemarin itu dianggap musibah alam. Sehingga pemerintah setempat memberikan kami penggantian bagi kerusakan yang kami alami.
Bravo untuk ketanggapan mereka dengan cepat! Dan memang kejadian kemarin itu, membuat saya merasa beruntung dengan kota Montpellier, karena sangat cepat dan tanggap dalam menghadapi musibah ini.
Dan karena hangatnya masih bisa dirasakan, maka acara ke pantai begitu udara cerah langsung membuat pantai penjadi penuh. Bahkan masih banyak yang berenang, karena air laut yang biasanya sudah membuat menggigil, malah masih saja terasa enak di kaki, yaitu 22-23 derajat.
Drastisnya perubahan alam inilah yang menurut para ahli membuat iklim menjadi tak menentu. Mungkin alam sendiri sudah tak merasa nyaman dengan keadaan saat ini, sehingga protes dengan caranya. Ketika alam merasa diusik, tak heranlah jika manusia lah yang pada akhirnya mendapatkan jeranya...
Memang saya sendiri akui, ketika datang dulu di Montpellier tahun 2000, masih banyak sekali perkebunan anggur yang masih bisa ditemui. Taman-taman liar pun menjadi tempat keseharian para manusia untuk melepas penat. Istilahnya Montpellier 14 tahun yang lalu, hijaunya masih monoton. Kini, perkebunan anggur sudah berganti dengan bangunan menjulang, pusat komersial.
Hal ini yang membuat kami sekeluarga, yang hidup di kota, selalu membutuhkan waktu untuk berlibur menyatu dengan alam. Karena itu, acara menabung untuk plesir sudah menjadi bagian dalam kehidupan kami. Dari mulai kami sebagai orang tua hingga anak, setiap menjelang liburan, sudah mulai mencari tempat mana sekiranya yang akan kami datangi. Semuanya disesuaikan dengan budget tentunya.
Boleh dibilang cara kami berlibur termasuk yang hemat. Dari mulai mencari tempat tinggal hingga soal makanan. Transpor pun jika memungkinkan dengan kendaraan pribadi. Soal makanan, biasanya saya selalu membawa beberapa persediaan penting bagi keluarga. Jadi tak perlu lagi harus jajan atau makan di restoran. Sistim piknik malah lebih disukai anak-anak.
Biasanya kunjungan kami adalah mendatangi kastil-kastil atau taman. Musim gugur, wajah dan karaktek kastil juga taman, bagi saya semakin memesona. Karismanya semakin terlihat, dengan teduhnya udara dan warna-warna pohon yang menguning.
Meskipun sudah masuk ke dalam hutan, saling simpang antara manusia pun jadi biasa. Semuanya tujuannya satu, berburu jamur. Rata-rata membawa keranjang. Buat yang sudah jago dan biasanya, yakin sekali tempat-tempat yang biasanya mereka akan temui tipe jamur yang enak dan mahal jika dibeli di pasar. Tapi harus hati-hati juga dalam berburu jamur. Karena banyak sekali jamur yang bermunculan, bahkan bentuk dan warnanya membuat mata gemas, dan mengira rasanyapun akan enak. Padahal banyak jenis jamur seperti ini justru yang beracun ! Memang disarankan dalam berburu jamur, mengenal dengan baik setiap jenis jamur yang ditemui.
Sudah beberapa tahun ini, kami berempat berburu jamur di awal musim gugur, menjadi agenda tetap. Kedua anak kami, sangat menyukai berjalan dalam hutan, sambil rebutan siapa yang terlebih dahulu menemukan jamur sebagai pemenangnya. Bila sudah dapat, akan kami bersihkan dan setelah dipilah-pilah lalu diiris, kami timbang dan bekukan, sebagai persediaan selama beberapa bulan. Jamur-jamur yang kami temukan sangat lezat. Hanya dengan ditumis dengan minyak zaitun, ataupun dicampur dalam saus daging yang dimasak selama berjam-jam. Soal rasa, hemm... nikmat dan lezat!
Hanya kami akui, tahun ini baru sekali kami bisa menikmati jalan-jalan di hutan berburu jamur. Dan sayangnya, tak seperti biasanya. Lebatnya hujan yang turun, ternyata tak membuat jamur ingin keluar, mereka memilih bersembunyi. Kecewa tentu saja, namun kenikmatan berjalan kaki bersama dalam ribunan pohon. Memasuki hutan, menebak jenis pohon yang kami temui. Dikagetkan oleh bunyi binatang, kumbang dan dibuat menjerit karena berpapasan dengan ular kecil, hal yang bisa menghibur hati, disaat cuaca di musim gugur tahun ini tak terlalu bersahabat.