Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tea Bel Menjaga Persaudaraan Orang Kei

Kompas.com - 04/01/2016, 14:35 WIB
DENGAN parang dan tombak di tangan, beberapa laki-laki bertubuh kekar menari tarian perang memandu rombongan para tokoh ohoi (desa adat). Mereka bertemu guna memperteguh sumpah yang diikrarkan leluhur ratusan tahun silam. Upacara bernama Tea Bel itu untuk menjaga persaudaraan warga Nuhu Evav yang lazimnya dikenal dengan sebutan Orang Kei.

Ketika arakan para tokoh ohoi hendak melebur, setiap kepala pasukan maju dan bersalaman disusul para raja (kepala ohoi). Mereka mengenakan pakaian kebesaran.

Rombongan dari arah utara disebut komunitas Ohoivut dengan baju berwarna kuning, sedangkan dari selatan adalah Nufit yang melambangkan diri dengan warna merah. Pertemuan itu terjadi di Ohoi Faan, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku.

Komunitas Ohoivut dan Nufit terdiri dari 30 ohoi yang menetap di Pulau Kei Kecil, Pulau Dullah, dan Tanimbar Kei. Secara administratif, mereka masuk dalam wilayah Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual. Keseluruhan wilayah tersebut masuk dalam Kepulauan Kei.

Setelah bersalaman, Raja Ohoi Faan Patris Renwarin mengajak utusan Ohoivut dan Nufit menuju pelataran rumah adat Faan. Rombongan yang berjumlah sekitar 20 orang itu dipersilakan duduk membentuk huruf U di atas tanah beralaskan daun kelapa, di bawah pohon kelapa.

Bunyi tifa, gong, dan seruling yang mengantar rombongan itu pun berhenti. Suasana hening ketika Patris memegang pengeras suara dan berbicara.

Dalam bahasa Kei, ia membuka sidang adat dan mempersilakan setiap komunitas menyampaikan maksud kedatangan mereka.

Lebih kurang satu jam, forum menyetujui beberapa persyaratan yang ditawarkan Patris selaku mediator. Akhirnya, mereka bersedia memperbarui sumpah adat leluhur mereka ratusan tahun silam itu.

”Ye...ye...ye...ye...ye...ye...ye...,” teriak seorang dari anggota sidang adat tersebut dengan keras.

Lebih kurang 2.000 warga yang hadir pun menjawab, ”U...e....”

Pekikan sebagai tanda kemenangan itu terdengar beberapa kali. Tanggal 28 Oktober 2015 menjadi hari bersejarah bagi warga pada dua komunitas itu.

Mereka menyatakan diri sebagai satu darah sehingga wajib saling membantu dalam kesusahan terutama pangan. Karena sedarah itu pula, tak dibenarkan adanya perkawinan di antara mereka.

Secara simbolis, Patris meminta seorang laki-laki dan perempuan dari Ohoivut dan Nufit melingkari tempat acara itu dengan kain merah dan kuning. Ribuan warga diminta masuk ke dalam lingkaran itu sebagai bentuk persaudaraan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com