Kegelisahan itu tampak dari wajah Ryoichi Matsuyama, Presiden Japan National Tourism Organization (JNTO), saat menjadi pembicara kunci dalam acara Kyushu-Asia Media Conference di Fukuoka, November lalu. Dia memberi contoh Tiongkok. Pada tahun 2013, masyarakat Jepang yang mengunjungi Tiongkok sekitar 2,8 juta orang. Sebaliknya, orang Tiongkok yang berkunjung ke Jepang hanya sekitar 1,3 juta orang.
Begitu pula Thailand. Masyarakat Thailand yang mengunjungi Jepang hanya sekitar 400.000 orang, tetapi wisatawan asal Jepang yang berkunjung ke ”Negeri Gajah Putih” itu mencapai 1,55 juta orang. Orang Jepang yang berwisata ke Indonesia mencapai 500.000 orang, sedangkan orang Indonesia yang mengunjungi Jepang hanya sekitar 150.000 orang. Ketidakseimbangan itu terjadi merata di semua negara, terutama di Asia.
Dari sekitar 10 juta wisatawan asing yang berkunjung ke Jepang pada tahun 2013, yang mendominasi adalah masyarakat Korea Selatan sebanyak sekitar 23,7 persen, disusul Taiwan 21,3 persen, Tiongkok 12,7 persen, Amerika Serikat 7,7 persen, Hongkong 7,2 persen, Thailand 4,4 persen, Australia 2,4 persen, Inggris 1,9 persen, Singapura 1,8 persen, Malaysia 1,7 persen, Perancis 1,5 persen, Kananda 1,5 persen, Jerman 1,2 persen, Italia 0,6 persen, Spanyol 0,4 persen, dan negara- negara lain totalnya 10 persen.
Asia terus tumbuh
Matsuyama memaparkan, pada tahun 2000, jumlah wisatawan di dunia masih sekitar 675 juta orang. Namun, tahun 2010 melonjak menjadi 940 juta orang, dan 2011 sebanyak 983 juta orang. Diperkirakan, pada tahun 2020 akan mencapai 1,360 miliar orang.
Yang menarik adalah jumlah wisatawan dari Asia cenderung meningkat. Misalnya, tahun 2000 hanya 16 persen, sedangkan Amerika 19 persen, Eropa 57 persen, dan lainnya 7 persen. Lalu, tahun 2010, wisatawan dari Asia naik menjadi 22 persen, Amerika turun jadi 16 persen, Eropa juga berkurang menjadi 51 persen, dan lainnya 12 persen.
Untuk tahun 2020, wisatawan Asia menjadi 26 persen, Amerika hanya 15 persen, Eropa turun lagi menjadi 45 persen, dan lainnya 14 persen. Pertumbuhan wisatawan yang begitu besar di Asia tidak terlepas dari kehadiran perusahaan penerbangan yang bertarif murah. Hingga tahun 2012, ada 13 perusahaan penerbangan murah di Asia Tenggara dan tujuh perusahaan penerbangan sejenis di India.
Kehadiran perusahaan penerbangan bertarif murah tersebut ikut memicu masyarakat kelas menengah untuk melakukan perjalanan wisata ke negara-negara lain. Terbukti, selama 2005-2011, masyarakat di Asia Tenggara yang melakukan perjalanan wisata keluar dari negara masing-masing meningkat mencapai 8 persen per tahun, Asia Selatan 7,2 persen per tahun. Padahal, pertumbuhan tingkat dunia hanya rata-rata 3,5 persen per tahun.
Rencana Jepang
Untuk mewujudkan target tersebut, pemerintah dan para pelaku usaha di Jepang pun terus melakukan berbagai rencana. Dalam acara pertemuan wartawan se-Asia pada 2-4 Desember 2014 di Fukuoka, misalnya, mereka secara khusus meminta masukan tentang upaya menggiatkan wisata kota.
Selain itu, diundang pula Ong Keng Sen, seorang direktur teater paling produktif di dunia asal Singapura untuk berbagi pengalaman seputar penyelenggaraan festival seni bertaraf internasional.
Keng Sen menyarankan agar festival seni internasional yang ingin digelar di Kyushu atau Jepang pada umumnya harus berkesinambungan setiap tahun sehingga bisa bergema dan menjadi daya tarik bagi masyarakat dunia. Untuk itu, diperlukan persiapan matang, baik organisasi maupun masyarakat dan pihak lainnya.