Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cokelat Indonesia di Hati Tissa

Kompas.com - 06/04/2015, 08:21 WIB
COKELAT adalah jalan kebahagiaan. Dan, cokelat Indonesia menjadi titian jalan perjuangan yang menghangati jiwa Tissa Aunilla.

Perempuan bertubuh tinggi semampai ini terlihat berseri-seri menyambut beberapa tamu yang hadir di kedai cokelat Pipiltin Cocoa. Kedai mungil dan cantik di bilangan Senopati, Jakarta Selatan, itu menyediakan segala penganan dan minuman berbasis cokelat.

Tamu-tamu siang itu diundang dalam rangka mencicipi berbagai menu baru penganan serba cokelat. Para tamu bahkan bisa mencicipi seperti apa rasanya buah cokelat dari buahnya yang baru dibelah. Hmm….

Tissa mendirikan Pipiltin Cocoa sejak 2013, dibantu adiknya, Irvan Helmi. Istimewanya, ragam penganan cokelat yang disajikan dengan pendekatan gourmet itu seratus persen berasal dari cokelat Indonesia yang diolah langsung oleh Pipiltin sejak dari biji cokelat yang dipanen petani di sejumlah daerah di Indonesia.

Artinya, Pipiltin mengolah sendiri biji cokelat yang telah difermentasi oleh petani menjadi aneka penganan cokelat seperti praline, kue, hingga cokelat batangan (bars). Proses roasting atau pemanggangan biji cokelat pun dilakukan sendiri oleh Pipiltin, yang mewujud menjadi semacam chocolate factory mungil.

Model demikian secara populer di dunia kuliner kerap diistilahkan dengan from scratch, from beans to bar. Pendekatan itu belum pernah ditemui di toko ataupun butik penganan cokelat yang sudah ada di Jakarta, bahkan Indonesia. Di beberapa negara dengan kultur penganan cokelat yang kuat, model demikian cukup mudah dijumpai di butik-butik cokelat termasuk yang berskala kecil.

Semangat Tissa dan Irvan mengangkat cokelat Indonesia menjadi penganan premium dengan rasa luar biasa patut diapresiasi. Bukankah Indonesia adalah penghasil cokelat ketiga terbesar di dunia? Inilah yang membuat Tissa begitu gemas.

KOMPAS/RIZA FATHONI Tissa Aunilla
”Sayangnya, sebagian besar biji cokelat yang dihasilkan di Indonesia tanpa proses fermentasi karena permintaan pasar domestik yang besar dalam skala industri adalah biji cokelat tanpa fermentasi,” kata Tissa.

Padahal, dengan fermentasi, cita rasa cokelat yang dihasilkan menjadi jauh lebih berkualitas dengan segala kompleksitas rasanya yang unik. Sementara biji cokelat terfermentasi dengan kualitas terbaik terpasok ke negeri-negeri yang menempatkan cokelat sebagai bahan pangan yang begitu berharga. Salah satunya Swiss.

”Ketika sekolah di sekolah cokelat di Swiss, saya terkaget-kaget sendiri, orang-orang dari sekolah itu hafal sekali daerah-daerah penghasil cokelat bagus di Indonesia dari Aceh, Jember, sampai Papua. Saya benar-benar gemas,” kata Tissa dengan mata berbinar.

Cokelat Jember

Di butik-butik cokelat di Eropa, Tissa menemui penganan cokelat batangan yang diolah dari biji cokelat Indonesia diperlakukan hormat pada kemasannya. Nama daerah asal biji cokelat Indonesia ditulis secara menyolok pada sampul muka kemasan. Entah itu dari Bali, Jember, ataupun Papua. Cokelat-cokelat batangan dari biji cokelat Indonesia itu bahkan diletakkan pada lemari pajang istimewa dengan lampu penerangan tersendiri. Melihat itu, hati Tissa bangga, gemas, dan tergetar. Mengapa orang Indonesia tidak memperlakukan cokelatnya sendiri seperti itu?

Akhirnya, tekadnya bulat. Tissa mengubah haluan hidupnya dan ingin membuka sebuah kedai cokelat yang mengolah cokelat langsung dari bijinya. Irvan, yang juga salah satu pendiri kedai kopi asli Indonesia, Anomali Coffee, selama ini telah banyak berjejaring dengan berbagai petani kopi yang perkebunannya terkadang dekat dengan perkebunan cokelat. Irvan pun membantu mencari dan meretas jaringan petani cokelat di sejumlah daerah di Indonesia.

Ambisi mereka berdua adalah menemukan dan menjalin kerja sama erat dengan petani-petani cokelat dengan hasil cokelat yang terbaik. ”Cokelat Indonesia itu luar biasa. Kami misalnya bisa menemukan varietas cokelat unggul yang sudah langka di dunia, yaitu di Jember, cokelat tricollo, yang hanya tinggal sekitar 3 persen saja di dunia. Rasanya… pecah!” ujar Tissa tertawa.

KOMPAS/RIZA FATHONI Tissa Aunilla
Dengan menjalin kerja sama secara berkeadilan dengan para petani, Tissa sudi membeli biji cokelat terfermentasi dengan harga premium. Hubungan baik dengan petani dijaga sebaik mungkin. Para petani di Tabanan, Bali, bahkan merawat kebun cokelatnya secara organik sekalipun tanpa sertifikasi yang mahal. Para petani itu sempat dibawakan penganan cokelat produksi Pipiltin untuk dicicipi bersama. ”Terharu, banyak dari mereka belum pernah merasakan enaknya cokelat yang sudah jadi seperti itu,” ujar Tissa.

Semangat yang dijunjung Tissa tak lain adalah mengangkat derajat cokelat Indonesia lebih terhormat. Kini Pipiltin serius menggarap cokelat dari Pidie-Aceh, Tabanan-Bali, Glenmore-Banyuwangi, dan menyusul Jember. Cokelat Flores juga menjadi target yang tengah diincar.

Bagi Tissa, sudah bukan waktunya lagi Indonesia sekadar sebagai pemasok bahan mentah cokelat unggul untuk kemasyhuran kelezatan penganan cokelat bikinan negeri-negeri pengolah, seperti Swiss dan Belgia. Sementara cokelat kualitas rendah dari lahan dipasok untuk konsumsi domestik.

”Yang kami butuhkan sekarang adalah kompetitor. Semakin banyak yang bermain di dunia yang sama ini, yakni cokelat Indonesia berkualitas, akan semakin baik untuk penetrasi pasar. Kesadaran pasar menjadi lebih cepat terbangun,” ujar Tissa. (Sarie Febriane)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com