Pesannya yang tersampaikan pun sederhana dan mengena, “Jangan sekali-kali meremehkan desa.” Pasar Papringan yang terletak di Dusun Kelingan, Desa Caruban, Kecamatan Kandangan, Temanggung dibuka tiap Minggu Wage.
Penghitungan “Minggu Wage” berdasar kalender Jawa, yang berarti selapanan atau buka tiap 36 hari sekali. Pasar ini telah terselenggara sebanyak ketiga kali, sejak pertama kali diluncurkan pada 10 Januari 2015.
(BACA: Saat Durian dari Kaki Gunung Kelir Beradu Rasa, Ini Hasilnya...)
Pasar ini unik lantaran tidak ada penggunaan uang rupiah dalam tiap transaksi jual beli. Semua yang diperjualbelikan juga murni hasil kreasi warga sekitar. Founder Pasar Papringan, Singgih Susilo Kartono mengungkapkan Pasar Papringan sengaja ditaruh di desa, agar orang mulai kembali pada desa.
Pasar pun didesain berada di sudut desa, di bawah pohon bambu atau dalam bahasa disebut “pring”, kemudian diperpanjang “papringan.” Di lahan seluas 1.000 meter persegi milik warga, Singgih beserta teman-teman berupaya menghidupkan desa dengan konsep pasar.
(BACA: Agar Mendunia, Lumpia Semarang Perlu Berinovasi)
Mereka sadar bahwa ada sumber daya alam di desa yang perlu diselamatkan. Salah satunya bambu atau pring, yang mulai ditinggalkan masyarakat desa. Untuk membangunkan rasa memiliki, pasar kemudian diberi “roh” modernitas.
“Pasar ini bukan memindahkan orang kota ke desa. Bukan. Pasar ini mengajak bagaimana agar kembali pada yang kita miliki, dikembangkan, dijual sehingga mempunyai nilai produk tinggi,” kata Singgih, kepada KompasTravel, Minggu (20/3/2016).
Pasar yang unik pun menggairahkan warga kota untuk berkunjung. Setidaknya ada ratusan warga yang berjubel di pasar yang dibuka mulai 07.00 WIB hingga pukul 12.00. Beberapa mobil berpelat luar kota datang untuk sekadar melihat pasar di bawah pohon bambu.
“Saya lihat saja di internet, pasarnya menarik. Saya juga punya komunitas pekerja pasar di Yogya, sehingga saya membandingkan saja,” kata pengunjung asal Yogyakarta itu.
Para pedagang yang berjualan pun menjual produk yang umum, seperti suvernir, agro industri dan Kerajinan tangan. Sejumlah makanan ala desa pun disajikan dengan harga yang relatif terjangkau. Batik khas Kelingan, produk dusun setempat juga ditawarkan pada pembeli.
Para pembeli juga diajarkan mencintai lingkungan, karena di seluruh dagangan tidak menggunakan bahan plastik.
“Apa dimiliki orang desa ini dipoles agar didatangi orang kota. Itu saja konsepnya. Pasar didirikan agar bisa memberi inspirasi pada warga lokal,” tambah Singgih.
Pasar ini pun menarik perhatian pimpinan daerah. Inovasi yang ada di desa terdengar hingga telinga Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang datang melihat semua inovasi warganya. Ganjar mengacungkan dua jempol atas kehadiran Pasar Papringan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.