Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tetesan Rezeki dari Rimba Sumbawa

Kompas.com - 31/03/2015, 09:05 WIB
SUMBAWA adalah madu, madu adalah Sumbawa. Madu memang begitu melekat dengan pulau terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat tersebut. Bagi masyarakat di Pulau Sumbawa, madu adalah rezeki yang tak pernah berhenti menetes dari hutan-hutan yang masih terjaga di sekitar tempat tinggal mereka.

Perjalanan pagi itu, Sabtu (21/3), membawa kami ke Desa Batudulang, Kecamatan Batulanteh, Kabupaten Sumbawa, satu dari lima kabupaten/kota di Pulau Sumbawa. Desa yang berjarak sekitar 26 kilometer arah barat daya Sumbawa Besar, ibu kota Kabupaten Sumbawa, itu adalah salah satu ”gudang”-nya madu di Pulau Sumbawa.

Madu dari desa tersebut diperoleh dari sarang lebah jenis Apis dorsata yang hidup bebas di hutan. Desa Batudulang terletak di wilayah perbukitan yang dikelilingi hutan lebat yang masih terjaga kelestariannya.

Bagi warga desa, madu menjadi salah satu gantungan hidup utama. Warga biasanya berburu madu pada Juni-November, di sela-sela bertani. Salah satunya adalah Saparudin Jahe (45), yang berburu madu sejak muda. Meski pada Oktober-Desember, dia panen kopi dan kemiri, hasilnya tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Karena itulah, perburuan madu amat ditunggu Saparudin dan juga kaum lelaki di Batudulang untuk menambah pendapatan. Sekretaris Desa Batudulang Samsi mengatakan, sebagian besar warganya yang berjumlah 1.047 jiwa dalam 248 keluarga adalah pencari madu. ”Puncaknya pada Juni sampai Agustus, hampir semua lelaki di desa kami masuk ke hutan untuk mencari madu,” ujarnya.

Lokasi perburuan jauh di pelosok hutan dan harus ditempuh dengan berjalan kaki selama sekitar empat jam. Karena itu, warga bisa berada di hutan selama 3-4 hari, bahkan hingga seminggu, sekali berburu. Perburuan madu dilakukan secara berkelompok, setiap kelompok rata-rata terdiri dari 4-5 orang.

Sarang lebah madu biasanya berada di pohon-pohon tinggi, minimal setinggi 15 meter. Jika beruntung, pemburu bisa menemukan satu pohon yang berisi 20-30 sarang lebah. Namun, ada pula yang berhari-hari masuk hutan tak mendapatkan hasil.

Sekali berburu, Saparudin bersama kelompoknya bisa membawa pulang hingga 30 liter madu. Madu dijual ke Koperasi Hutan Lestari, koperasi pengumpul madu di desanya, seharga Rp 60.000 per botol ukuran 500-550 mililiter. Ini berarti mereka bisa mendapatkan Rp 3,3 juta-Rp 3,6 juta sekali berburu. Selama musim berburu madu, Saparudin dan kelompoknya bisa 5-6 kali berburu.

Hal sama dilakukan warga yang tinggal di tepi hutan di Kabupaten Dompu. Di Desa Saneo, Kecamatan Woja, misalnya, ada tiga kelompok pengumpul madu alam, salah satunya diketuai Zainuddin, Kepala Desa Saneo. Zainuddin mengatakan, anggotanya terdiri dari 30 orang yang umumnya petani jagung. Saat musim panen madu, madu yang diperoleh bisa 700 liter.

”Panen madu bisa 6-7 kali per tahun, tergantung musim bunga. Bukan hanya bunga pohon di hutan, melainkan juga bunga jagung. Saat musim jagung berbunga, setiap orang bisa memperoleh 16 botol madu, satu liter itu 1,5 botol. Yang paling bagus, paling harum itu madu sonokeling,” katanya.

Sangan Sebah (53), petani di Desa Klungkung, Batulanteh, bahkan sering mendapati sarang lebah sarat madu saat pohon kemirinya berbunga. ”Kemarin di hutan (kebun) kemiri saya dapat 30 kilogram, langsung dibeli orang,” kata anggota kelompok madu alam Wana Kembang Sari, Desa Klungkung, Sabtu.

Koperasi

Para pemburu madu bisanya tergabung dalam koperasi di wilayah mereka masing-masing. Meskipun begitu, mereka juga bisa menjual madu mereka kepada orang lain, biasanya kalau ada pesanan atau didatangi pembeli.

Koperasi-koperasi madu alam di Sumbawa biasanya menjadi anggota Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS) yang berada di bawah Jaringan Madu Hutan Indonesia. Koperasi membeli madu dari anggotanya, kemudian memasarkannya secara luas.

Koperasi Hutan Lestari di Batudulang, misalnya, memasarkan madu dalam kemasan jeriken kecil isi 500 ml, botol isi 240 ml dan 150 ml, hingga sachet. Ketua Koperasi Hutan Lestari M Junaidi Zain yang juga Sekretaris JMHS mengatakan, produksi madu hutan Koperasi Hutan Lestari pada 2013 mencapai 11,5 ton dan pada 2014 mencapai 12,5 ton. Adapun produksi madu hutan semua anggota JMHS yang berjumlah 21 kelompok pada 2014 sebanyak 60,1 ton.

Karena itulah, madu bisa menjadi sandaran penghidupan bagi mayoritas warga desa. ”Meski hanya sebagai pekerjaan sampingan, hasil dari madu bisa mencapai 5-6 kali lipat lebih besar daripada hasil kopi, kemiri, jahe, kunyit, atau lengkuas,” ujar Junaidi.

Upaya meningkatkan nilai tambah madu dan hutan pun dilakukan dengan merintis wisata lebah madu. Konsepnya, kata Junaidi, mengajak wisatawan melihat pengambilan madu di hutan hingga siap disajikan dalam kemasan. (ENG/REK/IKA/RUL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com