Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menapak Jejak Kesuksesan Indonesia di Museum KAA

Kompas.com - 27/01/2015, 18:11 WIB

BANDUNG tidak hanya identik dengan wisata kuliner, alam dan belanja. Kota terbesar di Jawa Barat itu juga memiliki banyak tempat bersejarah yang agaknya cukup menarik dan mendidik untuk dijadikan tujuan wisata.

Salah satunya adalah Museum Konferensi Asia Afrika (KAA). Museum yang terletak hanya beberapa puluh meter dari Alun-Alun Bandung ini berada di Gedung Merdeka.

Dari alun-alun kota, mereka yang hendak ke museum yang berlokasi di dalam sebuah gedung yang dibangun pada 1922 oleh arsitek Van Gallen & C.P.W. Schoemaker itu harus menyeberang jalan melalui jembatan penyeberangan untuk menghindari lalu lalang kendaraan di ruas Jalan Asia Afrika yang ramai.

Setelah tiba di seberang jalan, lalu berjalan kaki lagi lurus di sepanjang trotoar sampai tiba di depan pintu masuk gedung yang di zaman Kolonial Belanda bernama "Societeit Concordia" dan di era pemerintahan Presiden Soekarno pernah menjadi Gedung MPRS ini.

Sebelum menaiki tangga di depan pintu masuk gedung yang berada di Jalan Asia Afrika No.65 ini, terpampang papan pengumuman waktu kunjungan dimana museum ini dibuka Selasa sampai Kamis dari pukul 08.00-16.00 WIB sedangkan Jumat pukul 14.00-16.00 WIB dan Sabtu-Minggu pukul 09.00-16.00 WIB.

Dengan kata lain, museum yang dilengkapi ruang pameran tetap, diorama, perpustakaan dan audio visual serta menfasilitasi riset bagi kalangan peneliti dalam dan luar negeri ini tutup pada Senin dan hari-hari libur nasional.

Saat Antara berkunjung ke museum ini Rabu (21/1/2015) pagi, seorang petugas keamanan gedung (satpam) membukakan pintu dan lalu mengarahkan setiap pengunjung ke meja registrasi yang berada di sisi kiri.

Di meja registrasi para pengunjung itu, Elda Tartilla yang sehari-hari bertugas sebagai pemandu museum dengan ramah melayani para pengunjung. Di antara mereka yang pada hari itu datang berkunjung adalah Imas Shohifah Ali, wali kelas 6 SD Babakan Ciparai, Jalan Caringin, Kota Bandung.

Ibu guru berkerudung ini mendampingi 26 orang muridnya untuk mengikuti program ekskursi bertema sejarah KAA sebagai bagian dari pelajaran IPS selama satu jam di museum yang berdiri sejak 24 April 1980 itu.

Elda Tartilla pun meminta 26 anak-anak SD yang datang dengan berseragam putih-merah itu untuk duduk di lantai persis di depan patung Bung Karno yang sedang berpidato di konferensi yang pada 18 April 1955 diikuti para delegasi dari 29 negara itu.

"Adik-adik, untuk apa museum didirikan?" tanya Elda kepada para pelajar SD Babakan Ciparai itu. Dia pun menjelaskan sejarah pendirian, peran dan fungsi serta koleksi-koleksi yang ada di museum ini dalam bahasa yang mudah dimengerti anak-anak.

Menurut Elda, museum yang dilengkapi koleksi benda-benda tiga dimensi yang menggambarkan suasana sidang pembukaan konferensi itu tidak hanya dikunjungi kalangan pelajar dan mahasiswa serta peneliti tetapi juga wisatawan asing.

"Pada setiap hari kunjungan, selalu ada tamu asing," katanya.

Bagi turis Belanda, yang menjadi fokus mereka umumnya adalah bangunannya sedangkan para tamu dari Tiongkok tertarik ke Museum KAA karena sosok Chou En-Lai (Zhou Enlai), Perdana Menteri Tiongkok yang hadir di perlehatan yang menghasilkan Dasa Sila Bandung itu.

"Adapun fokus para pengunjung asal Amerika Serikat, Jepang maupun negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam lebih melihat aspek sejarahnya," kata Elda menjelaskan tentang perbedaan karakteristik para pengunjung asing dari pengalaman memandu mereka.

Halaman:
Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com