Sejuk kala malam dan teduh di hari siang. Itulah kedai Melcosh berada di kaki Gunung Merapi, sekitar 2 kilometer ke bawah dari tempat wisata Kaliurang, Kedai dirancang semioutdoor alias setengah terbuka. Didesain oleh arsitek Andreas Hartono dan Aryanto Sujarwo, Melcosh menggunakan atap dengan kerangka bambu, dengan penutup berbahan elastis. Lengkung-lengkung atap dan tiang membentuk rongga-rongga mirip bunga terompet yang meredam panas siang.
Kedai tidak menggunakan dinding penyekat sehingga kita bisa leluasa melihat kebun seluas 3,4 hektar lebih di sekeliling. Udara dari pepohonan teduh di kebun itu mengirimkan rasa sejuk. Kebun itu pula yang menjadi arena pergelaran simfoni serangga malam. Atmosfer itulah yang menemani kita menikmati kopi dan hidangan Melcosh.
Semua kopi diracik sejak dalam bentuk biji, kemudian digiling sesaat sebelum diseduh. Jadi dijamin, kopi sampai ke meja dalam rasa dan aroma primanya. Maklum, pendiri Melcosh, Y Deni Sulistiwawan Pr, adalah penikmat kopi. Ia hanya menghidangkan kopi yang sudah lulus dari uji cecapnya. Jika ia mendapati rasa kopi yang kurang pas menurut indera pencecapnya, ia tidak akan menghidangkan kepada tamu. Jika mendapat kopi di bawah standar alias jelek, Deni akan komplain kepada pihak penggarang biji kopi (roastery).
”Ada yang roasting-nya (penggarangan) tidak merata. Tapi, ada yang terlalu medium dark. Kalau mendapat kopi seperti itu, kami akan lakukan roasting ulang. Kadang kami blend (campur) dengan kopi lain sehingga bitter (rasa pahit kopi), acid (keasaman) fruity-nya sebanding,” kata Deni yang mengakui bahwa dia bukan ahli kopi, tetapi hanya penikmat berat.
Jadah, mendoan
Sebagai pengantar menikmati kopi, Melcosh menyediakan sejumlah pilihan menu ndeso. Di antaranya adalah jadah, mendoan, pisang bakar, dan tempe garit. Jadah adalah penganan khas Kaliurang yang biasanya disajikan bersama tempe bacem. Jadah bakar di kedai ini disajikan dalam beberapa pilihan, mulai dari ”original” alias polosan, hingga jadah bertaburan cokelat keju dan kacang tumbuk. Jadah dihidangkan dalam bentuk pipih, setengah lingkaran, sehingga mudah dipotong dan digigit.
Kaki gunung itu dikitari ”lahar panas” berupa mayones yang menyumbang rasa manis. Adapun ”lahar dingin” berupa potongan daging ayam dan bakso yang gurih. Dan awas, di dalam gunung itu ada ”magma” berupa cabai. ”Ya, karena kita di Merapi, bentuknya kami bikin seperti Gunung Merapi,” kata Deni.
Momen inspiratif
Kafe Melcosh dikelola sebagai bagian dari upaya menghidupi Sekolah Menengah Kejuruan Sanjaya yang membawahi 11 sekolah di Kabupaten Sleman. Mulai buka pada Juli 2014, kedai dan perangkat pendukung dirancang dengan basis pendidikan. Misalnya, di lahan seluas 3,4 hektar itu nanti akan dibangun lahan perkemahan tempat orang bisa belajar tentang lingkungan hidup. Selain itu, siswa-siswa SMK Sanjaya juga bisa berpraktik di kedai. ”Jadi, secangkir kopi itu sangat berarti untuk pendidikan mereka. Tetapi, kami tak sepenuhnya berorientasi ke bisnis murni sehingga misi pendidikannya hilang,” kata Deni.
Melcosh, dikatakan Deni, dirancang sebagai semacam lounge, kedai santai, bukan rumah makan formal. Bukan dirancang sebagai tempat orang datang, makan, dan kenyang. Kedai dirancang sebagai arena tempat orang bisa bercerita kepada kawan, saudara, pacar, atau siapa pun. Atau tempat bermenung-menung. ”Jadi lebih sebagai tempat refleksi emosional, personal. Orang menjadi terhubungkan dengan orang lain,” kata Deni.
Deni menceritakan, ada sejumlah pelanggan yang datang untuk duduk berlama-lama membaca buku, atau menulis, menikmati secangkir kopi, dan makanan ringan. ”Ada juga orang datang berlama-lama di sini, tetapi enggak pesen-pesen. Kalau orientasi hanya profit, kami mungkin akan rugi. Tapi, orang seperti mereka itu datang ke sini dan mendapatkan inspiring moment. Hal itu jauh lebih memuaskan kami karena itulah tujuan kami,” kata Deni. (XAR)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Agustus 2015, di halaman 20 dengan judul "Ngupi-ngupi"di Lereng Merapi".