Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mak Itam Kembali Tak Ikut Berpesta

Kompas.com - 23/01/2015, 16:32 WIB
PERAYAAN hari jadi ke-126 Kota Sawahlunto, Senin (1/12/2014) lalu memang meriah. Namun, tetap saja terasa kurang lengkap. Hal itu karena Mak Itam kembali tak ikut berpesta. Lokomotif Uap yang menjadi ikon kota wisata tambang itu, masih sakit. Ia dibiarkan terkurung sendiri di dalam “kandangnya”.

Senin siang, Zurdawati (46) melangkah pelan melewati jalur rel kereta yang berada di kawasan Museum Kereta Api Sawahlunto. Perempuan itu baru pulang dari acara Makan Bajamba yang merupakan puncak perayaan hari jadi ke-126 Kota Sawahlunto. Di sepanjang jalur yang dilewatinya, beberapa orang yang kelihatan lelah seusai berpesta duduk santai sambil mengobrol satu sama lain.

Ketika tiba di depan museum, Zurdawati berhenti. Perhatiannya berpaling dari jalan di depannya ke sebuah gambar besar pada dinding museum. Gambar itu memperlihatkan seorang laki-laki yang berdiri di atas sebuah lokomotif uap.

“Itu gambar Mak Itam. Lokomotif uap yang jadi kebanggaan kami. Biasanya, kalau Sawahlunto ulang tahun, akan dihidupkan. Terus bolak balik di depan stasiun. Tetapi sejak beberapa tahun ini, tidak lagi. Itu.. Mak Itam sekarang lagi rusak, disimpan di kandang,” tutur perempuan asal Kampung Teleng, Kelurahan Pasar, Kecamatan Lembah Segar itu.

Sebelumnya, memang pada setiap hari jadi Kota Sawahlunto, lokomotif uap yang didatangkan dari Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah tahun 2008 itu menjadi bagian tak terpisahkan. Namun sejak 2013, Mak Itam tak lagi bisa dilihat warga. Rusaknya 12 pipa pemanas membuat tekanan uap yang dihasilkan dari pembakaran batu bara tidak cukup menggerakkan roda lokomotif. Akibatnya, Mak Itam sejak saat itu diistirahatkan di dalam depo.

Suku cadang

Pemerintah Kota Sawahlunto dan pemerhati kereta api memang berharap, bahkan mendesak PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk memperbaiki Mak Itam. Sebagai ikon pariwisata, kerusakan itu berdampak banyaknya pembatalan paket wisata yang ingin ke Sawahlunto untuk sekedar menaiki Mak Itam.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Lokomotif uap Mak Itam menarik gerbong berisi pebalap dan ofisial yang berlaga di Tour de Singkarak 2012 menuju start etape pertama di Sawahlunto di tepian Danau Singkarak, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Minggu (3/6/2012).
Namun, selaku pemilik, PT KAI berkilah bahwa memperbaiki Mak Itam tidak gampang. Executive Vice President Pelestarian dan Arsitektur Design PT KAI Ella Ubaidi kepada Kompas, beberapa waktu lalu mengatakan, mereka tidak tinggal diam dan berupaya mencari suku cadang lokomotif buatan Jerman itu.

“Jika nantinya Mak Itam memang tidak bisa diperbaiki, mungkin lokomotif itu sebaiknya dicagarbudayakan. Namun, kita tetap bisa mencari alternatif lain pengelolaan meski Mak Itam tidak bisa jalan lagi,” kata Ella.

Karena suku cadang tidak juga diperoleh, sekitar dua bulan lalu PT KAI rupanya mengalokasikan anggaran lebih dari Rp 800 juta untuk memperbaiki Mak Itam. Sayang, dana itu tidak kunjung terpakai dan ditarik kembali lantaran tidak ada satu pun pihak yang ikut lelang atau tender.

Senin siang kemarin, Mak Itam terlihat berada di “kandangnya”. Tidak hanya lokomotif itu, tempat istirahatnya pun ikut rusak. Atap depo bagian belakang di sisi kanan jebol. Beberapa bagian atap itu hampir mengenai lokomotif. Memasuki musim penghujan, dikhawatirkan kondisi itu akan semakin parah. Apalagi Sawahlunto termasuk salah satu kota yang rawan bencana termasuk angin badai.

“Kasihan juga melihatnya. Kalau memang Mak Itamnya belum bisa diperbaiki, paling tidak tempatnya dulu. Sayang sekali kalau sudah dibawa jauh-jauh dengan harga yang mahal, tapi dibiarkan terlantar begitu,” kata Suci Irawandi (25), warga Sawahlunto lainnya.

Bagi Suci, tidak hanya dirinya, seluruh warga Sawahlunto sangat merindukan jeritan Mak Itam. Oleh karena itu, dia berharap pihak-pihak yang terkait dengan lokomotif uap seperti PT KAI dan Pemerintah Kota Sawahlunto menemukan solusi tepat sehingga bisa hidup kembali.

Sayangnya, hingga kini pihak-pihak tersebut menemui jalan buntu yang artinya Mak Itam bisa lebih lama lagi rusak.

Saat dikonfirmasi, Asisten II Bidang Administrasi Pembangunan Sawahlunto Mukhsis mengatakan, mereka tetap berharap Mak Itam bisa beroperasi lagi. Sayangnya, mereka tidak bisa berbuat banyak karena Mak Itam merupakan aset PT KAI. Dia pun menyayangkan gagalnya tender perbaikan Mak Itam.

“Sesederhana itu mereka membatalkan tender untuk perbaikan Mak Itam dengan alasan tidak ada yang menawar. Sekarang malah diharapkan dari APBD Sawahlunto. Sayangnya itu tidak bisa dilakukan karena APBD 2015 sudah diketok dan tidak ada anggaran untuk perbaikan Mak Itam di dalamnya. Kami mungkin bisa mengupayakan di APBD perubahan 2015, tapi itu pun tidak mudah,” kata Mukhsis.

KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Kereta api wisata bertenaga batubara, Mak Itam, dipakai untuk membawa pebalap sepeda menuju ke lokasi start etape 6A Tour de Singkarak 2011 Sawahlunto menuju Istano Basa Pagaruyung, Sumatera Barat, Sabtu (11/6/2011).
Vice President PT KAI Divisi Regional II Sumatera Barat Zulkarnain mengatakan, tender perbaikan Mak Itam memang tidak dilanjutkan dan dana ditarik kembali. Menurut dia, terbatasnya tenaga ahli yang kini masih ada di Ambarawa mengerjakan lokomotif uap lainnya, membuat pihak Ambarawa juga tidak ikut mengambil tender itu.

“Dengan begitu, mungkin tahun depan akan diusahakan kembali anggaran untuk perbaikan Mak Itam,” kata Zulkarnain.

Sekretaris Jenderal Masyarakat Peduli Kereta Api Sumbar Yulnofrins Napilus semua pihak harus bertemu dan membahas kembali soal itu. Jika tidak, Mak Itam tidak akan kunjung diperbaiki dan justru akan semakin rusak di deponya. Bersamaan dengan itu, perayaan hari jadi Sawahlunto tetap akan terasa tak lengkap karena ia kehilangan ikonnya. (Ismail Zakaria)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com