Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kolam Menawan di Pantai Kedung Tumpang

Kompas.com - 05/09/2015, 15:29 WIB
SEBULAN terakhir, Pantai Kedung Tumpang di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, menarik perhatian banyak orang. Wisatawan yang sebagian besar anak muda datang untuk menikmati suasana pantai yang dihiasi kolam-kolam kecil alami berikut deburan ombaknya yang besar.

Hari menjelang senja, Jumat (14/8), saat Lina Khairunissa (21) meniti bebatuan karang di tebing Pantai Kedung Tumpang. Bersama tujuh rekannya, mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Surabaya, Jatim, itu mencari lokasi terbaik untuk berfoto dan menikmati suasana pantai yang ada di Desa Pucanglaban, Kecamatan Pucanglaban, tersebut.

Berjalan menyebar, mereka sesekali saling memberitahukan bahwa di lokasi tempatnya berdiri merupakan titik terbagus untuk mengamati alam sekitar. Hingga pada akhirnya mereka mendapati beberapa kolam berupa ceruk-ceruk di permukaan karang yang terlihat hijau kebiruan dengan gradasi kuning saat diamati dari atas tebing.

Posisi kolam-kolam itu cukup rendah dan secara periodik terguyur ombak hingga menyisakan buih putih sebelum akhirnya surut dan kembali terhantam ombak. Saat kondisi air laut surut, air di kolam itu pun terlihat lebih tenang sehingga bisa dipakai untuk mandi meski mereka harus waspada karena sesekali ombak datang menghantam.

Kolam-kolam dengan bentuk tidak beraturan itu memiliki tinggi permukaan berbeda satu sama lain, dan terbentuk secara alami. Inilah yang mendasari masyarakat setempat menyebut tempat itu sebagai kedung (lubuk atau bagian sungai yang dalam) dan tumpang lantaran lokasinya yang bersusun.

”Kikisan ombak di batunya bagus, seperti yang saya lihat di Instagram,” ujar Lina yang mengaku mengetahui keberadaan pantai yang berjarak lebih dari 150 kilometer dari Surabaya itu dari media sosial. Menurut Lina, yang sering mengunjungi pantai-pantai di Jatim, Kedung Tumpang berbeda dengan pantai lain. Selain memiliki kolam yang warnanya indah, pantai ini juga masih asli dan belum banyak tersentuh tangan manusia.

Kios pedagang yang ada di kawasan itu pun hanya beratapkan terpal dengan tiang seadanya. Lokasinya tersebar, beberapa ada yang di tempat parkir sepeda motor dan beberapa lainnya ada di lahan pertanian.

Untuk menuju bibir pantai, pengunjung juga harus menyusuri jalur yang cukup curam dan berat. Treknya menuruni bukit dengan kemiringan bervariasi, ada yang sekitar 45 derajat. Lebar jalannya hanya setapak dan melintasi lahan yang didominasi bekas tanaman singkong, pisang, dan jagung.

Inisiatif warga

Tidak ada alat pengaman khusus di jalur untuk turun ke pantai kecuali akar pepohonan dan tiga utas tali nilon (tali tampar) yang masing-masing memiliki panjang tidak lebih dari 6 meter. Meski begitu, keberadaan tali tersebut sangat membantu pengunjung—terutama yang tidak biasa melakukan aktivitas di alam terbuka—untuk berpegangan saat berjalan.

Pemasangan tali yang diikatkan dari akar ke akar pohon itu merupakan inisiatif warga. Sebenarnya ada dua jalur, yakni untuk naik dan turun. Namun, jalur yang untuk naik lebih curam sehingga banyak dihindari oleh pengunjung. Mereka lebih memilih jalur yang agak landai meski harus memutar dengan jarak sekitar 400 meter.

”Pemandangannya bagus. Hanya saja medannya sulit,” ujar Alfian (24), mahasiswa perguruan tinggi di Malang, yang beberapa kali beristirahat untuk mengambil napas. Ia yang datang bersama seorang rekannya mengaku baru kali ini ke Kedung Tumpang lantaran penasaran ingin menyaksikan seperti apa kondisi pantai tersebut.

Kedung Tumpang diapit oleh dua pantai, yaitu Pantai Molang dan Pantai Lumbung yang berada di sisi timur serta Pantai Glogok di sisi barat. Berbeda dengan Kedung Tumpang yang terjal, kondisi Pantai Molang dan Lumbung relatif landai, memanjang dengan hamparan pasir. Ombak di Pantai Molang menggulung cukup tinggi dan cocok bagi mereka yang menyukai olahraga selancar.

Kedung Tumpang dibuka oleh pemerintah setempat pada musim libur Lebaran lalu. Sebelumnya, pantai ini hanya dikunjungi oleh warga lokal. Mereka datang ke Kedung Tumpang untuk memancing dan menjaring udang.

”Selain nelayan, dulu hampir tidak ada pengunjung yang ke sini. Baru sebulan ini pengunjung ramai. Saat akhir pekan, jumlahnya mencapai 1.000 orang lebih. Kemarin juga ada wisatawan asing dari Korea Selatan dan Ceko,” ujar Yely Ferdiwanto (28), pemandu wisata asal Pucanglaban.

Menurut Yely, ombak pantai Kedung Tumpang tidak bisa diprediksi. Beberapa hari sebelumnya air laut sempat pasang sehingga pengunjung tidak bisa turun lebih rendah ke kolam di karang. Yely pun mendapat bagian mengawasi pengunjung. Sepanjang hari, ia ada di atas tebing sambil mengamati dan mengingatkan pengunjung yang berdiri terlalu ke pinggir atau ada di jalur empasan ombak. Sebab, ketinggian empasan ombak di pantai tersebut sesekali bisa lebih dari 10 meter.

Pantai Kedung Tumpang bisa dicapai melalui dua jalur, yakni dari Tulungagung dan Blitar. Sayangnya, kendaraan roda empat tidak bisa mendekat sampai bibir pantai, kecuali bagi kendaraan jenis off road. Mobil umum harus diparkir di halaman rumah warga di Pucanglaban. Selanjutnya, untuk mencapai kawasan pantai, pengunjung harus naik ojek dengan tarif sebesar Rp 15.000 sekali jalan, dengan jarak tempuh sekitar 4 kilometer. (DEFRI WERDIONO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com