Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lingsar, Cermin Kerukunan Hidup di Lombok

Kompas.com - 01/04/2015, 17:07 WIB

PURA Lingsar berdiri anggun di salah satu sudut Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, tepatnya di Desa Lingsar, Kecamatan Narmada. Selama paling tidak 250 tahun terakhir, tempat tersebut menjadi cermin kerukunan hidup antaragama dan suku yang berbeda di Pulau Lombok.

Pura Lingsar didirikan Kerajaan Karangasem dari Bali saat berkuasa di Pulau Lombok pada abad ke-18. Seperti namanya, bangunan ini adalah tempat ibadah umat Hindu. Namun, di dalam kompleks itu juga terdapat Situs Kemaliq yang dihormati masyarakat Sasak, suku asli Lombok yang beragama Islam, terutama pengikut ajaran Wetu Telu.

Setiap tahun dalam waktu bersamaan, warga Sasak yang beragama Islam menggelar upacara rarak kembang waru dan warga keturunan Bali yang beragama Hindu menyelenggarakan odalan atau perayaan hari jadi pura di tempat tersebut. Puncak perayaan dilakukan dengan tradisi perang topat atau saling melempar ketupat antarwarga. Ritual yang mengusung semangat kesyukuran dan persahabatan ini biasanya digelar pada November-Desember, antara waktu setelah panen dan sebelum memasuki musim tanam baru.

Penampilan wajah kompleks bangunan ini secara umum tak jauh berbeda dengan kompleks pura di Bali. Di pintu masuk kompleks terdapat candi bentar atau gapura kembar berbentuk segitiga siku-siku berwarna khas merah bata.

Di halaman itu terdapat dua kolam kembar yang dipisahkan oleh jalan lurus menuju candi bentar lainnya. Di sisi kiri jalan terletak bangunan utama pura yang disebut Pura Gaduh.

Di sisi kiri pura adalah Kemaliq atau yang dalam bahasa Sasak berarti 'tempat suci' atau keramat. Di dalam Kemaliq terdapat kolam mata air. Bersebelahan dengan Kemaliq adalah pesiraman atau tempat mandi berupa pancuran yang mengalirkan air dari Kemaliq.

Pengikat hubungan

Pemerhati budaya Lombok, Salman Faris, menjelaskan, Kemaliq diyakini masyarakat Sasak sebagai tempat Datuk Sumilir, seorang pendakwah Islam di Lombok pada sekitar abad XV, moksa setelah menancapkan tongkatnya di lokasi tersebut.

Titik tancap tongkat itu kemudian menyemburkan air atau yang disebut lingsar oleh orang Sasak. Pada masa itu, Lingsar adalah daerah gersang. Kemunculan mata air yang tak pernah kering itu menjadikan daerah tersebut subur sampai sekarang.

Peristiwa itulah yang kemudian diperingati masyarakat Sasak dengan menggelar upacara Rarak Kembang Waru. Dinamakan demikian karena sesaat setelah gaibnya Datuk Sumilir, berguguran (rarak) bunga waru di sekitar lokasi.

Setelah Lombok dikuasai Kerajaan Karangasem dari Bali, pada abad ke-18 di lokasi itu didirikan pura. Meski begitu, Situs Kemaliq tetap dipertahankan dan terbuka bagi warga Sasak. "Hal tersebut turut membantu mengikat hubungan baik antara orang Sasak dan Bali di Lombok," kata Salman.

Saat ini, ritual perang topat juga menjadi agenda wisata tahunan di Lombok yang banyak menyedot perhatian wisatawan lokal ataupun mancanegara. Zainuddin Gobang (32), pemandu di Pura Lingsar, mengatakan, musim kunjungan turis teramai biasanya terjadi pada Juli-Agustus. (ENG/IKA/REK/RUL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com