Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Museum, Sentuhan Strategi Membumi agar Lestari

Kompas.com - 21/05/2015, 13:41 WIB
BERKERINGAT dengan kostum bersepeda masih melekat di badan, Rajimin (46) masuk ke area Museum Nasional di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Minggu (17/5/2015). Laki-laki asal Batu Ceper, Tangerang, ini langsung disambut puluhan arca di ruang depan museum. Arca Bhairawa yang menjulang tinggi di ruang itu sukses merebut perhatian Rajimin.

Dengan tinggi 4,41 meter, Arca Bhairawa memang tampak mencolok mata. Daya tarik arca raksasa ini memicu Rajiman untuk tahu lebih banyak tentang museum yang baru pertama kali didatanginya itu.

Ia melongok ke halaman dalam museum dengan rumput hijaunya yang terawat. Rajimin pun langsung berpose mengabadikan foto dirinya berlatar belakang benda-benda bersejarah.

”Tidak percuma bersepeda jauh, ternyata museum ini bagus,” ujarnya. Ia harus mengayuh sepeda sejauh 18 kilometer dari rumahnya ke Museum Nasional.

Kemarin tidak hanya Rajimin yang dibuat sadar bahwa museum tersebut amat menarik. Pagi itu, sekitar 1.300 orang, mulai dari anak-anak, remaja, orang tua hingga turis asing, memadati Museum Nasional.

Mereka berpartisipasi dalam berbagai acara menarik, seperti jalan santai, bazar jajanan pasar, dan beragam festival lain. Acara ini digelar untuk menyambut Hari Museum Internasional yang jatuh pada 18 Mei, sekaligus memperingati 237 tahun Museum Nasional.

Museum dan komunitas

Kepala Museum Nasional Intan Mardiana mengatakan, festival yang digelar 17-25 Mei memang untuk menarik minat masyarakat. ”Museum adalah representasi kebudayaan dan sejarah Indonesia. Harus terus dilestarikan dan diperkenalkan kepada masyarakat,” ujarnya.

Berbagai strategi pun dilakukan, antara lain menggandeng sejumlah komunitas. Strategi menggandeng komunitas merupakan tema tahun 2015, ”Museum dengan Peran Komunitas”. Pada festival kali ini, belasan komunitas berpartisipasi, seperti komunitas jelajah budaya, koalisi seni, kopi keliling, dan pesepeda.

Pengelola museum pun membangun kafe untuk pengunjung dan komunitas, juga mengadakan pekan museum guna menjaring wisatawan anak- anak dan keluarga. Namun, sampai saat ini, belum banyak orang tahu keberadaan kafe yang nyaman di dalam museum. Untuk itu, dipikirkan membangun outlet belanja dan menyediakan jaringan Wi-Fi.

Beragam siasat menggaet masyarakat ini sesuai semboyan Museum Nasional, ”Ten Nutte van het Algemeen”, yang artinya untuk kepentingan publik.

Saat ini, museum itu memiliki lebih dari 141.000 koleksi prasejarah, arkeologi, numismatik, etnografi, dan heraldik keramik. Kini, pengelola berupaya menambah koleksi dengan membangun gedung di atas lahan seluas hampir 1 hektar di dekat Taman Mini Indonesia Indah, Cibubur, Jakarta Timur. Gedung baru yang ditargetkan selesai pada 2017 itu juga akan dijadikan pusat pendidikan dan pelatihan, teater, serta laboratorium penelitian koleksi.

Pengunjung lain, Alfasha (19), amat mengapresiasi langkah pengelola museum. Menurut dia, butuh ide inovatif untuk membumikan museum. Namun, yang tak kalah penting adalah meningkatkan promosi museum yang bisa dilakukan melalui media sosial. ”Saya berencana mengambil foto museum, kemudian mengunggahnya. Siapa tahu akan banyak teman tertarik berkunjung,” ucapnya.

Ambang napas terakhir

Berbeda dengan Museum Nasional yang sedang giat berbenah, Museum Perdjoangan Bogor, di Jalan Merdeka, bertahan di ambang napas terakhirnya. Pengelola museum yang diresmikan pada 10 November 1957 itu terpaksa menyewakan lahan di samping museum untuk bangunan komersial agar tetap bisa merawat gedung dan koleksi di dalamnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com