Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rahasia Dapur Para Penakluk Sumbawa

Kompas.com - 10/04/2015, 12:34 WIB
Oleh HERPIN DEWANTO

Arief Wismoyono (30) dan Alan Maulana (29) terbaring di bawah gubuk di tepi Jalan Trans-Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Rabu (8/4/2015). Tubuh peserta lomba lari ultramaraton Trans-Sumbawa 200 ini gosong terbakar terik matahari. Arief kemudian menenggak segelas air es yang dicampur dengan kolang-kaling.

"Kolang-kaling manjur untuk mengatasi dehidrasi," kata Arief, sambil berusaha mengatur napasnya. Wajahnya mengilat akibat campuran sun block (krim penangkal sinar matahari) dan keringat.

Arief dan Alan sudah berlari sejauh sekitar 70 kilometer (km) sejak Rabu pukul 5.30 Wita. Mereka berdua sudah berlari 4 jam lebih. Sebagai peserta lomba ultramaraton Trans-Sumbawa 200, mereka harus melintasi Pulau Sumbawa dari Pantai Poto Tano hingga Doro Ncanga di kaki Gunung Tambora, sejauh 320 km. Artinya, siang itu kedua pelari asal Bandung, Jawa Barat, itu masih harus menempuh perjalanan sejauh 250 km lagi.

Mereka masih memiliki waktu sampai Sabtu (11/4/2015) malam. Dalam lomba ini, cut of time (COT) atau batas waktu lomba 64 jam. Namun, jika tidak mampu, pelari masih ditunggu hingga 72 jam untuk dinyatakan sebagai finisher, status kehormatan bagi pelari karena mampu menyelesaikan lomba.

Rute lomba itu panjang setara jarak Kota Surabaya, Jawa Timur, ke Yogyakarta. Di Pulau Sumbawa, pelari diberi ”bonus” terik matahari. Suhu udara siang itu mencapai 41 derajat celsius. ”Mataharinya di mana-mana, di luar perkiraan. Beda banget dengan di Bandung,” teriak Arief.

Cuaca siang itu memang menjadi hambatan terbesar bagi pelari. Apalagi, selepas titik perjalanan 50 km, pelari menyusuri jalan yang berdekatan dengan pantai. Sesuai aturan, pelari berlari di sisi kana jalan. Di sisi kanan itu jarang sekali ditemui ruas jalan yang rindang.

”Untuk perlombaan seperti ini, pola dan menu makan pelari harus direncanakan dengan matang,” kata Komandan The A Team Dian R Sukmara. The A Team adalah tim pelari asal Bandung. Selain Arief dan Alan, masih ada Abdul Aziz Dermawan (21) dan Muhammad Wirawan Abdul Reza (22) yang berasal dari The A Team. Pelari yang mengikuti lomba ini sebanyak delapan orang. Mereka bukanlah atlet profesional, melainkan orang biasa yang hobi berlari.

Makanan khusus

Saat Arief dan Alan beristirahat, Dian sibuk membuatkan makan siang khusus di bagasi mobilnya. Dalam lomba ini, setiap pelari memiliki tim pendamping yang selalu mengawal sepanjang perjalanan. Tim pendamping yang menyiapkan semua kebutuhan pelari, terutama makanan dan minuman. Ibarat balap formula satu, tim pendamping ini mirip kru pit stop.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Sitor Torsina Situmorang (kiri) peserta lomba lari Trans Sumbawa dalam rangkaian Tambora Challenge 2015 lintasi Jalan Trans Sumbawa di Kecamatan Alas, Sumbawa, NTB, Rabu (8/4/2015). Lomba lari yang diikuti 8 peserta dengan 25 pelari pendamping ini dilepas dari Poto Tano dan finis di Doro Ncanga yang berjarak sekitar 320 kilometer.
Makan siang yang dibuat Dian itu terdiri dari dua buah pisang dan Weet Bix (makanan berserat dari gandum berbentuk batangan). Setelah dimasukkan ke dalam mangkuk, Dian menambahkan sedikit air panas. Arief dan Alan langsung menyantapnya dengan lahap.

”Pelari butuh asupan kalori dan penambah energi pengganti karbohidrat,” kata Dian. Pelari juga butuh jenis makanan yang mudah dikunyah.

Pisang juga menjadi makanan favorit pelari lain, seperti Sitor Torsina Situmorang (35). ”Pisang mudah dicerna dan bikin kenyang,” kata Rudi Rohmansyah dari tim pendamping Torsina.

Menu lain yang dimakan Sitor adalah dua kepal nasi yang diisi daging ikan tuna. Asupan karbohidrat juga diperoleh dari ubi cilembu. Menurut Rudi, makanan yang disiapkannya itu memang makanan yang biasa disantap Sitor saat mengikuti ajang lari ataupun berlatih.

Saat kondisi jalan semakin panas, Sitor juga butuh minuman pencegah dehidrasi. Ia biasanya meminum minuman isotonik yang dapat mengganti cairan tubuh yang hilang.

Anggota panitia Trans-Sumbawa Dohar Siburian mengatakan, makanan bagi pelari sangat krusial dan perlu direncanakan secara matang. Alasannya, ketika menempuh puluhan bahkan ratusan km, pelari merasa sangat lapar. Saat lapar ini seorang pelari bisa kalap memakan makanan yang ada.

”Kalau kelebihan karbohidrat, badan justru menjadi lemas dan berat,” kata Dohar. Usus tidak kuat mencerna makanan itu. Makanan rumahan seperti nasi dan lauk sebaiknya dihindari.

Dalam lomba lari Trans-Sumbawa 200, pelari tidak hanya mengayunkan kaki, istirahat, minum, dan makan, tetapi juga perencanaan yang matang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com