Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mudik untuk Ritual Perang Pasukan Berkuda

Kompas.com - 24/01/2015, 15:10 WIB
PADA hari Pasola, kuda-kuda dari berbagai kampung dikumpulkan di arena untuk ikut Pasola. Para penunggangnya, hari itu, melengkapi pakaiannya dengan kain tenun hinggi kombu yang diikatkan pada pinggul dan ikat kepala yang disebut hinggi kaworu.

Pasukan berkuda ini berkumpul dalam dua kubu. Ritual Pasola dimulai setelah Kuda Nyale milik Rato (ketua adat) dan Kuda Haloto (kuda patroli) memasuki arena. Begitu kedua kuda ini menempati posisinya di pinggir lapangan sebagai pengamat, kuda-kuda Pasola langsung bergerak untuk terjun di medan laga.

Para penunggang kuda memberi aba-aba kudanya untuk berlari kencang. Dengan keterampilan melempar sola, para penunggang kuda mencoba menyerang lawan dengan menghujamkan solanya ke arah lawan.

Dalam perang Pasola, tongkat-tongkat kayu akan beterbangan mengarah kepada sasaran. Tak jarang tongkat kayu yang melesat ke arah seseorang berhasil ditangkis dan dipatahkan. Suara derap kaki kuda dan tongkat kayu beradu membuat acara ini makin seru.

Setiap pemain Pasola tidak hanya memikirkan bagaimana menyerang lawan. Sambil mengincar kelemahan lawan, mereka juga harus waspada terhadap serangan lawan yang bisa datang tiba-tiba. Lengah sedetik,  sebatang sola bisa melukai tubuhnya atau merobohkan kudanya.

Pasola sendiri adalah ritual perang adat masyarakat Sumba, Nusa Tenggara Timur. Ritual perang adat ini dilakukan di atas kuda yang sedang berlari dengan menggunakan senjata tongkat kayu yang disebut sola. Sola dalam bahasa Sumba adalah tongkat kayu yang digunakan untuk mengendalikan kuda. Sehingga “pasola” berarti perang sola yang dilakukan sambil berkuda.

Tidak Ada Kalah-Menang

Inti perang Pasola adalah melempar dan menangkis sola. Siapa yang akan diserang dan kapan harus menyerang lawan, terserah pada masing-masing peserta. Tidak ada yang memerintah. Juga, tidak ada yang memimpin.

Meski berperang, dalam Pasola, tidak ada yang kalah dan yang menang. Pasola adalah ritual perang adat. Bukan perang sungguhan atau pun pertandingan. Bahkan, peserta bebas memilih kubu mana yang ia akan ikuti.

AFP PHOTO / ROMEO GACAD Seekor kuda berada di area penyelenggaraan tradisi Pasola di Desa Ratenggaro, Sumba, NTT, 22 Maret 2014.
Setiap kubu, jumlahnya tidak harus sama dan seimbang.  Andaikan saja kubu lawan jumlahnya ada 100, sedangkan kubu lain jumlahnya hanya 5; kubu yang jumlahnya kecil pun tak bakal gentar menghadapi lawan.

Peserta boleh melampiaskan dendam pribadi maupun kelompok pada orang yang dibencinya. Terluka dan terpelanting dari kuda itu hal yang sangat biasa. Bahkan, seandainya terjadi hal terburuk sekali pun, mereka tidak boleh menuntut secara hukum.

Usai Pasola, rasa dendam harus selesai. Mereka percaya, dengan melampiaskan dendam, berarti ia telah membuang sifat-sifat buruk di dalam hatinya.

Oleh sebab itu, ritual Pasola menjadi ritual rujuk kembali bagi orang atau kelompok yang bermusuhan. Dengan hidup tanpa dendam, mereka bisa kembali bekerjasama dan saling membantu.

Saatnya Mudik

Pasola itu merupakan salah satu ritual adat dalam kepercayaan Marapu. Marapu adalah agama lokal yang masih dianut oleh sebagian masyarakat Sumba bagian barat.

Bagi masyarakat adat, Hari Pasola dianggap sebagai hari raya tahun baru adat Marapu . Oleh sebab itu, pada Hari Pasola orang-orang pada mudik ke kampung adat untuk berkumpul dengan keluarga besar di rumah besar Uma Bokulu, melakukan ziarah ke Watu Rate atau makam leluhur, dan mengikuti ritual mencari nyale (sejenis cacing laut).

Pada Hari Pasola, kampung-kampung adat yang pada hari-hari biasa sepi, hari itu ramai sekali. Setiap rumah besar tempat keluarga besar berkumpul menyelenggarakan pesta adat dengan memotong banyak ayam atau babi. Pada Hari Pasola, tamu yang datang pun wajib dijamu. Itulah keunikan adat Sumba. Tertarik menyaksikan Pasola di Sumba?

Pasola diadakan satu minggu setelah bulan purnama di bulan Februari atau Maret. Di daerah Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya, berikut jadwalnya, Desa Homba Kalayo (10 Februari 2015), Desa Bondo Kawango ( 13 Februari 2015), Desa Rara Winyo (14 Februari 2015). Sedangkan di Kecamatan Kodi Balaghar:  Desa Maliti Bondo Ate ( 11 Maret 2015), Desa Wai Ha (13 Maret 2015), Wainyapu ( 14 Maret 2015).

(Sigit Wahyu)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com