Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Galangan Kapal, Saksi Sejarah Bahari Era VOC

Kompas.com - 11/02/2015, 10:34 WIB
SUATU hari di tahun 1997, Susilowati Then (66) diminta suaminya, Gustimego, membeli gudang dan tanah seluas 5.000 meter persegi. Menurut rencana, gudang yang rusak dan hampir ambruk itu akan dirobohkan, dan di atas lahan tersebut akan dibangun deretan rumah toko alias ruko.

"Kami membeli gudang tersebut dari pemiliknya yang bermarga Panggabean. Selama itu mereka menggunakan gudang tersebut sebagai gudang yang penuh dengan drum-drum bahan kimia,” tutur Susilowati saat ditemui pada Sabtu (10/1/2015).

Tak berapa lama setelah gudang dan lahan itu dibeli, Susilowati diberitahu petugas Suku Dinas Pariwisata Jakarta Utara yang mengatakan bahwa bangunan yang dibeli Susilowati adalah bangunan cagar budaya yang tak lain adalah Galangan Kapal VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Sesuai ketentuan perundangan, Susilowati tidak boleh merobohkan bangunan tersebut.

Susilowati taat. Ia pun hanya membersihkan gudang dan menambal tembok di sana-sini seadanya. Selang tak berapa lama, Wali Kota Jakarta Utara kala itu, Subagyo (1997-2002), mendesak Susilowati mengizinkan Festival Jakarta bisa digelar di galangan kapal tersebut. Menurut rencana, festival akan digelar pada Juli 1998.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI Salah satu sisi bagian luar bangunan gedung Galangan VOC, di Jalan Kakap, Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat (30/1/2015). Gedung ini pada masa lampau pernah digunakan sebagai kantor pusat kegiatan perusahaan dagang Hindia Belanda, VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie).
Susilowati tak hanya mengizinkan festival digelar di sana, tetapi juga siap membiayai festival itu. Tidak ingin mengecewakan pengunjung acara, ia pun berniat merestorasi bangunan. ”Saya masih ingat, untuk membersihkan barang bekas, puing, dan sampah, saya membutuhkan enam truk yang mondar-mandir hampir sepekan,” kenangnya.

Ia lalu menyulap sebagian galangan kapal menjadi restoran dan galeri di lantai dua, serta kafe di lantai satu. ”Kala itu saya berpikir, momen Festival Jakarta bisa menjadi pembuka jalan memperkenalkan dan menghidupkan galangan kapal ini menjadi kawasan wisata,” tutur Susilowati.

Dengan rasa optimistis yang meluap, ibu lima anak dan 12 cucu ini pun menyiapkan 120 pekerja yang ia gaji dua bulan di muka. Namun, apa hendak dikata, Mei 1998 Jakarta dilanda amuk massa. Festival Jakarta pun urung digelar. Usaha Susilowati pun gulung tikar.

Meski demikian, Susilowati terus melanjutkan restorasi. ”Saya telanjur jatuh hati pada bangunan ini setelah enam bulan saya memilikinya,” katanya.

Kantor dagang

Adolf Heuken dan Grace Pamungkas dalam bukunya, Galangan Kapal Batavia Selama Tiga Ratus Tahun (Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta, 2000) menulis, bangunan milik Susilowati itu dibangun tahun 1628 sebagai kantor dagang VOC. Bangunan itu kemudian dijadikan gudang barang keperluan galangan kapal di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI Salah satu sisi bagian dalam bangunan gedung Galangan VOC, di Jalan Kakap, Penjaringan, Jakarta Utara, Junat (30/1/2015). Gedung ini pada masa lampau pernah digunakan sebagai kantor pusat kegiatan perusahaan dagang Hindia Belanda, VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie).
Lama-lama, gudang ini pun menjadi galangan kapal bagi kapal-kapal kecil yang tak tertampung di Pulau Onrust.

”Perubahan lain terjadi saat galangan kapal ini terbakar tahun 1721. Sebelum terbakar lantai duanya rata, tanpa selasar. Setelah terbakar, dibangunlah selasar,” ucap arkeolog dan pengamat Kota Tua Jakarta itu.

Candrian, yang mendampingi Susilowati, menambahkan, tahun 1978 Gubernur DKI Ali Sadikin membangun saluran penghubung yang kini populer disebut sebagai Kali Pakin. Akibat pembangunan saluran itu, sebagian bangunan galangan dipangkas.

Kecintaan Susilowati pada cagar budaya lambat laun membuat ia jatuh cinta pula pada seni dan budaya yang berkembang di Jakarta pada abad ke-18. ”Saya ingin suatu hari Galangan Kapal VOC ini bisa menjadi serambi budaya bagi kesenian, tradisi, dan budaya yang berkembang di Jakarta pada abad ke-18,” tuturnya.

Kurang peduli

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com