Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menaikkan Atap Rumah, Ritual Panen Unik Khas Suku Sahu

Kompas.com - 15/05/2015, 15:04 WIB
Sandro Gatra

Penulis

TELUK JAILOLO, KOMPAS.com - Sibere Wanat, ritual ucapan syukur atas panen tetap dipertahankan warga Suku Sahu, Halmahera Barat, Maluku Utara, di tengah terpaan jaman. Ritual itu dipertontonkan saat Festival Teluk Jailolo (FTJ) di area FTJ, Halmaera Barat, Jumat (15/5/2015).

Sibere (naik) Wanat (atap) diawali doa yang dipimpin tokoh adat. Setelah itu, Wanat dinaikan dengan cara ditarik memakai tali hingga puncak rumah adat Sasadu. Dalam ritual sebenarnya, Wanat dibawa oleh tiga pria yang berjalan di atas batang bambu hingga puncak rumah Sasadu. Wanat lalu dipasang diatap.

Ritual dilanjutkan dengan tarian Legu Salai. Kali ini, tarian dilakukan oleh anak-anak. Mereka menari dengan pakaian adat suku Sahu diiringi alat musik tifa dan gong. Biasanya, orang tua ikut menari.

Acara ditutup dengan makan bersama. Yafet Tjanu, Camat Sahu Timur menjelaskan, tidak semua orang bisa duduk di kursi bambu di dalam rumah Sasadu. Mereka yang bisa duduk hanya ayah dan anak pertama.

Mereka mesti memakai penutup kepala seperti peci atau topi adat untuk masuk ke rumah Sasadu. Di dalam rumah, mereka makan bersama.

Nasi kembar, makanan khas suku Sahu wajib ada dalam ritual itu. Nasi kembar adalah nasi yang dimasak dengan daun dan bambu. Daun lebar digulung menjadi dua lubang (tempat nasi) lalu dimasukan ke bambu dan dibakar.

Setelah matang, akan ada dua gulungan nasi berdempetan sehingga disebut nasi kembar. Untuk lauk, tidak ada menu khusus dalam ritual. Kali ini, nasi kembar ditemani ikan, telur, dan sup.

Musik tifa dan gong tetap dimainkan selama makan bersama. Para orang tua juga bernyayi. Mereka lalu berbincang ditemani minuman air nira di dalam batang bambu atau minuman keras ciu.

Dipersingkat

Yafet menjelaskan, Sibere Wanat dahulunya digelar selama 9 hari 9 malam tanpa henti. Jika ingin lebih singkat, lama ritual mesti ganji, yaitu 7 hari 7 malam, 5 hari 5 malam, 3 hari 3 malam, atau hanya sehari semalam.

Kini, tidak ada lagi warga suku Sahu yang menggelar ritual hingga berhari-hari. "Mungkin pengaruh teknologi atau jaman," kata Yafet.

Ritual Sibere Wanat digelar setahun sekali sebagai ucapan syukur atas hasil panen enam bulan sekali. Ritual dilakukan di rumah Sasadu di masing-masing desa.

Ukuran rumah Sasadu tiap desa berbeda-beda. Paling besar berukuran 9 kali 6 meter. Rumah itu terbuat dari kayu dan anyaman daun kering. Atap rumah dibuat rendah agar setiap orang yang ingin masuk mesti menunduk sebagai tanda penghormatan.

"Bangun rumah tidak pakai paku. Jadi kayu disusun, lalu diikat pakai tali gemutu dari pohon aren. Diikatnya nyambung keliling rumah tanpa putus," ucap Yafet.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com