Setelah sekitar setahun membuka gerai di Plaza Senayan, Jakarta, Sagami Soba, resto waralaba yang berpusat di Nagoya, Jepang, itu membuka resto di Aeon Mall BSD City, Tangerang Selatan, Banten. Meski ada beragam pilihan menu masakan Jepang, sajian andalan resto ini adalah mi soba.
Mi soba terbuat dari tepung soba atau sejenis gandum hitam dengan nama Latin-nya Fagopyrum esculentum atau buckwheat dalam bahasa Inggris. Bahan ini disebut-sebut mengandung banyak protein mineral, magnesium, besi, zinc, tembaga, dan manganese. Tiap mangkok buckwheat yang sudah dimasak mengandung lebih dari 4 gram serat.
Berbeda dengan mi ramen dan udon, mi soba tidak terasa kenyal. Mi yang lembut ini mudah putus saat digigit. Bagi yang terbiasa menikmati mi gandum yang kenyal, karena mengandung gluten, akan merasa aneh saat melumat mi soba. Soba yang bebas gluten ini tentu menjadi pilihan menyenangkan orang-orang yang alergi atau intoleran terhadap gluten. Keunggulan lainnya, soba lebih rendah kalori. Tak heran soba menyandang predikat sebagai mi sehat.
Selain tekstur mi yang berbeda, hidangan soba pun lebih ringan kompleksitas rasanya dibanding ramen dan udon. Jika ramen yang rasanya lebih kompleks dan padat oleh kaldu kental, cita rasa soba lebih sederhana. Jika diibaratkan, rasa soba boleh dibilang lebih zen.
Mi soba memang hampir sama dengan kebanyakan mi. Secara fisik, dibanding udon yang ”gemuk”, maka mi soba lebih ”ramping”. Ukurannya sekira karet gelang. Rupa si soba yang sedikit agak gelap mengingatkan pada wajah mi lethek ala Bantul, Yogyakarta, yang terbuat dari tepung singkong. Namun, ada pula ume soba yang berwarna merah jambu alias pink yang terkesan lebih cerah. Warna merah jambu itu datang dari buah prem atau plum.
Ada pilihan jenis untuk menikmati soba. Ada kake soba yang disajikan panas-panas dalam mangkuk. Dan ada pula, ini yang khas, soba dingin yang disajikan di atas zaru, kotak seukuran buku tulis yang dengan alas berkisi-kisi untuk meniris soba yang basah. Bisa terbuat dari bambu atau plastik. Pada menu zaru soba yang dingin, kegurihan yang dijanjikan hanyalah pada kuah dashi yang encer dan asin. Walaupun terkesan lebih bersahaja ketimbang ramen, soba memberi kenikmatan yang menenangkan.
Bisnis
Sagami memperpanjang deretan resto waralaba Jepang di Indonesia. Usaha resto Sagami yang didirikan di Nagoya, Jepang, pada 1970 kini mempunyai 266 warung di Jepang. Mulai berekspansi ke luar pada 2004, kini Sagami mempunyai total 273 warung di dunia, termasuk di Jakarta.
Mengapa tertarik membuka usaha di Indonesia? ”Orang Indonesia gemar masakan Jepang, dan suka mi, seperti halnya orang Thailand dan Vietnam,” kata Kazutaka Sainoki, Direktur Departemen Operasional Luar Negeri dari Sagami, kepada Kompas.
Secara statistik, jumlah penduduk Indonesia yang termasuk lima besar di dunia itu dipandang Sagami sebagai pasar yang menjanjikan. Maka pada tahun 2014 Sagami membuka gerai di arena jajan di Plaza Senayan, Jakarta.
”Selama setahun buka di Plaza Senayan, kami mencari tahu selera, kebiasaan konsumen. Dari situ kami membuka di BSD dengan varian menu yang lebih banyak,” kata Sainoki yang pernah menjadi chef Sagami di Nagoya, Osaka, Kobe, dan Kyoto. Salah satu selera khas Indonesia yang dicatat Sagami adalah kegemaran makan pedas. Sagami kemudian membuat menu beef pedas dan kake atau soba siram pedas.
Namun, memang agaknya soba dingin dengan dashi-nya itu tetap menjadi pengalaman santap yang berbeda. Soba dingin itu boleh jadi cocok dinikmati saat kondisi hati tengah stabil dan damai. (Sarie Febriane/Frans Sartono)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.