Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Garda Depan Wisata di Wakatobi

Kompas.com - 13/10/2016, 15:03 WIB

STANDARDISASI. Itulah tema sentral komunitas Wakatobi Professional Diver Association di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Isinya, antara lain standardisasi prosedur keselamatan penyelaman, standardisasi keterampilan, lisensi pemandu selam, serta standardisasi kompensasi profesional pemandu selam.

Guntur, pegiat komunitas Wakatobi Professional Diver Association (WPDA), Selasa (20/9/2016), di Bandara Matahora, Wangiwangi, Kabupaten Wakatobi, mengatakan, standardisasi penting dimiliki mengingat status Wakatobi sebagai daerah tujuan wisata selam dunia.

Hal itu kemudian disusul dengan penetapan Wakatobi sebagai satu dari 10 tujuan wisata yang pembangunannya menjadi prioritas pemerintah pusat. Sembilan lainnya adalah Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Borobudur, Bromo-Tengger-Semeru, Mandalika, Labuan Bajo, dan Morotai.

Menurut Guntur, standar penyelaman yang terkait prosedur keselamatan penyelaman itu berkaitan dengan keberadaan pemandu selam profesional.

Ia menuturkan, jika disebut pemandu selam profesional, jenjang lisensi yang mesti dimiliki berada pada kualifikasi dive master. Namun, sejauh ini baru 15 penyelam yang mempunyai kualifikasi dive master di seluruh Wakatobi.

Padahal, dengan tingkat kunjungan wisatawan saat ini dan jumlah titik penyelaman yang bisa dieksplorasi, masih dibutuhkan sekurangnya 20 dive master lagi.

Standardisasi kompensasi profesional sebagai pemandu selam juga menjadi persoalan lain yang melatarbelakangi terbentuknya komunitas WPDA. Kini bayaran yang dijanjikan pengelola sebuah resor ternama hanya sekitar Rp 1,5 juta per bulan.

Padahal, kata Guntur, bisa saja dalam satu hari para pemandu selam melakukan empat kali penyelaman. Praktik ini relatif membahayakan karena bisa menihilkan waktu surface interval, yakni kondisi seorang penyelam berada di permukaan air di antara dua waktu penyelaman.

Prosedur ini memungkinkan kandungan nitrogen yang diserap jaringan tubuh selama penyelaman pertama dapat terlepas dari tubuh penyelam. Jika prosedur ini tidak dijalankan sesuai prosedur, atau bahkan tidak dilakukan sama sekali, hal ini cenderung akan membahayakan penyelam.

Relatif sedikitnya kompensasi profesional bagi para pemandu selam yang bekerja secara tetap itu membuat sebagian besar penyelam memilih bekerja secara lepas. ”Kompensasinya jika bekerja freelance Rp 150.000 untuk sekali penyelaman atau Rp 300.000 untuk seharian,” ujar Guntur.

Sebagian pemandu selam lain, tatkala jam terbangnya cukup dan berkualifikasi dive master, biasanya akan pindah ke lokasi wisata selam lain, seperti Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur dan Kepulauan Raja Ampat di Papua Barat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com