Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trunyan, Tak Hanya Makam...

Kompas.com - 04/02/2016, 13:12 WIB
TRUNYAN, desa kecil di Kecamatan Kintamani, Bali, tersohor ke mancanegara, terutama karena cara pemakaman warganya yang unik. Jenazah hanya direbahkan di bawah pohon kemenyan sampai sirna dimakan waktu.

Prosesi kematian itu kemudian menarik kehadiran banyak wisatawan. Tak ada ketakutan....

Pagi hari di salah satu desa tertua di Bali itu berdenyut ketika sinar matahari menerobos pepohonan. Keindahan terasa sempurna jika direguk dari pelataran pura kuno Pancering Jagat yang dipercaya sebagai pusat dunia.

Keindahan ini juga direguk oleh turis-turis asing yang berjalan kaki mendaki puncak Bukit Abang I di Banjar Madya, Trunyan.

Meskipun menjadi salah satu destinasi utama wisatawan, keseharian hidup di Trunyan terasa sederhana dan jauh dari hiruk-pikuk. Tak ada hotel atau penginapan di kawasan tersebut.

Bahkan, tidak satu restoran pun bisa ditemui di perkampungan. Hanya ada warung yang menjual minuman dan makanan kemasan untuk kebutuhan sehari-hari penduduk.

Biasanya wisatawan hanya mengunjungi makam tanpa sempat mereguk kehidupan sehari-hari di Trunyan. Pagi itu, Trunyan hanya dimiliki warganya yang sibuk dengan rutinitas harian. Anak sekolah dasar mengisi pelataran lapang di depan Pura Pancering Jagat dengan olahraga pagi.

KOMPAS/RIZA FATHONI Kehidupan warga Trunyan, di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali.
Berpenduduk padat, ada 785 keluarga di Desa Trunyan, dengan kondisi alam perbukitan terjal, Pura Pancering Jagat seolah dikepung rumah penduduk yang rapat tanpa jeda.

Memasuki gang-gang kecil yang hanya bisa dilewati dengan berjalan kaki, para ibu sibuk membuat perapian kayu dan mulai memasak.

Sebagian warga Trunyan lainnya mengawali hari dengan menanam aneka sayuran, seperti bawang merah, cabai, dan tomat, di tepian Danau Batur.

Orang Trunyan dilarang menanam padi. Sebanyak 40 persen warga berkecimpung di pariwisata sebagai pemandu atau penarik perahu. Pada kunjungan akhir tahun lalu, banyak ladang dan rumah warga tenggelam oleh pasang naik Danau Batur.

Untungnya, sebagian dari rumah itu memang dibiarkan kosong. Pemiliknya yang menetap di empat banjar lain di Desa Trunyan hanya menghuni rumah-rumah itu saat upacara odalan atau ulang tahun Pura Pancering Jagat yang dirayakan pada Purnamaning Sasih Kapat (sekitar Oktober).

Dua tahun sekali, saat odalan, warga mementaskan tarian kuno, barong brutuk. Penari barong brutuk mengenakan topeng dan pakaian dari keraras (daun pisang kering).

Desa tua

Di areal bekas ladang bawang yang tenggelam oleh air Danau Batur, para pria sibuk memandikan ayam aduan. Ayam jago bali menjadi hewan peliharaan berharga tinggi, sekitar Rp 400.000 per ekor. Biasanya ayam aduan dimandikan sekali dalam sebulan. Setelah diguyur air, ayam dilempar tinggi-tinggi ke arah danau.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com