Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ulin Terbesar di Dunia Ada di Sangkima

Kompas.com - 21/03/2015, 14:52 WIB

SUARA kendaraan yang melintasi ruas jalan Sangatta-Bontang, Kalimantan Timur, menghilang perlahan seiring langkah kaki meniti papan-papan kayu. Memasuki relung sisi terluar Taman Nasional Kutai nan eksotis, pengunjung bersiap-siap memeluk pohon ulin terbesar di dunia.

Wisata Alam Sangkima, nama tempat itu, sejatinya hutan hujan tropis dataran rendah. Lokasinya di Desa Sangkima, Kabupaten Kutai Timur, yang dapat ditempuh sekitar satu jam dari Kota Bontang. Ini tempat terasyik jika ingin ”tenggelam” di hutan khas Kalimantan.

Satu papan berukuran besar menginformasikan garis besar area seluas 300 hektar ini. Pengunjung harus berjalan sejauh 800 meter menuju pohon ulin raksasa itu. Karena itu, pengunjung harus menyiapkan bekal air minum dan stamina cukup untuk melahap jalur treking. Satu lagi, hati-hati melangkah.

Papan-papan ulin berwarna hitam gelap yang disusun berjejer membentuk jalur yang aman dilewati. Pilihlah alas kaki yang sesuai mengingat papan-papan itu cukup licin karena diselimuti lumut. Perjalanan menyenangkan karena dinaungi rerimbunan pohon.

Serangga-serangga yang entah bersembunyi di mana menyajikan orkestra alam nan merdu. Ditambah gemerisik dedaunan, embusan angin, dan hawa segar, memaksa pengunjung sekali-sekali berhenti, sekadar merentangkan tangan, menghirup oksigen selega mungkin.

Setelah berjalan 250-an meter, terbentang jembatan gantung di atas sungai kecil. Saat melintas, pengunjung harus memastikan tangan memegang erat tali di kanan-kiri agar sukses meniti jembatan sepanjang 15 meter itu. Jembatan gantung ini juga menjadi tempat favorit untuk berfoto-foto.

Selesai melewati jembatan kayu ini, perjalanan bisa dilanjutkan. Pengunjung dapat menikmati hamparan hijau di sepanjang sungai kecil yang membelah hutan, hingga akhirnya tiba di ikon tempat wisata ini yang membuat orang terkesima, yakni satu pohon ulin yang menjulang 20 meter.

Inilah ulin (Eusideroxylon zwageri) terbesar di Indonesia, bahkan di dunia. Inilah kayu nomor satu yang paling diburu penjarah Taman Nasional Kutai. Kuat, tahan air, dan bentuknya yang lurus adalah syarat sempurna kayu, yang dapat dipenuhi ulin.

Beruntunglah pohon ini selamat dari penjarah ketika ditemukan pertama kali tahun 1993 oleh Sarjo, tenaga pengamanan hutan Taman Nasional Kutai yang sedang mendampingi peneliti asing. Inilah awal dibukanya Wisata Alam Sangkima, seluas 300-an hektar atau 0,1 persen dari luas Taman Nasional Kutai.

Ulin raksasa ini berdiameter 2,47 meter sehingga butuh 6-7 orang untuk memeluknya. Mengingat pertumbuhannya sangat lambat, diperkirakan ulin ini berumur 1.000 tahun. Karena faktor umur dan kemungkinan pernah tersambar petir, bagian atas ulin ini patah.

”Tidak ada yang tahu kapan bagian atasnya patah, juga berapa meter tinggi pohon itu. Tetapi, saya yakin, dulu tingginya bisa mencapai 40 meter,” ujar Hernowo Supriyanto, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Kutai Wilayah 1 Sangatta, Selasa (17/3/2015).

Pohon ulin tumbuh di hutan hujan tropis dataran rendah, seperti Taman Nasional Kutai. Selain di Indonesia, ulin hanya ditemukan di beberapa negara seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand. Ulin menjadi elemen penting penyusun rumah adat dan dermaga sandar kapal.

Penjarahan

Penebangan dan penjarahan masif dengan cepat menyusutkan jumlah ulin di Kalimantan. Harga ulin yang bisa tiga kali lipat kayu jati memang menggoda penjarah. Tak heran hampir setiap kali berpatroli, personel Taman Nasional Kutai selalu menemukan jarahan ulin.

Ulin yang diburu kini tidak lagi ulin berukuran besar. Karena itu, melihat pohon ulin raksasa ini masih berdiri dengan gagah, seperti menatap sepenggal keajaiban alam Kalimantan yang tersisa. Ulin itu selamat karena ada di kawasan wisata.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com