Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memasang Plakat, Mengenang Sahabat di Puncak Carstensz...

Kompas.com - 28/07/2016, 20:08 WIB
M Latief

Penulis

KOMPAS.com - Bagi pendaki, ketika meniti bahaya, ada tali yang dipegang oleh rekan seperjalanan. Itu ikatan persahabatan yang kerap tak lekang diterjang masa.

Begitu jugalah makna plakat peringatan gugurnya Hartono Basuki dalam pendakian tim Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) ke Carstensz Pyramid pada April 1981 silam. Plakat yang dipasang pada 1984 itu ternyata hilang.

Selang 32 tahun kemudian atau tepatnya Kamis (21/7/2016) pukul satu siang waktu Papua, replika plakat tersebut kembali dipasang ulang. Ingatan tentang Tono kembali terngiang.

Hartono memang sudah tiada. Pun, Norman Edwin, "pentolan" dalam pendakian tersebut. Mereka saat itu mendaki sisi selatan Carstensz Pyramid bersama Ita Budhi, Karina Arifin dan Hendiarto. Pada 10 April 1981, kelima anggota Mapala UI itu berhasil menjejakkan kaki di puncak.

Hari-hari pendakian di jalur baru itu meninggalkan lelah dan luka. Saat turun ke sisi utara di Lembah Kuning, walau disambut rekan yang menunggu, bendera Mapala UI tertinggal di lereng tebing.

Hartono Basuki atau disapa Tono dan Hendi (Hendiarto) kembali ke naik dan hendak membawa pulang "bendera pusaka" tersebut. Bendera itu sudah berkibar sepuluh tahun sebelumnya di Puncak Ngga Poloe atau Puncak Sukarno, yang sekarang disebut Puncak Jaya.

Nahas. Saat turun tali, Tono terpeleset dan mengalami luka. Malam itu, ia bertahan ditemani rekannya. Sampai akhirnya, Tono pun mengembuskan nafas untuk selamanya. Tono gugur.

Dedi Alloy/Mapala UI Hartono Basuki wafat usai sukses mendaki Carstensz Pyramid sisi selatan.
Berada di Puncak Carstensz Pyramid, sebagaimana dituturkan Norman Edwin dalam tulisannya, mereka melihat peninggalan pendahulunya berserakan di puncak gunung itu. Ada pecahan botol dan bendera Olimpiade Muenchen 1972 yang diduga ditinggalkan para pendaki Jerman. Ada kaleng rokok State Express bertuliskan nama Hendry Walandauw, yang tak lain senior mereka di Mapala UI.

Pun, dalam pendakian itu, Norman dan kawan-kawan pun meninggalkan kaleng Nivea. Di situlah mereka menorehkan nama mereka sebagai pendaki yang sudah menjejak di puncak Carstensz Pyramid. 

Kegagalan yang terbayar

Gugurnya Tono menimbulkan niat anggota Mapala UI untuk memasang plakat peringatan. Ide itu baru terealisir pada 1984, yaitu ketika Norman Edwin, Dondy Rahardjo, Achmad Rizali, Adiseno, dan Yadi Sugandi melawat ke Carstensz Pyramid. Kala itu, plakat disematkan untuk sekaligus menandai puncak Carstensz Pyramid, karena jejak peninggalan para pendaki pendahulu kerap hilang tertiup angin dan badai.

Menggunakan hand drill, yaitu alat manual pemasang baut di tebing, selama hampir satu jam tiga lubang dari empat yang direncanakan berhasil dibuat. Plakat pun terpasang. Maka, sejak itulah tanda titik puncak bagi penerus pendakian gunung tertinggi di Australasia kembali tertanam.

Tahun-tahun berlalu. Sembilan tahun setelah pemasangan itu, yaitu ketika anggota tim pemasang sempat kembali ke Carstensz, plakat peringatan gugurnya sahabat mereka masih menandai akhirnya pendakian. Namun, ketika 21 tahun setelah pemasangan, ketika beberapa diantara mereka kembali ke gunung itu, plakat tersebut sudah hilang.

Kabar itu sudah beberapa tahun beredar di Mapala UI. Pada Juli 2016 ini, sekelompok anggota Mapala UI dengan didukung oleh PT Freeport Indonesia dan Pertamina, mendapatkan izin mendaki ke kawasan Taman Nasional Lorentz, lokasi Carstensz Pyramid berada. Satu regu pendaki dipersiapkan dengan peralatan bor listrik. Replika plakat peringatan gugurnya Tono pun disiapkan.

Akhirnya, dengan susah payah, Kamis (21/7/2016) subuh, Fandhi Ahmad, Firman Arif dan Dedi Alloy berangkat dari Lembah Danau-danau. Mereka menelusuri jalur normal, meniti tali pengaman yang terpasang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com