Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Doro Ncanga, Surga Ternak di Kaki Tambora

Kompas.com - 11/04/2015, 15:44 WIB
Oleh: Mohamad Final Daeng dan Rini Kustiasih

PADANG rumput hijau kekuningan membentang sejauh mata memandang. Gunung Tambora yang menjulang di utara dan garis pantai Teluk Saleh yang melandai di selatan adalah pagarnya. Di padang penggembalaan bernama Doro Ncanga itulah, ribuan ternak Pulau Sumbawa dilepaskan.

Zakaria (40) duduk di atas batu besar berpayung pohon rindang di tepi Jalan Lintas Dompu-Calabai, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Jalur beraspal mulus itu membelah sabana Doro Ncanga, tempat Zakaria melepaskan kerbau-kerbaunya.

”Saya sedang menengok kerbau yang baru melahirkan,” kata Zakaria, akhir Maret. Kerbau, tak jauh di sampingnya, sedang memamah rumput bersama anaknya yang berusia dua hari.

Di lokasi yang sama, sekawanan sapi beriring santai di tepian padang yang lebih luas. Di sudut lainnya, sepasang kuda putih Sumbawa berlarian menjelajahi kontur sabana yang bergunduk-gunduk.

Di areal puluhan ribu hektar tempat penggembalaan bersama ternak di Dompu, ribuan sapi, kuda, kerbau, dan kambing dilepas pemiliknya untuk hidup dan mencari makan sendiri.

Sepanjang puluhan kilometer Jalan Dompu-Calabai, tepatnya di Kecamatan Pekat, sabana dan ternak adalah suguhan utama pemandangan. Kendaraan pun harus berhati-hati saat melaju karena tak jarang sapi atau kerbau berjalan melintang jalan.

Pemilik ternak yang digembalakan di Doro Ncanga pun tidak hanya berasal dari Dompu, tetapi juga dari kabupaten tetangga, Bima. Bahkan, ada pula warga Kabupaten Sumbawa yang melepaskan ternaknya di Doro Ncanga. Kabupaten Sumbawa berjarak lebih dari 100 kilometer dari Doro Ncanga.

Ternak-ternak itu dibiarkan berkeliaran bebas sepanjang waktu di sabana. Sekali-sekali pemilik datang untuk melihat keadaan ternaknya, seperti yang juga dilakukan M Said (60), warga Desa Sori Utu, Kecamatan Manggalewa, Dompu, yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Doro Ncanga.

Sejak tiga tahun lalu, Said melepaskan 10 sapi miliknya di padang rumput itu. ”Sebelumnya saya melepaskan sapi di dekat desa,” ujarnya.

Ia tak khawatir sapinya dicuri karena tak pernah mendengar ada kasus pencurian selama ini. Namun, minimal tiga kali dalam sebulan, Said datang menengok keadaan ternaknya itu.

Ia pun tak khawatir sapi tertukar dengan milik orang lain karena sudah ada inisial ”RT”, tanda kepemilikannya yang dicapkan ke setiap tubuh sapinya. ”Jadi tidak akan tertukar dengan sapi orang lain,” katanya.

Selain inisial yang dicap di tubuh ternak, pemilik biasanya memasang kalung dengan warna tertentu di leher atau telinga hewan untuk menandai kepemilikan. Jika itu tak cukup, pemilik pun memberi tanda khusus di ternak.

Hal itu, misalnya, dilakukan Heri Agustal (23), pemilik lima kerbau di Doro Ncanga. ”Saya juga menandai kerbau dengan luka kecil di telinga,” ujar Heri yang menengok kerbaunya seminggu sekali itu.

Ternak biasanya baru dibawa pulang oleh pemilik pada musim kemarau, saat pertumbuhan rumput minim di Doro Ncanga. Namun, sering juga pemilik yang rumahnya dekat dengan Doro Ncanga datang membawakan pakan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com