Selain 15 rumah adat, bangunan adat lainnya yang direvitalisasi adalah 8 Berugak (bale-bale) dan 6 Sambi Geleng (lumbung). Total dana untuk revitalisasi bangunan adat ini Rp 426,1 juta. Pengerjaannya dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat. Berarsitektur tradisional, bahan bangunan rumah dan sarana lainnya berupa kayu, ilalang, bambu, dan bahan lokal yang ramah lingkungan.
Direktur Pembinaan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sri Hartini meresmikan bangunan adat yang telah direvitalisasi tersebut pada Kamis (18/12/2014). Acara itu dihadiri pula oleh Bupati Lombok Utara Djohan Sjamsu.
Sri Hartini mengatakan, tujuan revitalisasi rumah adat tersebut antara lain untuk menghidupkan rasa bangga akan kebudayaan sendiri di tengah gencarnya arus kebudayaan asing. Pada 2013, ada 9 desa adat yang telah direvitalisasi, tahun 2014 sebanyak 15 desa adat di Jawa Barat, Bali, NTB, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan.
”Belum semua rumah selesai dikerjakan karena menurut tradisi kami di sini dalam bulan Muharam dan Safar pantang dikerjakan, tetapi baru boleh dikerjakan pada bulan Maulid (Rabiulawal),” kata Rianom, tokoh adat Bayan.
Djohan Sjamsu menyambut baik upaya revitalisasi desa adat tersebut. Hal itu bisa dijadikan benteng pertahanan adat dan budaya di NTB untuk menekan masuknya pengaruh asing sejalan dengan kemajuan teknologi. (RUL)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.