Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pulau Penyengat Menanti Keputusan UNESCO

Kompas.com - 08/06/2015, 16:03 WIB
KOMITE Warisan Dunia akan berkumpul di Bonn, Jerman, pada akhir Juni 2015. Komite itu akan membahas 37 usulan situs baru yang akan masuk daftar warisan budaya dunia. Pulau Penyengat di Kepulauan Riau yang pernah diusulkan pada tahun 1995 kembali tidak masuk daftar penilaian tahun ini.

Tidak jelas penyebab pulau di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, itu tidak masuk daftar penilaian. Apakah karena tidak diusulkan lagi atau ada alasan lain. Hal yang jelas, tidak ada satupun usulan dari Indonesia yang masuk daftar penilaian komite tersebut tahun ini. Dari Asia Tenggara hanya ada usulan dari Thailand, Vietnam, dan Singapura.

Dengan fakta itu, penantian selama dua dekade belum akan berakhir. Penyengat belum akan masuk daftar warisan budaya dunia yang ditetapkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).

Pulau itu menyisakan beberapa peninggalan Kesultanan Riau-Lingga. Salah satu bangsawan kesultanan itu, Raja Ali Haji, mengarang sejumlah buku yang menjadi acuan bahasa Melayu modern di Penyengat. Pada abad ke-19, Raja Ali Haji antara lain mengarang Bustanul Katibin, kitab tata bahasa Melayu.

Selain berkembang menjadi bahasa Indonesia, bahasa Melayu kini juga menjadi bahasa resmi di Singapura, Malaysia, dan Brunei. Sebagian penduduk di Filipina dan Thailand juga menggunakan bahasa Melayu. Fakta itu dinilai memenuhi syarat memiliki nilai universal yang dibutuhkan untuk masuk daftar Warisan Dunia.

Status sebagai warisan budaya dunia yang ditetapkan UNESCO diharapkan membawa serangkaian keuntungan. Bagi Indonesia, status itu akan menegaskan kepada dunia internasional bahwa bahasa Melayu lahir di negara ini. Saat ini, komunitas internasional mengenal bahasa Melayu sebagai bahasa Malaysia. Bahkan, bahasa Indonesia digolongkan sebagai bahasa Melayu.

Selain itu, situs yang masuk daftar akan mendapat kucuran dana dari UNESCO dalam dua tahun pertama sejak ditetapkan. Dana itu digunakan untuk pemeliharaan. Komunitas internasional juga akan mengawasi pemeliharaan dan pengelolaan situs-situs dalam daftar tersebut.

Penetapan sebagai warisan budaya dunia juga membuat situs-situs itu mempunyai nilai jual lebih sebagai obyek wisata. Situs-situs itu akan segera dikenal secara global sejak masuk masa penilaian hingga ditetapkan. Jika akhirnya tidak ditetapkan pun, situs-situs itu sudah mendapat promosi secara global selama masa penilaian.

Tidak heran berbagai negara berusaha mendaftarkan sebanyak mungkin situs budaya dan alam mereka untuk ditetapkan UNESCO sebagai warisan dunia. Negara-negara itu serius menggarap pariwisata dalam negerinya.

KOMPAS/KRIS RAZIANTO MADA Masjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat Indera Sakti, Kecamatan Tanjung Pinang Barat, Kepulauan Riau.
Indonesia termasuk negara yang berusaha memasukkan berbagai situs budaya dan alam dalam daftar warisan budaya dunia. Penyengat bukan satu-satunya usulan dari Indonesia.

Jalan masih panjang

Tanda-tanda penantian lebih panjang sebenarnya terlihat sejak pertengahan tahun 2014. Dalam Pertemuan Nasional Museum Seluruh Indonesia di Tanjung Pinang, Mei 2014, terungkap Penyengat belum termasuk cagar budaya nasional.

Tanpa status itu, Penyengat tidak terlindungi secara legal. Perubahan-perubahan dimungkinkan terjadi karena tidak ada aturan yang melarang. Padahal, keaslian adalah salah satu kriteria penilaian.

Selanjutnya terungkap pula bahwa belum ada rencana pengelolaan untuk Penyengat. Pemerintah Kota Tanjung Pinang dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau belum memiliki rencana pengelolaan dan peraturan yang mendasari.

Pemkot Tanjung Pinang dan Pemprov Kepri baru berencana membuat peraturan daerah tentang pengelolaan pulau tersebut. Peraturan untuk pelestarian kebudayaan di Penyengat sedang disusun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com