Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wayang Gendut, Kreasi Humor yang Menjebol Pakem

Kompas.com - 01/02/2015, 13:04 WIB
GELAK tawa penonton meledak sejak pertunjukan dimulai. Inilah pentas wayang gendut, kreasi seniman muda Dwi ”Gendut” Suryanto, yang penuh humor dan menjebol pakem.

Dwi alias Gendut mementaskan wayang gendut dengan lakon Wisanggeni Lahir di Balai Soedjatmoko, Solo, Jawa Tengah, Jumat (23/1/2015) malam. Wayang gendut adalah wayang kulit yang diiringi musik aneka rupa. Dalam pementasan pernah diiringi keroncong, gamelan, rebana, atau perpaduan gamelan dan keroncong. Kisahnya mengambil kisah Mahabarata atau mencuplik epos Ramayana.

Pentas pada malam itu menyajikan iringan musik perpaduan keroncong dan gamelan yang digawangi Komunitas Dasanama. Hanya beberapa perangkat gamelan yang disajikan, seperti gambang dan gender dipadu gitar listrik, ukulele, saksofon, dan seruling. Sejak awal, wayang gendut depenuhi banyolan dalang Dwi dan Si Doel ”Pecas Ndahe” sebagai pemusik.

Lagu berjudul ”Kau Begitu Sempurna” membuka pentas di malam itu. Adegan dimulai saat Dewasrani, putra Batari Durga, sedang galau karena pujaan hatinya, Dewi Desranala, putri Batara Brama (Brahma), telah dinikahi oleh Janaka (Arjuna).

Dewasrani menemui Janaka agar melepaskan Desranala. Janaka marah besar. Pertarungan keduanya pecah. Janaka yang sakti dengan panahnya mampu mengalahkan Dewasrani.

Batari Durga turun tangan membela Dewasrani. Ia berupaya memisahkan Janaka dengan Desranala. Batara Guru, ayah Dewasrani, memerintahkan Batara Brama agar memisahkan Desranala dengan Janaka. Hal ini ditentang Batara Narada, penasihat Batara Guru.

Tak mau status kedewaannya dicopot, Batara Brama bersedia memisahkan putrinya dengan Janaka. Brama memerintahkan Janaka meninggalkan kahyangan dan turun ke bumi.

Setelah ditinggalkan Janaka, Desranala yang baru hamil tujuh bulan melahirkan. Brama membuang cucunya ke kawah Candradimuka. Ajaib, si bayi tetap hidup.

Ia tumbuh jadi pemuda sakti. Sanghyang Wenang, dewa tertinggi, menamai pemuda itu Wisanggeni. Wisanggeni bergegas keluar dari kawah Candradimuka menuju kahyangan Suralaya mencari orangtuanya. Ia bertemu Batara Narada dan diberi tahu bahwa ayahnya bernama Janaka. Wisanggeni dan Janaka akhirnya bertemu.

Menarik minat

Pentas wayang gendut pada malam itu menarik penonton muda. Ini persis seperti diinginkan Dwi. Wayang gendut dilahirkan untuk memberi hiburan agar kaum muda tertarik pada wayang. ”Anak muda sekarang menjauh dari wayang purwa klasik. Mereka tak suka wayang. Wayang gendut untuk menjembati anak muda agar mau mengenali wayang kulit lagi,” ujar alumnus Institut Seni Indonesia Surakarta ini.

Menurut dia, wayang gendut lahir dari ketidaksengajaan, diawali dari ngobrol lepas dengan sesama seniman, Titus. Mereka ingin mementaskan wayang genre baru untuk hiburan. Tak ada nasihat atau tuntunan.

Ingin merdeka dari aliran wayang lain, Dwi menamai kreasinya itu wayang gendut. Wayang kreasi baru ini sebelumnya ditampilkan dalam Festival Wayang ASEAN di Taman Budaya Jawa Tengah, Solo, pada 2014.

Titus juga menyebutkan, wayang gendut sebagai ”kecelakaan sejarah” alias lahir dari ketidaksengajaan. Dengan bercanda, saat membuka pentas malam itu, ia mengatakan adalah takdir Gendut untuk melahirkan seni awur-awuran (asal-asalan). Ia banyak melakukan eksperimen.

Dengan misi merangkul anak muda dan murni hiburan, wayang gendut menjebol pakem. Misalnya, dalam adegan Bagong ingin dikutuk Petruk jadi Rama Wijaya, tapi justru jadi sepeda ontel. Penonton pun tergelak....

Gendut piawai mengolah adegan demi adegan disisipi aneka banyolan. Namun, banjir lelucon membuat ceritanya melebar ke mana-mana. (ERWIN EDHI P)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com